Wednesday, January 20, 2010

Peran Seorang Ayah


Peran Seorang Ayah

***dari kaca mata seorang wanita

Seorang ayah melonjak gembira ketika mendengar berita istrinya hamil. Dia pun ikut setia mengiringi kunjungan konsultasi Sang Istri ke dokter kandungan langganan. Tidak selalu bisa ikut karena kesibukan kerja, tetapi itulah yang dia selalu inginkan sebetulnya, karena dia memang ingin melihat setiap momen perkembangan anaknya mulai dari hari pertama sampai hari-hari selanjutnya. Kegembiraan itu terus berkembang, sembari keprihatinan melihat istrinya muntah-muntah, kuatir ketika istrinya flek atau terkena penyakit lainnya yang cukup membahayakan selama kehamilan dan terus berdoa bagi keselamatan bayi dan istrinya. Dua orang yang dia sama-sama cintai.

Keterlibatan seorang ayah, mungkin tidak sebesar keterlibatan seorang ibu dalam keseharian mengasuh anak. Namun bukan berarti dia tidak mau terlibat. Mungkin, karena kesibukan, mungkin karena keletihan kerja. Namun, di balik itu semua, adalah anugerah yang paling besar ketika dia dalam keletihannya mendengar celotehan yang keluar dari mulut mungil anaknya, “ Papa!”

Itu semacam obat yang paling mujarab untuk menggantikan semua letih menjadi suka. Membawa keceriaan yang berbeda.

Peran seorang ayah di masyarakat seperti di Indonesia, biasanya merupakan seseorang yang mencari uang/ pencari nafkah guna memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Dan ketika kehamilan mulai berjalan, banyak ayah mulai sibuk memikirkan asuransi ini-itu untuk anak, bisnis sampingan untuk tambahan uang susu, kerja lebih keras agar dapat promosi, sehingga bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Peranan ayah semacam ini terkadang bekerja sama dengan istrinya dalam memenuhi kebutuhan mereka sekeluarga. Harga-harga yang membumbung tinggi, sering kali menjadi keluhan ‘sakit kepala’ tersendiri. Sering kali, banyak keluarga merasa kebingungan bagaimana harus membeli susu formula bayi yang semakin mahal, pendidikan anak yang juga seolah berlari cepat dalam urusan harga, kursus-popok-suster-pembantu-biaya dokter anak-baju/sepatu/celana anak, dan semua yang berurusan dengan pengeluaran keluarga itu yang terus ada di pikirannya.

Banyak kasus menempatkan Si Ayah sebagai ‘sole breadwinner’ (penopang keuangan keluarga, satu-satunya pencari nafkah). Terkadang ayah harus menyimpan stresnya sendiri karena tak mau istri dan anaknya kuatir. Terkadang dia terus putar otak, bagaimana bisa mendapatkan penghasilan yang halal buat anak istrinya. Dan di luar itu, peranannya sebagai kepala keluarga tetap tak tergoyahkan, di mana banyak keputusan penting dan keputusan tahap akhir harus tetap berada di tangannya. Dan peranan ayah menjadi lebih terlibat dalam mengurus anak sejak bayi, ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan pembantu atau ‘baby sitter’. Atau mungkin hal ini terpaksa dilakukan karena memang mereka tinggal di negara lain di mana biaya suster dan pembantu sama dengan gaji manager di satu perusahaan di Indonesia. Banyak faktor yang membuat orang pada akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan suster atau pembantu ketika mereka tinggal di luar. Dalam hal ini, peranan ayah yang sudah mencari uang ditambah dengan mengurus anak. Saya berkesempatan melihat sendiri, bahwa para ayah yang notabene bergelar S1, S2, atau bahkan S3 dengan fasih mengganti popok atau ‘diapers’ anak mereka. Menyuapkan makanan, memberi susu, memandikan, atau bahkan membersihkan sehabis ‘poop’. Hal yang sepertinya tak pernah terpikirkan sebelumnya, namun mereka fasih mengerjakannya. Walaupun satu sisi kesannya tidak ada pilihan, namun di sisi lain, setia sepenanggungan dengan istrinya. Istri kesusahan dan kelelahan dalam mengasuh anak, suami yang membantunya. Salut bagi ayah-ayah semacam ini!

Suami-suami yang tidak terlalu terlibat langsung dalam mengurus anak-anaknya, mereka yang punya pembantu dan ‘baby sitter’ juga tetap ingin menghabiskan waktu-waktu berkualitas dengan anak-anaknya. Karena pada dasarnya apa yang ditanam, waktu yang diinvestasikan untuk kebersamaan itu sendiri adalah tak ternilai. Di masa depan, pada akhirnya seorang anak tidak melulu ingat atau bahkan tak pernah tahu berapa jumlah gaji yang ayahnya hasilkan. Sama halnya Si Anak takkan pernah tahu berapa jumlah bisnis sampingan yang dikerjakan demi membesarkannya. Namun, Si Anak akan selalu ingat momen bersama ayahnya di mana mereka main di taman bersama. Main kejar-kejaran, petak umpet, atau layangan. Waktu-waktu di mana mereka melihat foto bersama waktu mereka liburan, foto bersama ketika anaknya berulang tahun. Waktu-waktu berharga di mana anaknya merasa dekat dengan ayahnya karena ayahnya menyediakan waktu dan dirinya bagi Si Anak. Itu berarti, dalam kelelahan tetap mau jika diajak main kuda-kudaan. Dalam capeknya, tetap bersedia diajak main dokter-dokteran. Tetap bersedia dan menyediakan diri. Tak selamanya dia mau, seketika dia menjadi besar, ABG sampai dewasa, dia mungkin mau pergi dengan teman-temannya. Namun, pengalaman bahwa dia dicintai, dia diterima, dia dihargai oleh ayahnya menjadi kenangan tersendiri yang tak terlupakan. Karena dia memiliki figur ayah. Figur yang sering menghilang tiba-tiba dalam hidup banyak anak. Karena banyak wanita yang akhirnya memilih menjadi ‘single parent’. Entah karena perceraian, entah karena memang tak pernah menikah dan mau membesarkan anak hasil cintanya. Figur ini menjadi banyak dirindukan. Dan bagi mereka yang tak merasakan hangatnya kasih seorang bapak, terkadang menjadi anak-anak yang kurang seimbang kejiwaannya. Peran ayah, tak bisa dikecilkan dari sudut mana pun! Walaupun keterlibatannya tidak seintens para ibu yang menyusui dan berada di dekat anaknya dalam jangka waktu panjang dan lama. Namun, peranan ayah yang setia berjuang bagi keluarga, menjadi kepala keluarga, berdoa bagi keluarga, dan menyediakan dirinya bagi kebutuhan kasih sayang Sang Anak, adalah amat penting dan tidak bisa dianggap sepele.

Peran ayah juga menjadi penting, ketika dia mengatasi ketakutannya akan darah misalnya, namun dia harus mendampingi istrinya di kamar bersalin. Dia harus mengatasi kekuatirannya akan masa depan keluarga yang dipercayakan kepadanya dengan bekerja keras dan terus berdoa mohon bimbingan Yang Kuasa.

Di luar banyak cerita soal ayah yang memukuli anaknya sampai luka parah, ayah yang melakukan perkosaan kepada anak kandungnya, ayah yang menjual anak kandungnya untuk mendapatkan sejumlah uang, dst. Di luar semua berita miring tersebut, izinkan saya mengajak kita semua tetap berharap bahwa banyak ayah yang baik di dunia ini. Dan memang mereka ada! Saya percaya bahwa pada akhirnya, kekuatan seorang ayah terletak pada kemampuannya tetap mencinta, tetap setia pada keluarga, di tengah segala keterombang-ambingan dunia. Di tengah segala ketakutan dan kekuatiran yang harus dihadapi dan diatasinya. Di tengah semua perasaan kesendirian yang pernah menyerangnya. Karena dia tetap percaya bahwa ada sosok Maha Pengasih yang terus menaunginya dengan cinta dan kasih yang cukup bagi keluarganya.

Ayah, mungkin engkau bukan figur sempurna. Tetapi, tanpamu hidup kami akan terasa hampa. Terima kasih untuk tiap detik yang kaulewati bersama kami. Tiap detik dari kami lahir sampai hari ini. Sedangkan bagi saya pribadi, sampai engkau menghadap yang kuasa sekitar enam belas setengah tahun yang lalu.

Mungkin ayah kita bukan ayah yang baik di mata kita. Mungkin dia cerewet, sering mengatur, keras/otoriter, dan banyak sifat yang kurang baik lainnya yang dimilikinya. Dan dia mungkin juga bukanlah pemberi contoh yang baik. Mungkin dia juga bukan tipe pekerja keras, bahkan yang kerja lebih keras adalah figur ibu misalnya. Apa pun yang terjadi, dia adalah ayah kita. Tanpa dia, kita tak mungkin ada di dunia ini. Sebagaimana kita tak bisa mengharapkan orang lain sempurna karena kita sendiri jauh dari sempurna (dan hal ini bagi saya pribadi semakin terasa ketika saya menjadi seorang ibu, jauh sekali apa yang ada di pikiran dalam bentuk teori-teori ideal dengan kenyataannya dalam praktik ‘motherhood’ yang saya alami sehari-hari). Saya sadar, saya bukan orang tua sempurna. Saya hanya manusia biasa dengan keterbatasan saya dan diberikan kepercayaan untuk mengasuh anak kami. Dalam segala kondisi peran ayah yang ada saat ini, entah baik atau buruk. Dalam kondisi yang akan terjadi di dunia nantinya sehubungan dengan peran ayah, entah makin baik atau makin buruk, saya hanya mau mengajak kita semua membuka mata: peran ayah walaupun tampaknya kecil, walaupun tampaknya tanpa arti karena dia bukan ayah ideal, tetapi tanpa dirinya hidup kita tidak lengkap jadinya. Bukan kebetulan ketika dia dipilih sebagai ayah kita. Hanya dia dan bukan pria lainnya. Dan dalam tubuh kita juga mengalir darah yang diwariskan darinya.

Ayah, maafkan kami, maafkan saya,

ketika saya terlalu meminta engkau menjadi sempurna

atau setidaknya seperti yang kami mau.

Padahal kami sendiri takkan pernah mampu,

jadi orang tua yang seperti anak kami inginkan.

Selalu ada kurangnya,

tak mungkin bisa memuaskan hati anak-anak kami terus-terusan.

Ayah, kami syukuri kalau hari ini kami diperbolehkan untuk melihat kasih

dan kebaikanmu yang mungkin selama ini tersembunyi…

Namun, kami tahu...

Tanpamu, ayah, kami takkan jadi seperti hari ini.

Ayah, terima kasih!

HCMC, 20 January 2010

-fon-

* mungkin tulisan ini tak bisa menggambarkan secara sempurna perasaan seorang pria, perasaan seorang ayah, karena dituliskan dari pemahaman yang berusaha dicapai oleh saya yang adalah seorang wanita. Namun, biarlah ini menjadi tanda penghargaan bagi setiap ayah yang berjuang keras dengan tetesan keringat bagi keluarganya. Ayah yang setia dan mati-matian memikirkan nasib keluarganya: istri dan anak-anaknya. Ini untuk kalian. Terima kasih.

* Ini sekaligus adalah sekuel yang saya janjikan dari tulisan sebelumnya, Tangisan dan Tawa Seorang Ibu yang bisa dilihat di Facebook notes saya http://www.facebook.com/notes/fonny-jodikin/tangisan-dan-tawa-seorang-ibu/255157233542 atau di blog saya http://fjodikin.blogspot.com/2010/01/tangisan-dan-tawa-seorang-ibu.html


sumber gambar:
http://www.linnealenkus.com/image/familyLLS11.jpg

2 comments:

  1. bagus sekali.
    minta ijin copy ya ci..
    http://henridumas.blogspot.com
    http://facebook.com/henridumas.md

    ReplyDelete
  2. @ Henri: silakan:) Asal ada sumber ato nama penulisnya ya:) Thx!

    ReplyDelete