Wednesday, January 10, 2007

HIDUP dan MATI

AKU
Kalau sampai waktuku'

Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

Puisi Chairil Anwar, beberapa baitnya sempet terhafal karena pelajaran Bahasa Indonesia di SMA mengharuskan kami membacakan puisi di depan kelas. Chairil Anwar buat aku, merupakan salah satu sastrawan terfavorit juga ya... Karena sajak-sajaknya lumayan berkesan n cukup mengena...At least for my own self...

Kata-katanya yang berbunyi, aku mau hidup seribu tahun lagi bikin harapan positif juga ya, walaupun awalnya ada kata-kata aku ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang dst...

Awareness by Anthony de Mello, S.J.
Chapter 55

Mati Sebelum Ajal

Saya sering berkata kepada orang-prang bahwa supaya dapat benar-benar hidup, caranya adalah melalui kematian. Paspor menuju kehidupan adalah membayangkan diri Anda di dalam kuburan. Bayangkan Anda terbaring di dalah peti mati. Anda boleh memilih posisi yang Anda sukai. Di India kita meletakkannya dalam posisi duduk bersila. Kadang-kadang mereka membawanya dalam posisi seperti itu ke tempat pembakaran mayat. Kadang-kadang merekea terbaring. Jadi bayangkanlah Anda terbaring dan Anda sudah meninggal. Sekarang pandanglah masalah yang Anda hadapi dari sudut pandangan seakan-akan Anda sudah meninggal. Mengubah semuanya bukan?

In my opinion waktu baca chapter ini, walaupun nih buku bikin aku terbangun alias lebih waspada (aware), aku tetap merasakan kesulitan untuk membayangkan diriku sendiri dalam posisi mati... Yah, mati...
Sejujurnya harus kuakui, aku merasa takut mati. Mungkin itu juga yang membuat aku begitu takut akan hantu semasa kecil... Dan kalo disuruh jadi dokter, I'd like to say NO krn disuruh bobok bareng mayat...
Entah kenapa, keadaan berlanjut sampe aku besar. Lewat kuburan yang biasa2 aja, aku udah takut, even nonton film HOROR pun aku nggak berani... Jangan harap aku bakalan nonton bioskop khusus2 untuk nonton film HOROR. No WAY deh...
Tapi kata de Mello, kalo gak mau menerima kematian, itu berarti kita nggak mau menghadapi kenyataan...
Is that really so?? Kalo dipikir-pikir sih bener juga. Soalnya MATI, like or dislike, kagak bakalan bisa dihindari... Emangnya film Highlander zaman dulu yang ada Duncan McLeodnya yang hidupnya abadi itu?
Suatu saat kita semua akan mati, so... kenapa g harus menghindar?
Kenyataannya g sendiri sering berhadapan dengan kematian, baik itu kematian teman dekat, keluarga dekat, orang tua dari teman dan lain-lain. Dan melayat merupakan aktivitas yang sering aku lakukan karena aku pikir, pada saat itu mereka lebih butuh penghiburan daripada ke acara pesta ultah yang pastinya udah cerah ceria di sana.
Eniwei, mulai semalam, g mulai membayangkan diriku di sebuah peti mati berwarna putih. Gila sih n gak pernah kulakukan sebelumnya, tapi untuk berhadapan dengan realitas menurut de Mello, I Have to DO IT, suka or nggak...
Mula-mula susahnya setengah modar deh, tapi pagi ini, aku mulai bisa melihat diriku tersenyum di dalam peti n keadaan sudah gak se-menakutkan sebelumnya. Saranku, baca buku de Mello secara keseluruhan terlebih dahulu, jangan langsung ke chapter itu...

The Purpose Driven Life - Rick Warren
Day 4: Made to Last Forever

This life is not all there is.
Life on earth is just the dress rehearsal before the real production. You will spend far more time on the other side of death - IN ETERNITY - than you will here. Earth is the staging area, the preschool, the tryout for your life in eternity. It is the practice workout before the actual game; the warm-up lap before the race begins. This life is preparation for the next.
........

The bible says, " God has ... planted eternity in the human heart." You have an inborn instict that longs for immortality. This is because God designed you, in his image, to live for eternity. Even though we know everyone eventually dies, death always seems unnatural and unfair. The reason we feel we should live forever is that God wired our brainds with that desire!

One day your heart will stop beating. That will be the end of your body and your time on earth, but it will not be the end of you. Your earthly body is just a temporary residence for your spirit. The bible calls your earthly body a "tent," but refers to your future body as a "house." The bible says, " When this tent we live in - our body here on earth - is torn down, God will have a house in heaven for us to live in, a home he himself has made, which will last forever."

Dalam waktu yang kurang lebih bersamaan, aku membaca tulisan Rick Warren. Bahwa hidup ini, tak ubahnya sebuah persiapan untuk menuju kehidupan kekal ( read: kematian), dan hidup ini tak lebih sebuah tanda kurung di antara kekekalan ( a small parenthesis in eternity --- kata Sir Thomas Browne).
Kalo dipikir-pikir, kematian adalah topik yang tidak bakal aku tulis sama sekali. Karena aku takut mati dan kematian sepertinya merupakan sesuatu yang membawa kepedihan, even though aku gak akan sungkan-sungkan menuliskan tentang kematian seorang teman, seorang Romo pembimbing rohani yang sudah berjasa besar terhadap aku, namun aku sejujurnya mengalami kesulitan to let go and deep down in my heart, I keep wondering WHY, kenapa mereka harus pergi meninggalkanku?

Namun sekarang, keadaan mungkin sudah sedikit bergeser. Kalo aku tidak mau memikirkan tentang kematian, aku menjadi orang yang gak mau menerima kenyataan. Aku menjadi orang yang hidup di awang-awang... Ada satu buku lama yang aku pernah baca dari Steven R. Covey, 7 Habits of Highly Effective people, juga menuliskan tentang rehearsal kematian kita dan memandangi orang-orang yang kita kasihi mengelilingi peti mati kita. Pandangilah setiap ekspresi wajah mereka yang melihat wajah kita. Apa yang akan mereka katakan tentang kita semasa hidup? Akankah mereka mengatakan hal yang baik karena memang begitulah adanya? Atau mereka 'terpaksa' mengatakan hal yang baik karena rasa tidak enak hati karena tokh kita sudah meninggal, buat apa diperpanjang?
Dari situlah, kita kembali ke realitas bahwa hidup ini harus kita jalankan dengan sesungguhnya, dengan sebenar-benarnya, dengan sebaik-baiknya...
Keluarga terdekat terkadang menjadi orang yang paling sering kita kasari...
Believe it or not, kita lebih banyak berbasa-basi dengan orang lain, mungkin dengan orang yang baru kita kenal, ketimbang dengan papa-mama-kakak atau adik kita...

Benang merah dari AKU- Chairil Anwar, Awareness chapter 55, and Purpose Driven Life day 4 dan sedikit cuplikan Steven R. Covey's book...

Mau hidup 1000 tahun? Rasanya gak mungkin... 100 tahun aja untuk umur manusia rasanya udah panjang banget...
Mau lari dari kematian?? Gak bakalan mungkin karena itu berarti lari dari kenyataan...
Mau mempersiapkan kekekalan? Inilah saatnya mulai dari kehidupan di dunia...
Mau hidup sepenuh-penuhnya?Dengan membayangkan kematian kita agar kita menghargai kehidupan ini dan lebih spend waktu dengan orang-orang yang kita kasihi... Berlaku lebih baik terhadap mereka.

Yes, I myself need to learn to do that... Teori mah gampanggg, gimana prakteknya, tul gak? Sometimes karena kita udah terlalu kenal dengan orang rumah keluarga terdekat kita, jadi kita lihat begitu banyak kekurangannya... Sementara kalo dengan orang yang baru dikenal or teman baik yang ketemu let say seminggu sekali, tentunya kelihatan lebih ok.. Jelas donk, wong ketemunya seminggu sekali... Lain banget ama suami-istri yang ketemu tiap hari. Lain juga sama papa-mama yang ketemu juga sering banget...

Ok d, that's all for today's reflection. Kita ngobrol2 lagi next time, ok!

Singapore, 11 Jan 2007
God Bless...
-fon-

No comments:

Post a Comment