We're all in this together
Once we know
That we are
We're all stars
And we see that
We're all in this together
And it shows
When we stand
Hand in hand
Make our dreams come true
(We’re in This Together – song from High School Musical)
Siapa yang tidak kenal Zac Efron, Vanessa Hudgens, Ashley Tisdale, Corbin Bleu, Lucas Grabeel, dan tokoh-tokoh di ‘High School Musical’? Film ini sudah jadi fenomena tersendiri. Sebagaimana Troy Bolton menghiasi mimpi banyak gadis remaja, kapten klub basket ‘ Wild Cats’ yang tampan, pandai nyanyi, wuah pokoknya segalanya deh…:)
Tepat di pergantian tahun, ‘Disney Channel’ memutar konser mereka dan saya mendengarkan lagu-lagunya, ikut menyanyikan beberapa diantaranya, menikmati tarian dan wajah cantik serta tampan yang memenuhi panggung. Perpaduan antara talenta dan tampang, memang asyik dilihat mata. Pelan-pelan, saya menyadari, bahwa yang ditawarkan oleh film ini adalah keceriaan dan mimpi di masa remaja. Yang digambarkan penuh warna, penuh persaingan, sekaligus penuh kesenangan juga. Bukankah masa remaja hanya sekali, itu yang sering kita dengar? Makanya, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Keceriaan itu, kemilau itu, rasanya memang tak mencerminkan kehidupan remaja seluruhnya. Ada sisi-sisi lain, di mana remaja juga dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka sering dicap ‘brengsek’, kurang baik, main melulu, tidak ‘tough’, mengandalkan kekayaan orang tua tanpa bisa berusaha keras, dan tak tertutup kemungkinan kecanggihan informasi, ‘gadget’, teknologi, membawa mereka pada kemudahan akses pornografi yang lalu tak jarang membawa mereka kepada hal-hal yang lebih serius semisal seks bebas, ‘drugs’ a.k.a narkoba, rokok, dan pengaruh negatif lainnya. Hal-hal yang berhubungan dengan apa yang dinamakan kenakalan remaja.
Berapa banyak orang tua yang mengeluhkan ketakutan hal serupa. Jujur, sebagai orang tua dari satu anak balita saja, saya pun kalau memikirkan kondisi ini atau kondisi masa depan di mana nanti anak saya akan jalani, mikir saja sudah resah. Sedikit gelisah dan kekuatiran terselip dalam hati. Yang saya bisa lakukan hanyalah memberikan pengarahan sekaligus menjadi seorang teman baginya. Dan juga percaya di dalam iman, bahwa Tuhan akan memberikan kekuatan bagi saya untuk mengasuh anak yang dipercayakan kepada saya. Karena anak-anak zaman sekarang, konon katanya sudah tak bisa dihadapi dengan ketegasan atau disiplin ala militer. Mereka lebih mudah diakses lewat persahabatan yang tercipta antara orang tua dan anak. Memang, lagi-lagi apa yang saya ketahui ini masihlah dalam bentuk teori, karena secara praktik saya belum menjalaninya. Tetapi moga-moga saya hanya lagi-lagi bisa berharap, saya diberikan kekuatan dan kemampuan untuk menjalaninya oleh Yang Kuasa.
Kalau saya lihat kembali kilas balik masa remaja saya. Masa remaja yang saya lewati itu bukanlah yang seperti digambarkan di film. Saya sendiri merasakan getirnya masa SMP dan SMA saya, karena saat itu ayah saya sedang sakit keras yang berpengaruh besar terhadap semua aspek kehidupan kami. Termasuk keuangan, termasuk kondisi psikologi kami anak-anaknya. Ketika banyak anak remaja merasakan kesenangan, saya malah sebaliknya, itu saat-saat keprihatinan. Ketika anak-anak SMU meributkan pacaran dengan Si A, Si B, atau pergi nonton dengan Si A, Si B, saya terkadang hanya bisa gigit jari, karena kondisi tak memungkinkan saya melakukan hal-hal umum tersebut, karena saya memang tengah prihatin. Menilik gegap gempitanya ‘High School Musical’ dan cerita anak muda yang seolah mewajibkan mereka yang berada pada masa itu untuk terus berbahagia, gembira seolah tanpa duka, pada kenyataannya amat berbeda dengan apa yang saya hadapi. Dan saya yakin, apa yang saya alami itu belum ada apa-apanya dengan perjuangan mereka yang tak mampu meneruskan sekolah sehingga harus berhenti di tengah jalan dan seolah kehilangan kesempatan bagi masa depannya. Juga bagi mereka yang terpaksa putus sekolah di tengah jalan karena hamil di usia SMP-SMU dan harus menikah demi Si Jabang Bayi dan tak jarang berujung perceraian karena menikah atas nama kehormatan belaka akan berbeda dengan yang menikah karena memang sudah siap untuk menjalaninya. Banyak kisah-kisah suram pula di masa remaja. Tak selalu segemilang kelihatannya atau yang diyakini seharusnya terjadi. Pada kenyataannya, masa remaja memang tetaplah masa pencarian jati diri, masa untuk menemukan identitas diri, sekaligus masa untuk persiapan menuju masa dewasa.
Masa remaja yang seolah suram pun, sebetulnya tak kurang kerlipnya. Anggaplah periode remaja sebagai periode bintang, dan di periode itu, semuram apa pun, tetaplah ada satu kerlip yang tersisa. Dan bagi yang sudah tidak remaja, yang mungkin kurang mengerti apa yang ada di isi kepala remaja sekarang, mudah-mudahan kita bisa menerapkan prinsip untuk tidak menghakimi mereka. Meminjam istilah seorang teman, mereka butuh dikasihi, bukannya butuh dihakimi. Dalam pendekatan penuh kasih, penuh persahabatan, membuat mereka yang tampaknya ‘nakal’ yang tampaknya pelaku utama kenakalan remaja dan dianggap biang kerok sekali pun, akan luluh juga. Kasih tetap adalah pemenangnya. Memang ‘generation gap’ juga sering dianggap sebagai permasalahannya. Karena beda generasi, beda zaman, beda pemikiran, tapi yang lebih ‘mature’ hendaknya berusaha memahami. Dan moga-moga para remaja pun mau mengerti bila pendekatan dilakukan dengan cara yang berbeda, dengan cara yang lebih ‘friendly’ (bersahabat).
‘High School Musical’ masih bergema di hati saya. Lagunya yang segar, khas remaja masih memenuhi pikiran saya….
We’re all in this together…
Kita bersama-sama ada dalam hal ini. Semoga yang dewasa dan yang remaja, bisa bergandengan tangan, tidak saling menyalahkan, sehingga kerlip yang sedikit saja sekalipun masih bisa terasa dan dinikmati bersama. Saling menyalahkan juga saya anggap tak perlu, karena sebetulnya apa yang terjadi pada anak remaja juga sebagian melihat contoh yang kita berikan. Masalahnya, apakah kita sudah menjadi contoh yang baik? Atau malahan kita hanya pandai menuding tanpa mau tahu kondisi mereka, sementara kita pun tak bersikap sebagaimana mestinya?
Kegemilangan masa remaja, terjadi atau tidak, masa itu akan berlalu dan menjadi lembaran memori di kemudian hari. Tetapi masa pembentukan karakter itu juga menjadi penting, sebagai upaya pembentukan manusia seutuhnya di masa depan nanti…
Saya masih belajar, saya bukan ahli soal hubungan antara remaja dan orang tua, saya pun bukan orang yang tahu detil soal seluk-beluk menangani remaja yang bermasalah misalnya, tapi saya hanya berpikir bila kita punya hati untuk sama-sama ingin membuat kerlip itu ada dalam hidup kita, mari kita maju bersama…
We're all in this together
Once we know
That we are
We're all stars
And we see that
We're all in this together
And it shows
When we stand
Hand in hand
Make our dreams come true
Bersama-sama berupaya untuk mewujudkan impian bersama, menyadari bahwa kita tinggal dan menghirup nafas di bumi yang sama, dan bergandengan tangan untuk mewujudkan itu semua tanpa saling menyalahkan… Percaya kerlip bintang itu masih ada, walaupun mungkin suram, walaupun mungkin cahayanya amat lemah hampir tak terlihat mata. Percaya…Dan tetap memilih untuk percaya… Dan memilih untuk menunjukkannya dalam tindakan serta mewujudkannya…
May our dreams come true!
HCMC, 13 Januari 2010
-fon-
* pencerahan dari ‘High School Musical (HSM) Concert’ minus ‘Zac Efron’ yang suaranya diisi oleh ‘Drew Seeley’ di konser, karena di HSM sebagian suara ‘Zac’ diisi Drew yang mengisi suara nyanyian di film tersebut.
sumber gambar:
http://www.collider.com/uploads/imageGallery/High_School_Musical_Concert/high_school_musical_the_concert_image.jpg