Saturday, August 22, 2009

Capek

“ Capek!”

Begitu kata hatimu. Ketika lagi-lagi impian yang sudah diidam-idamkan sejak lama kandas. Tidak ada titik terang. Di luar sana sepertinya hanya ada kegelapan yang melanda. Jadi, ngapain sih terus berjuang?

“ Capek!”

Ketika tidak ada dukungan dari orang-orang yang kauanggap penting, orang-orang yang kau kasihi, keluarga, suami/istri, pacar, anak, teman dekat, sahabat, dsb. Orang-orang yang dekat di hati tidak mendukung impianmu. Padahal impianmu bukan sesuatu yang jelek. Hanya memang impianmu mungkin tidak umum. Di saat semua anak bermimpi menjadi dokter atau pilot, dengan bangga kaubilang mau jadi pelukis. Dan mulai saat itu, dirimu dicekoki begitu banyak masukan kiri kanan untuk mematikan impian itu. Anehnya? Impian itu tak pernah pudar, malah makin berakar kuat. Karena kau memang suka melukis dan lukisanmu selalu keluar dari segenap kemampuan diri untuk memberi yang terbaik, dan lukisanmu memang disukai banyak orang.
Memang sedih, ketika dukungan yang diharapkan tidak ada. Apalagi dari orang-orang terdekat. Tetapi anehnya, malah orang lain- yang tidak terlalu dikenal, yang baru ditemui atau yang merasakan sentuhan pribadimu lewat lukisanmu- Merekalah yang malah memberikan dukungan tulus. Tapi, itulah kerja alam yang tak pernah bisa disangka dan dikira. Memang aneh.
Asalkan kau yakin dengan impianmu, tetaplah memberikan yang terbaik, walaupun tak ada dukungan, walaupun tak ada kepastian. Namun, yang penting kau suka mengerjakannya. Kau taruh hatimu 100% atau bahkan 120% di sana.
Bukan tidak mungkin, suatu saat, ketika waktunya tepat, akan ada seseorang atau sekelompok orang, yang mendukungmu dan menyukai karyamu. Impian itu sudah di depan matamu, begitu saja! Semudah menjentikkan jemari. Tetapi itu bukan berarti tanpa proses. Selama itu pulalah kau diproses. Dilatih menjadi lebih baik. Dibuat lebih biasa menghadapi kritik yang pedas dan yang tak menyenangkan.

“ Capek!”

Ketika kau merasa sudah memberikan yang terbaik, tapi bagi banyak orang itu masih belum cukup. Saat itulah, kita harus belajar berbesar hati, menerima perbedaan sekaligus tidak putus asa, selama sudah melakukan yang terbaik bagi diri kita dan melihat kemajuan langkah demi langkah, step by step dalam diri sendiri, itu sudah cukup.

“ Capek! Kenapa sih gue nggak juga nge-top?”

Apakah terkenal adalah segalanya? Berapa banyak orang yang bukan dari siapa-siapa, menjadi terkenal, dan kemudian menyesali ketenarannya itu. Di balik ketenaran, tersembunyi beberapa kehilangan besar. Yang terbesar adalah kehilangan privasi, dan mengutip kata seorang teman baik, kehilangan kesempatan untuk melakukan kesalahan. Karena sepertinya, orang tenar, kalau buat salah sedikit, langsung jadi sensasi. Padahal, kita kan manusia, bisa salah dan belajar dari kesalahan. Apakah ketenaran adalah segalanya? Atau melakukan apa yang kauimpikan dengan penuh cinta dari dalam hati yang terdalam? Bagiku, saat ini itu lebih dari cukup…

Aku pernah berseru, “ Capek deeeeh, Tuhannn!”
Ketika tulisanku tidak dimuat di majalah yang kukirimkan. Ketika orang mengatakan hasil tulisanku tidak bagus, tidak pantas diterbitkan. Ketika aku tidak memperoleh dukungan dari orang terdekat. Ketika apa yang kuanggap segalanya bagiku, hal yang teramat penting, hanya dianggap sepi dan angin lalu oleh orang yang penting bagiku.
Tapi itu bukan berarti aku mau berhenti. Aku mau tetap menulis hanya karena aku suka menulis. Selain itu juga karena aku suka berbagi. Mungkin buat sebagian orang tulisanku biasa saja, menuh-menuhin inbox mereka, atau malah tak sempat dibaca langsung di-delete.
Tapi mudah-mudahan aku tak sakit hati, karena aku tahu, di balik itu semua, aku sedang dipersiapkan untuk menulis dengan baik, untuk menulis dengan lebih serius lagi, tanpa meninggalkan esensi dari menulis itu sendiri: karena aku sukaaa menulis dan karena aku suka berbagi.
Itu sudah cukup bagiku. Dan yang terakhir, aku menulis, karena memiliki keyakinan bahwa itu adalah satu talenta yang Tuhan titipkan padaku. Jadi, untuk-Nya aku menulis. Sekaligus bersama-sama dengan Dia menulisi lagi lembar demi lembar buku kehidupanku. Dengan tulisanku, aku mau Dia juga terus menulisi setiap bab kehidupanku dengan lebih berwarna.
Saat ini, terlebih kurasakan, menulis adalah ibadah. Buat mendekatkan diriku padaNya. Selain itu juga untuk menghilangkan stress, membagi suka/ keceriaan, dan yang terakhir menambah teman dengan beberapa pertemanan baru yang kudapati dari mereka yang membaca tulisanku atau dengan teman-teman yang sama ‘gila’nya dalam menulis.

Di luar itu semua, aku juga berterima kasih untuk semua pihak yang mendukungku, memberikan kekuatan, masukan dan input yang membangun. Memenuhi inbox mereka dengan tulisanku, membacanya dan mengomentarinya. Sejujurnya, dengan demikian saja, aku sudah bahagia. I couldn’t ask for more. Itu sudah cukup bagiku:)
Belum lagi dukungan yang juga kudapat dari beberapa sahabat yang betul-betul memikirkan bagaimana langkah berikutnya untuk mewujudkan impianku. I do grateful to have you, guys! Dan aku berdoa semoga Tuhan memberkati kalian dengan banyak kebaikan, karena kalian sudah begitu baik bagiku.

Walaupun apa yang terjadi di depan sana, ada hari-hari capek, ada hari-hari penuh semangat tentunya. Di balik semua hari itu, aku tetap mau menulis. Menggoreskan lembar hidupku dengan warna. Warna yang lebih membuat dunia lebih hidup. Warna yang membuatku sadar, bahwa aku ada di antaranya, dalam lembar buku kehidupan yang ditulisNya dengan penuh warna pula…

Singapore, August 22, 2009
-fon-
* color your life, paint it beautifully!

2 comments:

  1. tuliskan semua, suka, duka, tawa, sakit dan harapan... ukir sejarah hidupmu lewat rangkaian kata-katamu. keep the spirit! :-)

    ReplyDelete
  2. thanks, Angel...:) sama...keep the spirit too...saling ngasih semangat yah hehehe...

    ReplyDelete