Wednesday, January 13, 2010

Being Mom: Nurut


Being Mom: Nurut

Semakin tahu apa yang diinginkan, akhir-akhir ini makin sulit bagi anak kami untuk menuruti apa yang kami katakan. Mulai dari baju yang ingin dia pakai, dipilihnya sendiri, contohnya, “ I want pants, mickey club house”, maksudnya untuk menjelaskan celana pendek bergambar ‘Mickey Mouse’ yang dia amat suka. Kadang sudah sehari lebih, memasuki hari kedua, diganti pun tidak mau. Sambil mengelus dada, saya membatin begini tokh rasanya kalau anak tidak ‘nurut’. Disuruh ini-itu, tidak mau. Padahal sering kali sebagai orang tua, yang kita lakukan hanyalah agar dia menjadi lebih baik, lebih disiplin. Dan supaya di kemudian hari, dia menjadi anak yang baik.

Dari hal yang sederhana seperti ini, saya kembali disadarkan akan relasi kita sebagai anak dengan Sang Pencipta sebagai Bapa. Sering kali, apa yang saya alami selama mengasuh anak menjadi cerminan tersendiri akan sikap saya sebagai anak. Saya sadar, sebagai anak-Nya, saya jauh dari penurut. Mungkin akhirnya saya akan menurut, tetapi awalnya kesal, marah-marah, lalu karena tidak ada pilihan lain, baru menyerah.

Itu yang sering saya lakukan.

Punya anak satu yang terkadang tidak menuruti perintah dan nasihat saya saja, rasanya sudah kesal. Tak jarang, anak-anak yang semakin banyak, semakin sulit diatur, membuat frustrasi para orang tuanya. Itu yang juga sering saya dengar.

Okay, balik lagi ke relasi dengan Sang Pencipta. Dengan jumlah anak sekian miliar di seluruh dunia, mungkin kalau boleh dibilang, Tuhan sering banget mengelus dada melihat kelakuan anak-anak-Nya. Terutama bila anak-anaknya mau enaknya sendiri, mau gampangnya sendiri, mau instant : cepat bisa, cepat kaya, cepat pandai, dsb. Padahal yang diurusi bukan cuma satu (bandingkan dengan saya yang baru punya anak satu saja, terkadang sudah pusing tujuh keliling). Orang tua mana yang selalu sabar, ramah, baik hati, biarpun anaknya menghentakkan kaki ketika dilarang, berguling-guling di mal ketika ditolak keinginannya untuk membeli mainan, disuruh belajar malah terus main ‘game’ atau malah ‘browse’ internet. *Sigh* beginilah yang harus dihadapi orang tua dari hari ke hari.

Ketika Tuhan mengajar kita, kita sering marah, kecewa, terluka, merasa Tuhan menolak kita sekaligus tak berpihak kepada kita. Padahal, maksud-Nya pasti baik. Mana ada orang tua yang bermaksud jahat kepada anak-Nya, kecuali orang tua tersebut mengalami gangguan jiwa/mental (tak jarang kita baca orang tua membunuh anaknya, memperkosa, melukai, dan sebagainya. Namun saya yakin dalam kondisi normal, takkan ada orang tua yang mau secara sengaja bertindak buruk kepada Si Anak).

Kita seringkali membangkang, menolak mentah-mentah, lari dari-Nya, tak mau beribadah atau berdoa lagi, tak mau lagi ke tempat ibadah (vihara, mesjid, gereja, pura) karena teramat sangat kecewa. Padahal? Kembali ke prinsip semula bahwa tiap orang tua bermaksud baik bagi anak-Nya, pastilah Tuhan bermaksud baik bagi kita, hanya memang kita tak mengerti rencana-Nya.

Saya mengakui, sulit untuk menuruti kehendak-Nya sementara saya punya banyak keinginan dan harapan pribadi. Sama halnya menjadi hal yang sulit ketika pagi ini saya menyiapkan anak saya untuk bersekolah, sementara yang dia inginkan adalah nonton DVD ‘Tom and Jerry’. Alhasil, dia tetap ke sekolah dengan tetesan air mata dan tangisan yang cukup keras.

Sering kali, dalam perjalanan hidup, kita terpaksa harus berjalan, walaupun tidak sesuai dengan yang diinginkan. Mungkin kita berjalan sambil menangis, berjalan sambil meneteskan air mata tanpa henti, karena kita amat kecewa. Tetapi kita tetap berjalan. Berjalan bersama-Nya. Kita yakin dan percaya bahwa maksud dari semuanya ini, takkan pernah merupakan hal yang buruk. Dia takkan menjerumuskan kita, malahan Dia akan melindungi kita. Dia tak mengharuskan kita menjadi pribadi yang tak punya impian, tak punya harapan, hanya ‘nurut’ saja. Tapi, Dia inginkan ‘nurut’ yang pasrah, nurut yang berserah, nurut yang menerima. Selalu ada proses ‘struggling’ untuk mencapai pengertian akan kehendak-Nya. Karena saya tak selalu mampu mengerti diri-Nya, bahkan boleh dikatakan saya amat tak mengerti rencana-Nya. Satu hal, saya ingin mencoba menjadi penurut yang berserah dengan segala impian dan harapan yang juga saya ceritakan kepada-Nya. Apa yang tersembunyi di balik sana, tetaplah rahasia Ilahi milik-Nya. Tak hendak saya bongkar, tak hendak saya korek secara paksa sampai waktu-Nya tiba.

Tuhan, ampuni saya kalau saya tidak selalu menuruti apa yang Engkau rencanakan, walaupun itu yang terbaik bagi saya. Itu karena ketidaktahuan saya atau mungkin karena kesombongan saya. Menghadapi anak yang tidak menurut, seringkali orang tua menjadi kesal dan marah, tetapi Engkau tidak, Tuhan. Engkau tetap panjang sabar, menerima kami dengan cinta tanpa syarat. Biarlah detik ini, menjadi detik yang berbeda sekaligus berharga dalam relasi kita…

Aku mau memperbaharui cintaku kepada-Mu dengan mengikuti rencana-Mu.


HCMC, 14 Januari 2010

-fon-

* pengalaman anak kami yang tidak ‘nurut’ membuatku berpikir tentang relasi manusia dengan Tuhan. Berapa sering kita tidak ‘nurut’? Untungnya, Dia sabar sekali menghadapi kita…

Kalau mama-papa Si Anak terkadang sudah mukul, nyubit, menjewer, atau menyetrap anak-anaknya. Tetapi Dia tidak. Thank God.

sumber gambar:

http://www.babble.com/CS/blogs/strollerderby/istock_000000357240small_child_crying_1.jpg

No comments:

Post a Comment