Oleh: Fonny Jodikin
Hari ini Dea tengah memegang sebuah undangan pernikahan temannya. Bertuliskan TO : Dea and Partner.
Jujur saja, Dea bingung. Di usianya yang sudah melewati batas psikologis yaitu angka 30, Dea saat ini masih seorangan wae. Jadi, siapakah partner yang akan diajaknya ke pesta itu?
Kadang, Dea dengan gaya berani mati datang sendiri ke pesta itu. Buru-buru pulang karena tidak betah dengan pertanyaan, “ Koq sendirian aja? Mana mas-nya?” atau,
“ Kapan nih giliran kamu?”
Dari cuek,menjawab setengah santai, menjawab dengan bercanda, sampai jutek pernah dijalani semua oleh Dea. Dea sendiri terkadang merasa frustrasi dan putus asa. Bukannya dia tidak berusaha, tetapi kalau untuk urusan jodoh, bukanlah suatu hal yang bisa diprediksi. Dea tidak pernah tahu, kapan sang Prince Charmingnya akan datang. Dea juga tidak pernah tahu dengan cara apa dia dan Mr. Rightnya dipertemukan.
Well, everybody has got their own story about this… Tuhan punya caraNya sendiri untuk menghadirkan si soul-mate tersebut.
Jadi, daripada pusing, Dea memilih tidak datang ke wedding party itu. Lagian, memang bukan teman yang akrab sekali sih sama dia. Yah, mendingan Dea di rumah, nonton TV atau VCD Drama Korea yang lagi seru-serunya dan nitip ang pao saja lewat temannya yang akan pergi ke pesta itu.
Setelah membaca cerita singkat di atas…
Apakah cerita Dea di atas sounds familiar? Atau kamu sendiri tengah mengalami kondisi seperti yang Dea alami?
Memang tidak mudah berada pada kondisi ini. But trust me, you are not alone!
Begitu banyak orang terutama yang tinggal di kota besar seperti Jakarta, mengalami hal seperti ini, masih single di kala usia sudah menjelang, pas, atau bahkan sudah melewati angka 30. Terlebih lagi, akan menjadi sorotan, kalau kamu adalah seorang wanita. Memang tidak enak, namun apa mau dikata, kalau memang sang Pangeran Berkuda Putih tak kunjung tiba, apa mau memaksakan diri untuk menikah dengan siapa saja? Tidak juga, kan?
Tetapi yang namanya orang, selalu saja bertanya-tanya, “ KAPAN?” Terkadang yang mengajukan pertanyaan juga bukan orang yang ‘happily married’. Bahkan, mereka yang mengalami masalah dalam pernikahannya juga mati-matian menanyakan, “Kapan nih?”
Seolah tujuan hidup seseorang hanyalah menikah saja.
Padahal ada banyak nilai lain yang bisa diperoleh dari hidup dan kehidupan itu sendiri. Menikah hanyalah salah satu pilihan yang ada berkenaan dengan panggilan.
Di saat aku pernah mengikuti sebuah retret, dikatakan dalam Katolik terdapat 3 panggilan: Menikah, Hidup Selibat, dan Membiara.
Jadi jelas, menikah bukanlah satu-satunya tujuan hidup di dunia ini walaupun memang pernikahan adalah yang paling umum yang ada di masyarakat kita.
Ketika harus tetap berada pada roda kejombloan walaupun usia sudah merayap melewati angka 30, banyak orang yang kemudian akan mempertanyakan, “ Apa yang salah (sehingga masih single di usia 30)?” Dan kemudian pertanyaan itu dibarengi dengan jawaban mereka sendiri, “ Tampang gak jelek, karir cukup, ooo… pasti kamu terlalu pemilih!” atau “ Kamu pasti dianggap terlalu pintar sehingga mengintimidasi kaum Adam!”
Dan banyak komentar-komentar lainnya yang terkadang tidak enak didengar dan seolah mempersalahkan si jomblo. Namun, apakah sebetulnya asumsi tersebut benar? Tentu saja tidak semuanya benar! Yang menjalani tokh bukan mereka. Mereka, para komentator bak juri Indonesian Idol atau AFI, hanyalah orang yang mengomentari apa yang mereka lihat, dan bukan merasakah apa yang dialami oleh si jomblo.
Mungkin yang harus dipraktekkan adalah, “ Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan (read: katakan) ”
So what should I do?
Ketika sang jodoh yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Di saat semua teman terdekat sudah menikah dan punya momongan, sementara pacar pun belum punya.
Tidak ada hal yang lebih baik untuk dilakukan selain:
1. Berdoa kepada Tuhan.
Mohon terangNya agar memampukan kita untuk menjalani hidup ini dengan penuh. Sepenuh-penuhnya hanya di dalam DIA. Karena kita tahu dan kita percaya, hidup kita hanya akan menjadi penuh dan sempurna di dalam pengenalan kita akan Dia, di dalam kedewasaan iman dan di dalam penyelenggaraan Ilahi. Sekaligus mendoakan juga, apa yang Tuhan anggap panggilan hidup yang terbaik yang Tuhan rencanakan untuk kita. Ini menjadi penting karena untuk hidup penuh di dalam Dia, kita hendaknya mengetahui juga apa yang kita rindukan plus apa yang Dia rencanakan. Dia tidak akan memaksakan kehendakNya, namun kita juga hendaknya mencari panggilan macam apa yang kita rindukan. Setelah itu (mungkin ada baiknya jika melalui proses discernment), mendoakannya apabila memang panggilan hidup kita menikah, biar Tuhan bukakan jalan. Biar Tuhan yang membimbing kita untuk masuk ke dalam rencanaNya.
2. Tetap berusaha.
Tuhan memang akan memberikan jalan, namun kita juga hendaknya berusaha. Apabila dirasakan memang panggilan hidup kita adalah menikah, rasanya akan sulit apabila kita mengunci pintu kamar kita rapat-rapat dan tidak pergi ke mana pun-hanya di rumah saja-sambil menantikan sang Pangeran tiba. Mungkin dengan keyakinan yang agak ‘naif’ bahwa Sang Pangeran dari antah berantah akan mampir ke rumahku kalau memang dia adalah jodoh yang Tuhan sediakan bagiku. Well, mungkin saja bisa terjadi, tapi rasanya tetap akan lebih bijaksana kalau kita juga memilih aktivitas yang sesuai di mana kita bisa membuka wawasan, menambah kenalan, dan syukur-syukur mendapatkan apa yang kita cari, si Dia sang pujaan hati.
Ikutilah apa yang kamu suka, kursus bahasa, kursus musik, ikut fitness, atau apa saja yang kamu rasa positif dan berguna.
Walaupun dalam hal ini, bukan berarti berusaha menjadikan kamu bak seorang yang lagi desperado mencari jodoh. Saya pernah melihat beberapa contoh, yang selalu saja melihat setiap cowok atau cewek jomblo sebagai
‘ mangsa’. Wah, rasanya berteman biasa dulu lebih baik, daripada terlalu bernafsu ‘ hunting mangsa’. Karena dengan berteman baik, bisa melihat apakah si Dia memang cocok untukku? Apakah aku merasa nyaman bersama-sama dia. Karena pada akhirnya, ketertarikan fisik, percikan asmara, getar-getar cinta atawa chemistry awal akan berakhir. Namun, kenyamanan di saat bersama-sama dengan si Dia akan terus bertahan. Tidak Ja-Im (read:jaga image) dan bisa jadi diri sendiri di hadapan dia adalah yang terpenting.
3. Tetap bersuka cita
Kalau belum juga menikah, walaupun sudah kepengen luar biasa mungkin, tetaplah bersuka cita dalam hidupmu. Karena kalau menikah sebetulnya menghadapi lebih banyak permasalahan. Memang ada seseorang yang selalu bersama-sama dengan kita, yaitu pasangan kita, namun harus pula diingat bahwa 2 karakter yang berbeda ini membutuhkan adaptasi yang tidak sedikit di kala memutuskan untuk berumah tangga dan mengarungi bahtera itu berdua. Belum lagi problema itu masih bertambah dengan adanya penyesuaian dengan mertua, ipar, dan saudara-saudara dari pihak suami/istri kita. Trust me, hidup jomblo terkadang sangatlah menyenangkan. Walaupun tentunya juga pernah mengalami rasa kesepian yang dalam apalagi ketika mengalami sakit dan harus tinggal sendirian di kos-kosan atau apartemen mungkin… Terbayang betapa indahnya kalau sudah menikah, ada pasangan yang selalu ada untuk kita, dan menjadi a shoulder to cry on.
Setelah menjalani keduanya, single dan sekarang menikah, saya harus katakan, ada bagian dari being single yang juga tetap saya rindukan. Namun, kebahagiaan perkawinan terletak pada saling membagi dan juga adanya anak yang menjadi sumber cinta keluarga, juga tidak didapati dalam hidup single. Jadi, ada plus minusnya di tiap panggilan. Tidak semua melulu menyenangkan. Tentunya ada good times and bad times untuk tiap panggilan.
4. Tetap percaya bahwa Tuhan sediakan yang terbaik untuk kita.
Mohon karunia iman yang ditambahkan. God will never give us the second best, He’ll only give us the BEST. Masalahnya apakah kita setuju dengan Dia bahwa apa yang dianggap Tuhan paling baik untuk kita adalah memang the best for us? Karena banyak kali kita anggap Tuhan tidak memberikan yang terbaik untuk kita, karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan…
Walaupun apa yang kita inginkan tidak kesampaian tapi kalau memang Tuhan sudah sediakan, percayalah bahwa itu yang terbaik untuk kita. Sisanya, bagaimana kita menerimanya, sebagai bagian dari pemenuhan rencanaNya dalam hidup kita.
Dan akhir kata…
Sebagai orang yang juga menikah ketika sudah menginjak kepala tiga, saya bersyukur untuk masa ‘single’ yang bisa saya nikmati sepenuhnya dengan hal-hal positif yang berguna yang saya yakini adalah persiapan Tuhan bagi hidup saya sebelum mempertemukan saya dengan suami saya. Dan memang, hidup berumah tangga tidak mudah, apalagi ketika kita sudah menjadi karakter-karakter yang cukup keras dan punya prinsip sendiri setelah mengarungi kehidupan di atas 30 tahun, namun percayalah, ketika si Dia yang dari Tuhan datang, tidak ada yang sanggup menahannya, yang ada hanyalah cinta dan rasa syukur bahwa memang Tuhan sediakan yang terbaik untukku.
Hiduplah dalam kepenuhan, dalam apa pun panggilan yang tengah dijalani saat ini. Karena tiap panggilan punya masa senang dan susahnya sendiri-sendiri. Namun, keyakinan bahwa apabila kita menjalankan apa yang sudah kita impikan sedari dulu, Tuhan juga pasti berikan suka cita tersendiri. Kesulitan tidak berhenti, permasalahan tidak surut, namun suka cita berlimpah ruah bak sungai yang tak kunjung habis airnya.
Live our life to the fullest! Daripada mengomel, mengoceh, dan menjadi frustrasi, bersukacitalah di dalam Dia. Dalam Dia kita percaya bahwa rancangan yang Dia sediakan untuk kita adalah rancangan yang terbaik dan rancangan damai sejahtera.
Di kala harus menikah above 30, siapa takut? Bukan karena sombong, bukan karena keras kepala, bukan karena tidak mau introspeksi diri… Namun, apabila itu semua sudah dilakukan dan kita pun juga mau berubah untu jadi lebih baik, kita menjadi pribadi yang percaya bahwa Tuhan akan berikan segala sesuatu tepat pada waktuNya.
Amen.
Singapore, 17 Dec 2007
-fon-
Chapters of Life, begitu saya senang menyebutnya. Karena bagi saya, hidup adalah babak demi babak, bab demi bab, yang menjadikan buku kehidupan saya sempurna.
Monday, December 17, 2007
Monday, December 10, 2007
Mind Over Money
Mind Over Money : Managing Financial Stress
Inspired by Stress Management A Comprehensive Guide to Wellness
(A Book by Edward A.Charlesworth, Ph.D., and Ronald G. Nathan, Ph.D.)
Apa yang diungkapkan di buku yang tengah kubaca ini, amat sangat tepat, karena kita hidup di dunia yang sangat berpacu akan kesuksesan dan uang. Orang selalu ingin tahu, apa yang kamu miliki saat ini, sudahkah kamu memiliki rumah, mobil, apartemen yang lebih bagus? Anak-anakmu sekolah di mana? Kalau weekend apa yang kamu lakukan? Gajimu setahun ini naik berapa persen? Selalu ada angka-angka yang diukurkan dan dimasukkan ke dalam katagori suksesnya seseorang.
Secara sadar ataupun tidak, terkadang kita pun yang sudah mengenal Yesus dan sudah terbilang cukup ‘rohani’ melakukan hal ini, menilai sesama berdasarkan kadar rupiah atau dollar, menilai sesama dari apa yang mereka pakai-apa yang mereka punyai yang secara mata lahiriah bisa kita lihat.
” We are prone to judge success by the index of our salaries or the size of our automobiles rather than by the quality of our service and relationship to humanity.”
(Martin Luther King Jr.)
Benar sekali apa yang dikatakan oleh Martin Luther di atas, bahwa kita terlalu sering menilai sesama bahkan diri kita sendiri dengan angka-angka. Dan secara jujur aku harus katakan, it’s so stressful.
Apakah benar setiap orang kaya akan selalu bahagia? Kenalkah kamu akan seseorang yang kaya raya tapi sangat stress karena selalu diliputi rasa ketakutan akan kehilangan hartanya. Dia mengunci rapat-rapat setiap pintu di rumahnya, tidak percaya kepada pembantunya bahkan tidak percaya pada istrinya sendiri dan akhirnya menelan rasa takut itu sendirian dan menjadikannya orang yang sakit-sakitan. Apakah itu yang dinamakan bahagia?
Loneliness and the feeling of being unwanted is the most terrible poverty.
(Mother Teresa).
Mother Teresa mengungkapkan dengan sangat tepat, bahwa perasaan tidak diinginkan dan kesepian adalah kemiskinan yang terburuk.
Seperti contoh di atas, orang kaya tersebut sakit karena ketakutan dan kesepian. Rich but lonely. Rasanya bukan suatu alternatif yang menyenangkan karena manusia yang pada dasarnya makhluk sosial ini perlu juga kebutuhan sosial dan bersosialisasi. Kalau kaya raya tapi kesepian, apakah itu yang diinginkan? Apakah itu yang merupakan tujuan?
Do not equate money with success. There are many successful money makers who are miserable failures as human beings.
(Lloyd Shearer).
Di zaman yang cukup materialistis saat ini, harus kuakui bahwa uang memberikan banyak kemudahan di dalam hidup. Uang bisa memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Uang memberikan pilihan yang lebih kepada pemiliknya untuk menentukan pilihan mana yang dia inginkan. Dia bisa memilih makanan yang lebih bergizi, sekolah yang lebih baik, tempat tinggal yang lebih memadai, dst.
Sementara ketiadaan uang membatasi pilihan-pilihan tersebut, bahkan terpaksa harus menerima walaupun itu kurang dari standar kehidupan yang layak.
Namun, uang bukanlah segalanya! Terbukti, banyak orang yang sukses secara finansial adalah orang-orang yang kesepian, ketakutan sepanjang hidupnya, tidak punya teman, dan mungkin mengalami percekcokan dalam keluarga dikarenakan perebutan harta (read: uang).
Itukah yang diinginkan?
Tuhan cukupkan kebutuhan kita…
Kalau dibilang kurang, selalu ada saja yang kurang, karena kita manusia ini pada dasarnya tidak pernah puas, kita selalu merasa ada sesuatu yang kurang, terlebih apabila kita membandingkan apa yang kita tidak punyai dengan apa yang orang lain miliki.
Tetapi Matematikanya Tuhan tidak sama dengan Matematika kita.
Dia selalu cukupkan kebutuhan kita, namun masalahnya mampukah kita merasa cukup dan bersyukur, apakah selalu saja kurang?
Untuk mengurangi stress dikarenakan masalah keuangan, hendaknya kita bisa melihat bahwa Tuhanlah ahli Matematika yang sejati. Tidak perlu mengukur dan menghitung menurut kemampuan kita, karena kita terbatas, namun Tuhan tanpa batas, burung di udara saja Dia pelihara, apalagi kita…
Hidup di dunia yang semakin menjadi-jadi dalam hal pemborosan, membuat kita seharusnya menjadi sadar bahwa adalah pilihan kita sendiri untuk merasa cukup dan bersyukur atau selalu merasa kurang.
Tas bermerk yang harganya puluhan juta dengan tas seharga seratus ribu rupiah memiliki fungsi yang sama dengan prestige yang berbeda. Adalah pilihan kita pribadi untuk memilih yang mana yang terbaik untuk kita. Kalau kita merasa tidak bahagia karena belum mampu memiliki tas seharga puluhan juta itu, cobalah berpikir bahwa berapa banyak orang yang boro-boro memikirkan tas seharga puluhan juta hari ini karena mereka kelaparan. Mereka bahkan tidak mampu makan 3x sehari.
Mengucap syukur untuk apa yang kita miliki hari ini. Dan sadar bahwa apa pun yang kita miliki itu sifatnya sementara dan hanya titipan Tuhan. Semua itu bisa diambil kapan saja dari hidup kita bahkan tanpa peringatan/pemberitahuan sebelumnya. Bersyukur dan tidak takabur, hendaknya jadi sikap hidup kita.
Percayalah kepada sang Ahli Matematika sejati! Tuhan sendiri!
Kalau ada yang harus kita hitung hari ini, berapa banyak berkat Tuhan yang kita rasakan hadir dalam hidup kita hari ini? Itu saja
Count your blessings and be thankful to Him!
Singapore, 11 Dec 2007
-fon-
Inspired by Stress Management A Comprehensive Guide to Wellness
(A Book by Edward A.Charlesworth, Ph.D., and Ronald G. Nathan, Ph.D.)
Apa yang diungkapkan di buku yang tengah kubaca ini, amat sangat tepat, karena kita hidup di dunia yang sangat berpacu akan kesuksesan dan uang. Orang selalu ingin tahu, apa yang kamu miliki saat ini, sudahkah kamu memiliki rumah, mobil, apartemen yang lebih bagus? Anak-anakmu sekolah di mana? Kalau weekend apa yang kamu lakukan? Gajimu setahun ini naik berapa persen? Selalu ada angka-angka yang diukurkan dan dimasukkan ke dalam katagori suksesnya seseorang.
Secara sadar ataupun tidak, terkadang kita pun yang sudah mengenal Yesus dan sudah terbilang cukup ‘rohani’ melakukan hal ini, menilai sesama berdasarkan kadar rupiah atau dollar, menilai sesama dari apa yang mereka pakai-apa yang mereka punyai yang secara mata lahiriah bisa kita lihat.
” We are prone to judge success by the index of our salaries or the size of our automobiles rather than by the quality of our service and relationship to humanity.”
(Martin Luther King Jr.)
Benar sekali apa yang dikatakan oleh Martin Luther di atas, bahwa kita terlalu sering menilai sesama bahkan diri kita sendiri dengan angka-angka. Dan secara jujur aku harus katakan, it’s so stressful.
Apakah benar setiap orang kaya akan selalu bahagia? Kenalkah kamu akan seseorang yang kaya raya tapi sangat stress karena selalu diliputi rasa ketakutan akan kehilangan hartanya. Dia mengunci rapat-rapat setiap pintu di rumahnya, tidak percaya kepada pembantunya bahkan tidak percaya pada istrinya sendiri dan akhirnya menelan rasa takut itu sendirian dan menjadikannya orang yang sakit-sakitan. Apakah itu yang dinamakan bahagia?
Loneliness and the feeling of being unwanted is the most terrible poverty.
(Mother Teresa).
Mother Teresa mengungkapkan dengan sangat tepat, bahwa perasaan tidak diinginkan dan kesepian adalah kemiskinan yang terburuk.
Seperti contoh di atas, orang kaya tersebut sakit karena ketakutan dan kesepian. Rich but lonely. Rasanya bukan suatu alternatif yang menyenangkan karena manusia yang pada dasarnya makhluk sosial ini perlu juga kebutuhan sosial dan bersosialisasi. Kalau kaya raya tapi kesepian, apakah itu yang diinginkan? Apakah itu yang merupakan tujuan?
Do not equate money with success. There are many successful money makers who are miserable failures as human beings.
(Lloyd Shearer).
Di zaman yang cukup materialistis saat ini, harus kuakui bahwa uang memberikan banyak kemudahan di dalam hidup. Uang bisa memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Uang memberikan pilihan yang lebih kepada pemiliknya untuk menentukan pilihan mana yang dia inginkan. Dia bisa memilih makanan yang lebih bergizi, sekolah yang lebih baik, tempat tinggal yang lebih memadai, dst.
Sementara ketiadaan uang membatasi pilihan-pilihan tersebut, bahkan terpaksa harus menerima walaupun itu kurang dari standar kehidupan yang layak.
Namun, uang bukanlah segalanya! Terbukti, banyak orang yang sukses secara finansial adalah orang-orang yang kesepian, ketakutan sepanjang hidupnya, tidak punya teman, dan mungkin mengalami percekcokan dalam keluarga dikarenakan perebutan harta (read: uang).
Itukah yang diinginkan?
Tuhan cukupkan kebutuhan kita…
Kalau dibilang kurang, selalu ada saja yang kurang, karena kita manusia ini pada dasarnya tidak pernah puas, kita selalu merasa ada sesuatu yang kurang, terlebih apabila kita membandingkan apa yang kita tidak punyai dengan apa yang orang lain miliki.
Tetapi Matematikanya Tuhan tidak sama dengan Matematika kita.
Dia selalu cukupkan kebutuhan kita, namun masalahnya mampukah kita merasa cukup dan bersyukur, apakah selalu saja kurang?
Untuk mengurangi stress dikarenakan masalah keuangan, hendaknya kita bisa melihat bahwa Tuhanlah ahli Matematika yang sejati. Tidak perlu mengukur dan menghitung menurut kemampuan kita, karena kita terbatas, namun Tuhan tanpa batas, burung di udara saja Dia pelihara, apalagi kita…
Hidup di dunia yang semakin menjadi-jadi dalam hal pemborosan, membuat kita seharusnya menjadi sadar bahwa adalah pilihan kita sendiri untuk merasa cukup dan bersyukur atau selalu merasa kurang.
Tas bermerk yang harganya puluhan juta dengan tas seharga seratus ribu rupiah memiliki fungsi yang sama dengan prestige yang berbeda. Adalah pilihan kita pribadi untuk memilih yang mana yang terbaik untuk kita. Kalau kita merasa tidak bahagia karena belum mampu memiliki tas seharga puluhan juta itu, cobalah berpikir bahwa berapa banyak orang yang boro-boro memikirkan tas seharga puluhan juta hari ini karena mereka kelaparan. Mereka bahkan tidak mampu makan 3x sehari.
Mengucap syukur untuk apa yang kita miliki hari ini. Dan sadar bahwa apa pun yang kita miliki itu sifatnya sementara dan hanya titipan Tuhan. Semua itu bisa diambil kapan saja dari hidup kita bahkan tanpa peringatan/pemberitahuan sebelumnya. Bersyukur dan tidak takabur, hendaknya jadi sikap hidup kita.
Percayalah kepada sang Ahli Matematika sejati! Tuhan sendiri!
Kalau ada yang harus kita hitung hari ini, berapa banyak berkat Tuhan yang kita rasakan hadir dalam hidup kita hari ini? Itu saja
Count your blessings and be thankful to Him!
Singapore, 11 Dec 2007
-fon-
Tuesday, December 4, 2007
Setahun di Singapura
Setahun di Singapura
Saat ini di tahun lalu, aku menapaki hari-hari pertamaku di negeri singa ini. Bukan untuk berlibur, namun untuk tinggal di sini. Awalnya kurasakan semangat untuk berlibur sekaligus menantikan kehadiran sang bayi yang sudah tujuh bulan bermukim di perutku. Namun, masa kehamilan yang tidak mudah, membuatku menghabiskan banyak waktu di rumah. Main internet, blogging, dan tentu saja mulai menulis.
Banyak penyesuaian yang harus terjadi dan ada kebosanan yang kualami. Karena ini bukanlah liburan seminggu atau dua minggu. Yah, awalnya seminggu dan dua minggu, kemudian sudah bertambah menjadi 52 minggu? Lebih! Karena aku pindah ke Singapore tepatnya 26 November 2006.
So, it’s more than a year already…
Changes…
Sebagai seorang mellow yang menyukai keteraturan dalam hidup, perubahan drastis, tentunya bukan hal yang mudah yang harus dihadapi. Namun setahun terakhir ini, harus diakui, perubahan besar-besaran terjadi dalam hidupku.
Mulai dari seorang wanita bekerja dan aktif, menjadi ibu rumah tangga dan memiliki seorang bayi. Pindah negara membutuhkan banyak adaptasi. Mulai dari perbankan, cara belanja, cara bertransportasi, cara hidup tentunya. Awalnya aku menikmati. Namun, beberapa bulan kemudian, setelah bayiku lahir, aku juga mengalami masa-masa adaptasi yang cukup sulit. Beruntung memang, Singapura bukanlah negara yang jauh dari Indonesia, jadi banyak keluarga dan teman yang datang berkunjung. Juga mama ataupun mertua gampang untuk datang dan pergi karena kedekatan lokasi dengan Indonesia itu tadi.
Tapi tidak pernah terbayangkan dalam hidupku, mengurus bayiku sendiri. Aku belum ada pengalaman. Dan masa pasca melahirkan juga butuh waktu untuk pulih kembali. Namun, syukurlah hari-hari itu sudah terlewati. Dengan segala suka-dukanya. Jujur, kehadiran seorang bayi amat mengubah hari-hari kami, jadi penuh warna. Namun, di sisi lain, aku juga jadi tahu, betapa melelahkannya menjadi full time mommy, apalagi ketika aku belum terbiasa. Memang, aku tidak pernah memandang remeh pekerjaan ibu rumah tangga sedari dulu, itu juga karir menurutku. Karena untuk membesarkan anak dengan baik, apalagi di zamannya nanti 15-20 tahun ke depan, bukan pekerjaan mudah! Namun keyakinan bahwa Tuhan beserta kita semua anak-anakNyalah yang memberikanku kekuatan untuk menjalaninya.
Kendala Bahasa…
Beruntung sekali lagi bahwa pindah ke Singapura tidak menyebabkan adanya kendala bahasa yang berarti. Aku membayangkan seperti seorang teman yang pindah ke China, tentunya lebih sulit lagi, di mana huruf-huruf kanji mendominasi dan membuat bingung. Belum lagi kalau pindah ke Eropa, misalnya yang 100% harus bicara dalam bahasa Perancis, Belanda atau Jerman. Tentunya lebih sulit lagi.
Singapura membebaskan aku berbicara bahkan dalam bahasa Melayu. Bahasa Inggris dan Mandarin serta dialek Hokkian umum digunakan di sini. Bahasa Inggrisku tidak jelek, tapi untuk membicarakan semuanya dalam bahasa Inggris, misalnya harus ke dokter atau Audrey harus ke pediatriciannya, terkadang juga membutuhkan persiapan terlebih dahulu. Aku jadi rajin search internet untuk tahu term dalam bahasa Inggrisnya. Dan kadang-kadang aku pengen sekali bicara dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Palembang, di mana aku tidak usah mikir, cuma tinggal ngomong saja. At least aku musti mikir donk kalo bicara dalam bahasa Inggris. Bahasa Mandarin juga pas-pasan, cenderung agak jelek malah. Aku lebih pe-de bicara dalam bahasa Inggris. Yah, kalo bingung-bingung dikit, pake bahasa Mandarin aja…
Pernah nih kejadian di IKEA Alexandra, aku menuju ke bagian curtain, ceritanya sih mau beli tirai kamar mandi yang terbuat dari plastik. Aku tanyakan ke karyawati yang bertugas, dan aku bingung juga harus bilang apa. Jadi, lagi-lagi sebagai si mellow, aku menjelaskan panjanggg lebarrr…
Fon: ” Ehm humm… Do you have a curtain that’s made from plastic that you used in the bath room?” (bener sih, tapi yah panjangggg kaleee…).
Si Mbak (or si Encik yah? Hehe…), cuma bilang, “ Oh, you mean shower curtain?”
Iya bener sekali… Kenapa aku gak kepikiran yah pas ngomong tadi? Hehe… Yah begitulah salah satu kisah kendala bahasaku di negeri ini. Gak banyak sih, tapi ada lah beberapa kisahnya…
Dan menurut Singaporean, English-ku ada accentnya (of course donk! It’s not Singlish! Soalnya aku gak suka campur-campur logat. Kalo ngomong Inggris yah Inggris, moso’ dicampur : lah… meh.. lor… ogah ahh…). Kalo ngomong Mandarin juga ada accentnya.. Iya sih, accent Palembangnya or Indo-nya, so tidak sebagus mereka. At least yah bisa ngomong lah…
Untungnya masih bisa komunikasi.
Jutek…
Jangan mengharapkan pelayanan di sini akan sama seperti keramahan Indonesia. Aku berharap dan kecewa! Dengan jutek si penjual majalah bisa menjawabku dengan pandangan sinis. Begitu juga pengemudi taksi. Penjual makanan di food court. Dan di sini, mereka terburu-buru. Time is money. Sopir taxi ngebut gila-gilaan, bawa mobil pas belok gak pernah ganti gigi.
Oh ada juga sih yang baik, tentunya tidak boleh menggeneralisasi. Tapi yah, banyakan yang jutek daripada yang baiknya… Harus sabarrr dan sabarrr… (Padahal nih kalo dipikir-pikir, lha gue bayar koq… kenapa elo juga yang jutekkk…? Emangnya gratisannn… ? Udah bayar, dijutekin lagi… Ampun dahhh!).
Housewife high-tech…
Di sini, ibu-ibu rumah tangga pada canggih-canggih. Karena internet udah widely used. Jadi, kita bisa pesan barang dari hypermarket/supermarket lewat internet. Kalau dulu, nyokapku pesen barang di toko di pasar (di Palembang nih ceritanya…) dan diantar ke rumah, semisal: beras, tepung, atau gula, yang berat kalo dibawa sendiri. Di sini, kulakukan di internet. Kupesan beras, pewangi pakaian, deterjen, susu Audrey, pampers Audrey. Yang berat-berat, kupesan. Tinggal tambah delivery fee 5-8 dollar, sampai deh ke rumah. Karena kalo naik taxi juga lebih dari itu sih biaya bolak-baliknya. Jadi untuk barang-barang yang besar dan berat, kami tinggal pesan, charge credit card dan diantar deh keesokan harinya…
Hidup jadi lebih mudah!
Mall, mall, and mall…
Singapura terkenal dengan mallnya. Bukan cuma kawasan Orchard. Namun, di setiap pelosok MRT station, bus interchange station, cukup banyak mall di sekitarnya. Besar-kecilnya bervariasi tentunya. Yang terbesar saat ini Vivocity di Harbour Front situ. Tapi yang kecil-kecil juga banyak. Kadang bosan juga sih ke mall lagi, ke mall lagi.. Tapi yah, no choice juga, ujung-ujungnya yah ke mall lagi…
Mungkin yang belum diexplore pergi ke museum. Atau sejujurnya g pengen nonton concert di Esplanade, mungkin someday kalo Audrey dah rada gedean… Asik juga sih banyak artis dunia dan asia yang manggung di sini…. Looking forward deh, someday…
Akhir kata…
Masih banyak yang bisa diceritakan. Namun, kusadari bahwa setelah satu tahun penyesuaian dengan segala perubahan yang drastis ini, aku bisa melihat dengan kaca mata syukur saat ini. Memang sih, masih jadi ibu RT, belum kerja (sempat berpikir dan berusaha keras untuk kembali kerja, namun selalu bimbang kalo kerja full time dilemma waktu untuk anak). Atau kalo nggak… mungkin bener-bener serius menekuni dunia tulis-menulis, karena kegiatan ini memungkinkanku untuk memiliki cukup waktu bareng Audrey. Kalau Tuhan kasih jalan tentunya. Yang pasti mencari kegiatan biar gak bengong melulu. Karena dulu terbiasa aktif, pas nganggur tentunya tidak biasa.
Sebelumnya aku juga sempat merasa bingung dengan semua perubahan ini. Seharusnya apa dan bagaimana aku melangkah. Namun, hari-hari ini, aku tidak ragu dan tidak bimbang, karena Allah besertaku. Aku tidak dibiarkanNya sendirian, karena Dia punya rencana untukku. Rencana yang sudah disiapkanNya, dijalinNya secara rapi untukku. Tinggal tunggu waktuNya… Doakan aku yah… Siapa tau, aku bisa jadi penulis novel professional?Atau menjadi penulis skenario someday? Karena kita tidak tahu, kita tidak pernah tahu secara sempurna apa yang Dia sediakan untuk kita sampai dikuakkanNya tabir rahasia kehidupan kita…
Sekarang, menapaki hari-hariku dengan semangat baru. Yah, kalau Tuhan pindahkan aku ke sini, pasti ada tujuanNya. Kalau Tuhan berikan semua perubahan drastis ini, juga pasti ada maksudNya. Semua bukanlah kebetulan. Dan tidak ada jalan lain bagiku selain menjalaninya dan mensyukurinya. Amen
Singapore, 5 December 2007
-fon-
Saat ini di tahun lalu, aku menapaki hari-hari pertamaku di negeri singa ini. Bukan untuk berlibur, namun untuk tinggal di sini. Awalnya kurasakan semangat untuk berlibur sekaligus menantikan kehadiran sang bayi yang sudah tujuh bulan bermukim di perutku. Namun, masa kehamilan yang tidak mudah, membuatku menghabiskan banyak waktu di rumah. Main internet, blogging, dan tentu saja mulai menulis.
Banyak penyesuaian yang harus terjadi dan ada kebosanan yang kualami. Karena ini bukanlah liburan seminggu atau dua minggu. Yah, awalnya seminggu dan dua minggu, kemudian sudah bertambah menjadi 52 minggu? Lebih! Karena aku pindah ke Singapore tepatnya 26 November 2006.
So, it’s more than a year already…
Changes…
Sebagai seorang mellow yang menyukai keteraturan dalam hidup, perubahan drastis, tentunya bukan hal yang mudah yang harus dihadapi. Namun setahun terakhir ini, harus diakui, perubahan besar-besaran terjadi dalam hidupku.
Mulai dari seorang wanita bekerja dan aktif, menjadi ibu rumah tangga dan memiliki seorang bayi. Pindah negara membutuhkan banyak adaptasi. Mulai dari perbankan, cara belanja, cara bertransportasi, cara hidup tentunya. Awalnya aku menikmati. Namun, beberapa bulan kemudian, setelah bayiku lahir, aku juga mengalami masa-masa adaptasi yang cukup sulit. Beruntung memang, Singapura bukanlah negara yang jauh dari Indonesia, jadi banyak keluarga dan teman yang datang berkunjung. Juga mama ataupun mertua gampang untuk datang dan pergi karena kedekatan lokasi dengan Indonesia itu tadi.
Tapi tidak pernah terbayangkan dalam hidupku, mengurus bayiku sendiri. Aku belum ada pengalaman. Dan masa pasca melahirkan juga butuh waktu untuk pulih kembali. Namun, syukurlah hari-hari itu sudah terlewati. Dengan segala suka-dukanya. Jujur, kehadiran seorang bayi amat mengubah hari-hari kami, jadi penuh warna. Namun, di sisi lain, aku juga jadi tahu, betapa melelahkannya menjadi full time mommy, apalagi ketika aku belum terbiasa. Memang, aku tidak pernah memandang remeh pekerjaan ibu rumah tangga sedari dulu, itu juga karir menurutku. Karena untuk membesarkan anak dengan baik, apalagi di zamannya nanti 15-20 tahun ke depan, bukan pekerjaan mudah! Namun keyakinan bahwa Tuhan beserta kita semua anak-anakNyalah yang memberikanku kekuatan untuk menjalaninya.
Kendala Bahasa…
Beruntung sekali lagi bahwa pindah ke Singapura tidak menyebabkan adanya kendala bahasa yang berarti. Aku membayangkan seperti seorang teman yang pindah ke China, tentunya lebih sulit lagi, di mana huruf-huruf kanji mendominasi dan membuat bingung. Belum lagi kalau pindah ke Eropa, misalnya yang 100% harus bicara dalam bahasa Perancis, Belanda atau Jerman. Tentunya lebih sulit lagi.
Singapura membebaskan aku berbicara bahkan dalam bahasa Melayu. Bahasa Inggris dan Mandarin serta dialek Hokkian umum digunakan di sini. Bahasa Inggrisku tidak jelek, tapi untuk membicarakan semuanya dalam bahasa Inggris, misalnya harus ke dokter atau Audrey harus ke pediatriciannya, terkadang juga membutuhkan persiapan terlebih dahulu. Aku jadi rajin search internet untuk tahu term dalam bahasa Inggrisnya. Dan kadang-kadang aku pengen sekali bicara dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Palembang, di mana aku tidak usah mikir, cuma tinggal ngomong saja. At least aku musti mikir donk kalo bicara dalam bahasa Inggris. Bahasa Mandarin juga pas-pasan, cenderung agak jelek malah. Aku lebih pe-de bicara dalam bahasa Inggris. Yah, kalo bingung-bingung dikit, pake bahasa Mandarin aja…
Pernah nih kejadian di IKEA Alexandra, aku menuju ke bagian curtain, ceritanya sih mau beli tirai kamar mandi yang terbuat dari plastik. Aku tanyakan ke karyawati yang bertugas, dan aku bingung juga harus bilang apa. Jadi, lagi-lagi sebagai si mellow, aku menjelaskan panjanggg lebarrr…
Fon: ” Ehm humm… Do you have a curtain that’s made from plastic that you used in the bath room?” (bener sih, tapi yah panjangggg kaleee…).
Si Mbak (or si Encik yah? Hehe…), cuma bilang, “ Oh, you mean shower curtain?”
Iya bener sekali… Kenapa aku gak kepikiran yah pas ngomong tadi? Hehe… Yah begitulah salah satu kisah kendala bahasaku di negeri ini. Gak banyak sih, tapi ada lah beberapa kisahnya…
Dan menurut Singaporean, English-ku ada accentnya (of course donk! It’s not Singlish! Soalnya aku gak suka campur-campur logat. Kalo ngomong Inggris yah Inggris, moso’ dicampur : lah… meh.. lor… ogah ahh…). Kalo ngomong Mandarin juga ada accentnya.. Iya sih, accent Palembangnya or Indo-nya, so tidak sebagus mereka. At least yah bisa ngomong lah…
Untungnya masih bisa komunikasi.
Jutek…
Jangan mengharapkan pelayanan di sini akan sama seperti keramahan Indonesia. Aku berharap dan kecewa! Dengan jutek si penjual majalah bisa menjawabku dengan pandangan sinis. Begitu juga pengemudi taksi. Penjual makanan di food court. Dan di sini, mereka terburu-buru. Time is money. Sopir taxi ngebut gila-gilaan, bawa mobil pas belok gak pernah ganti gigi.
Oh ada juga sih yang baik, tentunya tidak boleh menggeneralisasi. Tapi yah, banyakan yang jutek daripada yang baiknya… Harus sabarrr dan sabarrr… (Padahal nih kalo dipikir-pikir, lha gue bayar koq… kenapa elo juga yang jutekkk…? Emangnya gratisannn… ? Udah bayar, dijutekin lagi… Ampun dahhh!).
Housewife high-tech…
Di sini, ibu-ibu rumah tangga pada canggih-canggih. Karena internet udah widely used. Jadi, kita bisa pesan barang dari hypermarket/supermarket lewat internet. Kalau dulu, nyokapku pesen barang di toko di pasar (di Palembang nih ceritanya…) dan diantar ke rumah, semisal: beras, tepung, atau gula, yang berat kalo dibawa sendiri. Di sini, kulakukan di internet. Kupesan beras, pewangi pakaian, deterjen, susu Audrey, pampers Audrey. Yang berat-berat, kupesan. Tinggal tambah delivery fee 5-8 dollar, sampai deh ke rumah. Karena kalo naik taxi juga lebih dari itu sih biaya bolak-baliknya. Jadi untuk barang-barang yang besar dan berat, kami tinggal pesan, charge credit card dan diantar deh keesokan harinya…
Hidup jadi lebih mudah!
Mall, mall, and mall…
Singapura terkenal dengan mallnya. Bukan cuma kawasan Orchard. Namun, di setiap pelosok MRT station, bus interchange station, cukup banyak mall di sekitarnya. Besar-kecilnya bervariasi tentunya. Yang terbesar saat ini Vivocity di Harbour Front situ. Tapi yang kecil-kecil juga banyak. Kadang bosan juga sih ke mall lagi, ke mall lagi.. Tapi yah, no choice juga, ujung-ujungnya yah ke mall lagi…
Mungkin yang belum diexplore pergi ke museum. Atau sejujurnya g pengen nonton concert di Esplanade, mungkin someday kalo Audrey dah rada gedean… Asik juga sih banyak artis dunia dan asia yang manggung di sini…. Looking forward deh, someday…
Akhir kata…
Masih banyak yang bisa diceritakan. Namun, kusadari bahwa setelah satu tahun penyesuaian dengan segala perubahan yang drastis ini, aku bisa melihat dengan kaca mata syukur saat ini. Memang sih, masih jadi ibu RT, belum kerja (sempat berpikir dan berusaha keras untuk kembali kerja, namun selalu bimbang kalo kerja full time dilemma waktu untuk anak). Atau kalo nggak… mungkin bener-bener serius menekuni dunia tulis-menulis, karena kegiatan ini memungkinkanku untuk memiliki cukup waktu bareng Audrey. Kalau Tuhan kasih jalan tentunya. Yang pasti mencari kegiatan biar gak bengong melulu. Karena dulu terbiasa aktif, pas nganggur tentunya tidak biasa.
Sebelumnya aku juga sempat merasa bingung dengan semua perubahan ini. Seharusnya apa dan bagaimana aku melangkah. Namun, hari-hari ini, aku tidak ragu dan tidak bimbang, karena Allah besertaku. Aku tidak dibiarkanNya sendirian, karena Dia punya rencana untukku. Rencana yang sudah disiapkanNya, dijalinNya secara rapi untukku. Tinggal tunggu waktuNya… Doakan aku yah… Siapa tau, aku bisa jadi penulis novel professional?Atau menjadi penulis skenario someday? Karena kita tidak tahu, kita tidak pernah tahu secara sempurna apa yang Dia sediakan untuk kita sampai dikuakkanNya tabir rahasia kehidupan kita…
Sekarang, menapaki hari-hariku dengan semangat baru. Yah, kalau Tuhan pindahkan aku ke sini, pasti ada tujuanNya. Kalau Tuhan berikan semua perubahan drastis ini, juga pasti ada maksudNya. Semua bukanlah kebetulan. Dan tidak ada jalan lain bagiku selain menjalaninya dan mensyukurinya. Amen
Singapore, 5 December 2007
-fon-
Friday, November 30, 2007
Menyambut Badai
Menyambut Badai
Kedengarannya agak sedikit di luar normal dan cenderung tidak masuk akal, tetapi itulah yang dituliskan Kahlil Gibran di bukunya yang berjudul ‘Badai.’ Tepatnya Kahlil menuliskannya sebagai berikut:
“ Kejadian menakjubkan pertama yang kuingat adalah saat aku berusia tiga tahun --- ada badai --- kurobek bajuku dan menyongsongnya --- dan sejak itu, aku selalu menyambut badai…” (Kahlil Gibran).
Mungkin sebagian dari kita, tidak terkecuali diriku bergumam dalam hati,
“ Menyambut badai? Mana mungkinnn? Sepertinya suatu hal yang mustahil…”
Badai seharusnya dalam pikiran banyak orang, hendaknya dihindari. Dan apabila badai datang, hendaknya bersembunyi sejauh-jauhnya di tempat yang aman. Boleh keluar, saat badai sudah reda tentunya. Kalau mati-matian menyambutnya, bukankah itu hal yang aneh?
Kalau diimplementasikan dalam kehidupan, badai kehidupan juga tak terhindarkan. Tak terelakkan. Badai bisa datang kapan saja, di mana saja, dan bisa melanda siapa saja tanpa pandang bulu. Jarang sekali ada orang yang siap tatkala badai datang melanda. Biasanya, hidup tengah berada pada kondisi enak atau setidaknya pada kondisi normal, ketika tiba-tiba saja badai melanda dan menyapu bersih semua yang ada. Keadaan menjadi jungkir balik, porak-poranda, dan berubah seratus delapan puluh derajad.
Misalnya tengah enak-enak memiliki pekerjaan yang mantap dengan gaji yang bagus, tiba-tiba saja tanpa bak bik buk, kena PHK dan kehilangan mata pencaharian sehingga harus menyesuaikan gaya hidup. Contoh lain, hubungan dengan kekasih tengah baik-baik saja dan lancar, aman terkendalilah ceritanya. Dan juga secara tiba-tiba datanglah si orang ketiga yang merebut sang kekasih secara paksa. Patah hati, juga termasuk salah satu badai kehidupan. Masih banyak contoh lainnya: anggota keluarga yang tiba-tiba sakit keras tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, meninggalnya salah satu anggota keluarga penopang pengeluaran rumah selama ini, harta dicuri (mobil, rumah, sepeda motor, barang berharga). Dan masih banyak lagi contoh badai-badai dalam kehidupan ini.
Badai tak terelakkan, masalahnya bisakah kita menyambutnya?
Mungkin hal yang tidak mudah. Menyambut badai sounds crazy untuk beberapa orang. Namun, apabila kita telaah lebih lanjut. Badai bisa mengubah sesuatu. Setelah badai datang dan membuat porak-poranda hidup kita, di antara semua kesakitan yang dialami, biasanya ada nilai baru yang dipelajari, ada pengertian baru yang dipahami, dan ada kedekatan relasi yang lebih lagi dengan Sang Pencipta karena menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa. Jujur di saat menghadapi badai, aku pribadi pernah merasa tidak kuat, hampir tidak bisa bertahan. Dan jujur pula, di saat badai datang sepertinya terkadang Tuhan sulit dicari, serasa Dia tengah bersembunyi. Namun, setelah datang kesadaran dan pencerahan baru dalam diri, baru bisa melihat apa makna terselubung di balik badai kehidupan ini.
Kalau Kahlil Gibran sejak umur belia, tiga tahun, sudah memiliki sikap yang demikian hebat dalam menyambut badai, mengapa kita tidak menirunya, agar kita memiliki sikap yang tahan uji. Bukankah kehidupan ini tak pernah bisa ditebak ke mana arahnya? Dan bukankah badai juga tak pernah bisa dikira kapan datangnya?
Mungkin, kita semua bisa belajar dari Kahlil Gibran hari ini, bahwa ketika badai tiba, mari menyongsongnya. Bahwa ketika badai melanda, mari menyambutnya.
Singapore, 30 November 2007
-fon-
Kedengarannya agak sedikit di luar normal dan cenderung tidak masuk akal, tetapi itulah yang dituliskan Kahlil Gibran di bukunya yang berjudul ‘Badai.’ Tepatnya Kahlil menuliskannya sebagai berikut:
“ Kejadian menakjubkan pertama yang kuingat adalah saat aku berusia tiga tahun --- ada badai --- kurobek bajuku dan menyongsongnya --- dan sejak itu, aku selalu menyambut badai…” (Kahlil Gibran).
Mungkin sebagian dari kita, tidak terkecuali diriku bergumam dalam hati,
“ Menyambut badai? Mana mungkinnn? Sepertinya suatu hal yang mustahil…”
Badai seharusnya dalam pikiran banyak orang, hendaknya dihindari. Dan apabila badai datang, hendaknya bersembunyi sejauh-jauhnya di tempat yang aman. Boleh keluar, saat badai sudah reda tentunya. Kalau mati-matian menyambutnya, bukankah itu hal yang aneh?
Kalau diimplementasikan dalam kehidupan, badai kehidupan juga tak terhindarkan. Tak terelakkan. Badai bisa datang kapan saja, di mana saja, dan bisa melanda siapa saja tanpa pandang bulu. Jarang sekali ada orang yang siap tatkala badai datang melanda. Biasanya, hidup tengah berada pada kondisi enak atau setidaknya pada kondisi normal, ketika tiba-tiba saja badai melanda dan menyapu bersih semua yang ada. Keadaan menjadi jungkir balik, porak-poranda, dan berubah seratus delapan puluh derajad.
Misalnya tengah enak-enak memiliki pekerjaan yang mantap dengan gaji yang bagus, tiba-tiba saja tanpa bak bik buk, kena PHK dan kehilangan mata pencaharian sehingga harus menyesuaikan gaya hidup. Contoh lain, hubungan dengan kekasih tengah baik-baik saja dan lancar, aman terkendalilah ceritanya. Dan juga secara tiba-tiba datanglah si orang ketiga yang merebut sang kekasih secara paksa. Patah hati, juga termasuk salah satu badai kehidupan. Masih banyak contoh lainnya: anggota keluarga yang tiba-tiba sakit keras tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, meninggalnya salah satu anggota keluarga penopang pengeluaran rumah selama ini, harta dicuri (mobil, rumah, sepeda motor, barang berharga). Dan masih banyak lagi contoh badai-badai dalam kehidupan ini.
Badai tak terelakkan, masalahnya bisakah kita menyambutnya?
Mungkin hal yang tidak mudah. Menyambut badai sounds crazy untuk beberapa orang. Namun, apabila kita telaah lebih lanjut. Badai bisa mengubah sesuatu. Setelah badai datang dan membuat porak-poranda hidup kita, di antara semua kesakitan yang dialami, biasanya ada nilai baru yang dipelajari, ada pengertian baru yang dipahami, dan ada kedekatan relasi yang lebih lagi dengan Sang Pencipta karena menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa. Jujur di saat menghadapi badai, aku pribadi pernah merasa tidak kuat, hampir tidak bisa bertahan. Dan jujur pula, di saat badai datang sepertinya terkadang Tuhan sulit dicari, serasa Dia tengah bersembunyi. Namun, setelah datang kesadaran dan pencerahan baru dalam diri, baru bisa melihat apa makna terselubung di balik badai kehidupan ini.
Kalau Kahlil Gibran sejak umur belia, tiga tahun, sudah memiliki sikap yang demikian hebat dalam menyambut badai, mengapa kita tidak menirunya, agar kita memiliki sikap yang tahan uji. Bukankah kehidupan ini tak pernah bisa ditebak ke mana arahnya? Dan bukankah badai juga tak pernah bisa dikira kapan datangnya?
Mungkin, kita semua bisa belajar dari Kahlil Gibran hari ini, bahwa ketika badai tiba, mari menyongsongnya. Bahwa ketika badai melanda, mari menyambutnya.
Singapore, 30 November 2007
-fon-
Thursday, November 15, 2007
Perdonare
Dear friends...
Tadinya mau nulis dalam bahasa Indo. Entah kenapa, tuntunannya ke arah nulis in English. Anyway, mungkin ini tulisan religious pertama yang berbahasa Inggris....:)
Kalo msh banyak kekurangan di sana-sini harap maklum...
GBU...
-fon-
Perdonare
The title of this article was taken from the book of Mitch Albom, For One More Day. Here I am, writing my new insight and reflection that came from that book.
Mitch Albom, with his popular book that has been widely known, Tuesdays with Morrie, this time has nailed it again! He made such a wonderful story which was packaged in a ‘ghost’ story. And we’ll find out why it’s a ‘ghost’ story…
The Journey that I found inside FOR ONE MORE DAY…
This story is about Charles “Chick” Benetto. He was once a pretty famous baseball player. He was going to kill himself. And the reason why he wanted to do that was most likely: he was just so depressed of himself. His daughter had had her wedding party without inviting him, and that had made him felt so desperate. He didn’t got the invitation because he’s always been drunk and has been living his life as a looser (from the big time as a baseball player, then turning himself into a salesman, that made him very depressed and frustrated).
He tried to kill himself for several times. And then that’s the time when his soul met his mother’s. There’s nothing wrong with that! Despite the fact that his mother has died 8 years earlier! (Well, now you know why it’s called a ‘ghost’ story, right?:))
First, I was stunned. No, I wasn’t the kind of person who liked a horror movie, not to mention horror stories. But this book has made me see a lot further than I thought. And actually, it’s not that scary at all:)
Chick Benetto was taken into several places by his mom. And he met some people there. Some people he knew, but some he didn’t. A secret was revealed by his mom that his father had had another wife, she’s an Italian.
The wonderful thing that I found during reading this book, I found Chick was truly sorry for what he’s done to his mother. For leaving her in such a hurry, due to a game- a reunion baseball game- that his father asked him to go. He left her mother’s birthday party, and then after the game he called his wife. She was telling him that his mother had passed away. He felt so sorry. Sorry for telling her a lie. And so sorry that he didn’t got a chance to see her mother for the last time.
Forgive!
While they went to his father’s second wife’s place. She was mumbling, “ Perdonare.” Chick asked his mother, what’s the meaning of that word?
These are their dialogues:
“ Mom…” My throat was raw. I had to swallow between words. “ That woman…?” What was she saying?”
She gently lowered my shoulders. “ Forgive.”
“ Forgive her? Dad?”
My head touched the earth. I felt moist blood trickling down my temples.
“ Yourself, ” she said.
After reading this part, my heart was trembled. How often we could easily forgive others, but forgot to forgive ourselves?
While there’re so many painful moments, we got angry. We keep the wrath within ourselves. We’re so angry with ourselves. Many times we blame ourselves. Blame ourselves for being naïve, blame ourselves for being stupid for some time, blame ourselves for the failure, blame ourselves for the mistakes we’ve done.
But how many times we have forgiven ourselves?
We need our own forgiveness. Some cases involved no mercy for ourselves. God has already forgiven us, because His mercy is flowing like a never-ending river. But we fail to forgive ourselves.
I’ve experienced that. I myself find it hard to forgive myself. But, if that’s the only thing to get better, if that’s the only thing which can make ourselves closer to God and grow more mature in our faith, would there be doubt when it comes to self-forgiveness?
I do hope, starting this day, we could ‘perdonare’ ourselves. We could forgive ourselves. We are not perfect, that’s why we need to forgive ourselves over and over again. It’s not an excuse to make mistakes, though… But we need to maintain ‘perdonare’ in order to have a healthy mind and soul. We need to find peace within ourselves. With the minister of the Holy Spirit, may peace be with us today and forever. Amen.
Singapore, 15th of November, 2007
-fon
Tadinya mau nulis dalam bahasa Indo. Entah kenapa, tuntunannya ke arah nulis in English. Anyway, mungkin ini tulisan religious pertama yang berbahasa Inggris....:)
Kalo msh banyak kekurangan di sana-sini harap maklum...
GBU...
-fon-
Perdonare
The title of this article was taken from the book of Mitch Albom, For One More Day. Here I am, writing my new insight and reflection that came from that book.
Mitch Albom, with his popular book that has been widely known, Tuesdays with Morrie, this time has nailed it again! He made such a wonderful story which was packaged in a ‘ghost’ story. And we’ll find out why it’s a ‘ghost’ story…
The Journey that I found inside FOR ONE MORE DAY…
This story is about Charles “Chick” Benetto. He was once a pretty famous baseball player. He was going to kill himself. And the reason why he wanted to do that was most likely: he was just so depressed of himself. His daughter had had her wedding party without inviting him, and that had made him felt so desperate. He didn’t got the invitation because he’s always been drunk and has been living his life as a looser (from the big time as a baseball player, then turning himself into a salesman, that made him very depressed and frustrated).
He tried to kill himself for several times. And then that’s the time when his soul met his mother’s. There’s nothing wrong with that! Despite the fact that his mother has died 8 years earlier! (Well, now you know why it’s called a ‘ghost’ story, right?:))
First, I was stunned. No, I wasn’t the kind of person who liked a horror movie, not to mention horror stories. But this book has made me see a lot further than I thought. And actually, it’s not that scary at all:)
Chick Benetto was taken into several places by his mom. And he met some people there. Some people he knew, but some he didn’t. A secret was revealed by his mom that his father had had another wife, she’s an Italian.
The wonderful thing that I found during reading this book, I found Chick was truly sorry for what he’s done to his mother. For leaving her in such a hurry, due to a game- a reunion baseball game- that his father asked him to go. He left her mother’s birthday party, and then after the game he called his wife. She was telling him that his mother had passed away. He felt so sorry. Sorry for telling her a lie. And so sorry that he didn’t got a chance to see her mother for the last time.
Forgive!
While they went to his father’s second wife’s place. She was mumbling, “ Perdonare.” Chick asked his mother, what’s the meaning of that word?
These are their dialogues:
“ Mom…” My throat was raw. I had to swallow between words. “ That woman…?” What was she saying?”
She gently lowered my shoulders. “ Forgive.”
“ Forgive her? Dad?”
My head touched the earth. I felt moist blood trickling down my temples.
“ Yourself, ” she said.
After reading this part, my heart was trembled. How often we could easily forgive others, but forgot to forgive ourselves?
While there’re so many painful moments, we got angry. We keep the wrath within ourselves. We’re so angry with ourselves. Many times we blame ourselves. Blame ourselves for being naïve, blame ourselves for being stupid for some time, blame ourselves for the failure, blame ourselves for the mistakes we’ve done.
But how many times we have forgiven ourselves?
We need our own forgiveness. Some cases involved no mercy for ourselves. God has already forgiven us, because His mercy is flowing like a never-ending river. But we fail to forgive ourselves.
I’ve experienced that. I myself find it hard to forgive myself. But, if that’s the only thing to get better, if that’s the only thing which can make ourselves closer to God and grow more mature in our faith, would there be doubt when it comes to self-forgiveness?
I do hope, starting this day, we could ‘perdonare’ ourselves. We could forgive ourselves. We are not perfect, that’s why we need to forgive ourselves over and over again. It’s not an excuse to make mistakes, though… But we need to maintain ‘perdonare’ in order to have a healthy mind and soul. We need to find peace within ourselves. With the minister of the Holy Spirit, may peace be with us today and forever. Amen.
Singapore, 15th of November, 2007
-fon
Wednesday, November 14, 2007
Mataku kini memandangi Jalan-Jalan Penuh Keindahan (3)
Mataku kini memandangi Jalan-Jalan Penuh Keindahan (3)
Gede Prama, pada bagian epilog buku ini menuliskan, bahwa maksud dari jalan-jalan keindahan adalah sederhana. Pertama, hidup di atas dualitas. Yaitu ketika suka itu berkunjung, cobalah untuk berbisik ke dalam diri: sebentar lagi ia juga akan pergi! Hal yang sama juga layak dibisikkan ketika kesedihan mengunjungi kehidupan.
Dan kedua, membingkai semua pandangan dengan rasa syukur. Ada banyak hal yang mengesankan yang kubaca dari buku ini, tapi biarlah ini tulisan bagian ke-3 ini mengakhiri tulisanku tentang buku ini.
Luka Ternyata Membawa Permata
Tidak ada orang yang berdoa agar hidupnya dilukai atau terlukai, entah secara fisik atau psikologis. Akan tetapi, kendati tidak berdoa, bahkan demikian waspada dan hati-hatinya terhadap kemungkinan dilukai, tetap saja luka-luka itu terkadang datang tak terelakkan. Entah itu melalui orang tua, pacar, teman kerja, relasi, tetangga, atau malah melalui pasangan hidup, tetap saja ada pintu-pintu kehidupan yang terbuka bagi datangnya luka. (hal.173)
Sejarah bangsa-bangsa membuktikan, bahwa bangsa yang besar juga memiliki sejarah luka yang hebat. Dan bentangan gambar kehidupan ini sedang bertutur: luka ternyata membawa harta! Sayangnya, terlalu sedikit yang bisa menemukan harta yang dibawa luka. Mungkin karena kita manusia sudah demikian seriusnya dengan air mata. Tidak saja air mata menutupi mata, tetapi juga menutupi hampir seluruh penglihatan tentang harta yang dibawa luka. Tidak sedikit orang yang tidak saja buta akan harta yang dibawa luka, sebaliknya di samping meninggalkan hartanya juga menciptakan luka-luka baru yang lebih dalam. Ini yang terjadi pada orang-orang yang luka, kemudian mengibarkan bendera-bendera kebencian dan pembalasan tinggi-tinggi. (hal.175).
Seorang sahabat Gede Prama yang bertahun-tahun digulung oleh gelombang besar luka dan menumpahkan air mata yang tidak sedikit, belakangan sempat berbisik pelan: hidup ini mirip dengan kegiatan membuka lapisan-lapisan bawang merah. Awalnya berwarna merah dan kering, semakin dibuka kulit bawang merahnya semakin ia berwarna lebih putih (baca jernih, bersih, tanpa cela). Dan di ujung perjalanan, yang tersisa hanya satu: air mata! Bukan air mata luka, tetapi air mata permata yang dibawa luka. Ia tidak melewati sungai duka cita, melainkan dibawa oleh cahaya-cahaya suka cita. Ia tidak ditemani oleh kebencian dan dendam, namun bersayapkan dua hal: cinta dan keikhlasan.
My reflection on this article…
Luka, suka atau tidak suka, tidak terelakkan dalam hidup ini. Luka memang terkadang amat menyakitkan, dan terkadang sedemikian sakitnya hati kita yang terluka, sehingga kita cenderung membenci dan mendendam. Banyak tindakan kekerasan, tindak kejahatan, dari tindakan kriminal ringan sampai pembunuhan berawal dari luka dan akhirnya membuat luka yang baru. Luka menimbulkan luka. Itu yang terjadi di masyarakat kita, dan tidak mustahil terjadi di dalam diri kita, entah di lingkup keluarga, lingkup pertemanan, atau lingkup dunia kerja.
It happens!
Namun, sebagai umat Kristiani, kita disadarkan oleh kasih Yesus. Kasih Yesus memampukan kita melewati semua luka bersama Dia. Dia selalu menemani kita dan kita tidak pernah dibiarkanNya sendirian. Luka memang menyakitkan, namun luka selalu bisa dipulihkan oleh kasih Yesus yang sempurna.
Kasih Yesus mampu memasuki relung-relung hati kita yang terluka parah. Dan bukan itu saja, juga mampu memulihkan dan menyembuhkannya kembali seperti sedia kala.
Dan setelah kita melewati itu semua, bersama Yesus tentunya, kita akan sadari bahwa luka itu juga membawa permata yang pada saat kita terluka, tidak bisa kita lihat kilau cahayanya.
And finally we can be what we are today, juga karena sebagian dari luka itu mendewasakan kita dan menjadikan kita ‘someone better.’
Luka bisa menjadikan kita tambah terpuruk. Tapi, dalam Tuhan, kita percaya bahwa luka menjadikan kita semakin berkilau bak permata. Permata-permataNya di dunia ini.
Singapore, 14 Nov 2007
-fon-
Gede Prama, pada bagian epilog buku ini menuliskan, bahwa maksud dari jalan-jalan keindahan adalah sederhana. Pertama, hidup di atas dualitas. Yaitu ketika suka itu berkunjung, cobalah untuk berbisik ke dalam diri: sebentar lagi ia juga akan pergi! Hal yang sama juga layak dibisikkan ketika kesedihan mengunjungi kehidupan.
Dan kedua, membingkai semua pandangan dengan rasa syukur. Ada banyak hal yang mengesankan yang kubaca dari buku ini, tapi biarlah ini tulisan bagian ke-3 ini mengakhiri tulisanku tentang buku ini.
Luka Ternyata Membawa Permata
Tidak ada orang yang berdoa agar hidupnya dilukai atau terlukai, entah secara fisik atau psikologis. Akan tetapi, kendati tidak berdoa, bahkan demikian waspada dan hati-hatinya terhadap kemungkinan dilukai, tetap saja luka-luka itu terkadang datang tak terelakkan. Entah itu melalui orang tua, pacar, teman kerja, relasi, tetangga, atau malah melalui pasangan hidup, tetap saja ada pintu-pintu kehidupan yang terbuka bagi datangnya luka. (hal.173)
Sejarah bangsa-bangsa membuktikan, bahwa bangsa yang besar juga memiliki sejarah luka yang hebat. Dan bentangan gambar kehidupan ini sedang bertutur: luka ternyata membawa harta! Sayangnya, terlalu sedikit yang bisa menemukan harta yang dibawa luka. Mungkin karena kita manusia sudah demikian seriusnya dengan air mata. Tidak saja air mata menutupi mata, tetapi juga menutupi hampir seluruh penglihatan tentang harta yang dibawa luka. Tidak sedikit orang yang tidak saja buta akan harta yang dibawa luka, sebaliknya di samping meninggalkan hartanya juga menciptakan luka-luka baru yang lebih dalam. Ini yang terjadi pada orang-orang yang luka, kemudian mengibarkan bendera-bendera kebencian dan pembalasan tinggi-tinggi. (hal.175).
Seorang sahabat Gede Prama yang bertahun-tahun digulung oleh gelombang besar luka dan menumpahkan air mata yang tidak sedikit, belakangan sempat berbisik pelan: hidup ini mirip dengan kegiatan membuka lapisan-lapisan bawang merah. Awalnya berwarna merah dan kering, semakin dibuka kulit bawang merahnya semakin ia berwarna lebih putih (baca jernih, bersih, tanpa cela). Dan di ujung perjalanan, yang tersisa hanya satu: air mata! Bukan air mata luka, tetapi air mata permata yang dibawa luka. Ia tidak melewati sungai duka cita, melainkan dibawa oleh cahaya-cahaya suka cita. Ia tidak ditemani oleh kebencian dan dendam, namun bersayapkan dua hal: cinta dan keikhlasan.
My reflection on this article…
Luka, suka atau tidak suka, tidak terelakkan dalam hidup ini. Luka memang terkadang amat menyakitkan, dan terkadang sedemikian sakitnya hati kita yang terluka, sehingga kita cenderung membenci dan mendendam. Banyak tindakan kekerasan, tindak kejahatan, dari tindakan kriminal ringan sampai pembunuhan berawal dari luka dan akhirnya membuat luka yang baru. Luka menimbulkan luka. Itu yang terjadi di masyarakat kita, dan tidak mustahil terjadi di dalam diri kita, entah di lingkup keluarga, lingkup pertemanan, atau lingkup dunia kerja.
It happens!
Namun, sebagai umat Kristiani, kita disadarkan oleh kasih Yesus. Kasih Yesus memampukan kita melewati semua luka bersama Dia. Dia selalu menemani kita dan kita tidak pernah dibiarkanNya sendirian. Luka memang menyakitkan, namun luka selalu bisa dipulihkan oleh kasih Yesus yang sempurna.
Kasih Yesus mampu memasuki relung-relung hati kita yang terluka parah. Dan bukan itu saja, juga mampu memulihkan dan menyembuhkannya kembali seperti sedia kala.
Dan setelah kita melewati itu semua, bersama Yesus tentunya, kita akan sadari bahwa luka itu juga membawa permata yang pada saat kita terluka, tidak bisa kita lihat kilau cahayanya.
And finally we can be what we are today, juga karena sebagian dari luka itu mendewasakan kita dan menjadikan kita ‘someone better.’
Luka bisa menjadikan kita tambah terpuruk. Tapi, dalam Tuhan, kita percaya bahwa luka menjadikan kita semakin berkilau bak permata. Permata-permataNya di dunia ini.
Singapore, 14 Nov 2007
-fon-
Friday, November 2, 2007
Mataku kini memandangi Jalan-Jalan Penuh Keindahan (2)
Harta Karun Sepanjang Perjalanan
Gede Prama mengisahkan sebuah buku yang dibaca, The Alchemist karya Paulo Coelho. Intinya menceritakan seorang anak kecil , bernama Santiago yang bermimpi harus pergi ke Piramid di Mesir karena ada harta karun yang siap digali dan ditemukan. Mimpi itu terus hadir berulang-ulang. Dan Santiago menuruti mimpinya. Pergilah ia ke pelabuhan, dan di sana dia ditipu orang sehingga uangnya habis dan dia menjadi sengsara. Akhirnya dia diterima menjadi pegawai di toko kristal, di mana ia belajar kehidupan dengan membersihkan kristal. Setelah uang terkumpul, ia menyeberangi gurun pasir dengan kendaraan yang ada saat itu.
Ada pertempuran dahsyat di gurun, dan perjalanannya terhenti di sebuah Oasis. Di sini ia terhenti lama, sampai menemukan Fatima yang bersedia menjadi kekasihnya. Dia juga bertemu the alchemist (orang bijak yang sudah menemukan misi hidupnya) yang menjadi guru Santiago.
Setelah bosan menunggu perang berakhir, Santiago berangkat ditemani gurunya ke Mesir. Di tengah jalan, lagi-lagi dia terkena sial, dia ditangkap sekelompok pasukan perang dan diancam dibunuh. Untuk memperpanjang waktu, the alchemist mengatakan kalau Santiago adalah seorang alchemist yang bisa mengubah diri menjadi angin yang bisa merontokkan segalanya dalam tiga hari. Santiago ketakutan, dan dengan terpaksa karena dirinya bukan alchemist, dia berdoa dan bermeditasi. Alhasil, hari ketiga tiba, dia berhasil mendatangkan angin yang meruntuhkan tenda. Bebaslah ia dari ancaman kematian.
Lalu akhirnya ia sampai di Piramid. Ia menggali dan terus menggali. Tiba-tiba datang orang yang curiga: cari apa? Santiago yang polos itu menceritakan kalau dirinya tengah mencari harta karun. Orang asing tadi curiga, jangan-jangan sebagian harta sudah diketemukan. Dirampas dan dibukalah tasnya. Di sana tersisa emas hasil pemberian gurunya. Melihat hasil itu, dipukulilah Santiago agar ia menggali lebih keras. Hasilnya, tanah-tanah kosong. Semakin ia tidak menemukan yang dicari, makin berat siksaan yang diterima. Dalam kesedihan yang mendalam ini, tiba-tiba ia protes keras dengan sang hati: bagaimana hati bisa bohong padanya?Bukankah gurunya mengatakan suara hati adalah suara yang tertinggi?
Lama diratapinya nasibnya. Sampai akhirnya ia sadar bahwa sebenarnya dirinya sudah menemukan harta karun kehidupan di sepanjang perjalanan yang dilalui. Ketika dirampok di pelabuhan, untuk pertama kalinya, ia tahu lebih banyak tentang manusia lengkap dengan kenaifannya. Kala bekerja di toko kristal, ia tidak saja belajar membersihkan kristal, namun juga membersihkan hati dan pikiran. Dalam perjalanan menuju Oasis, ia tahu kalau gurun pasir adalah lambang kebijaksanaan yang amat tua. Di situ pula, ia bertemu cinta yang agung dan tinggi bersama Fatima. Bersama gurunya, the Alchemist, Santiago tidak saja tahu kalau ada orang yang bisa mengubah logam jadi emas, tapi juga dibantu untuk menemukan misi hidupnya. Ketika ditangkap, dengan keterpaksaan yang tinggi ia belajar berdoa.
Gede Prama menuliskan: ternyata harta karun kehidupan tercecer di sepanjang perjalanan. Tidak sedikit yang mengira kalau harta karunnya ada di tempat tujuan. Ada yang menganggap baru bahagia setelah pensiun. Dan seteleh pensiun, mereka malah ditunggu penyakit, stres dan kematian. Ada yang berasumsi kalau hidupnya akan berarti jika anak-anak sudah selesai sekolah dan bekerja. Ternyata setelah anak bekerja, mereka berkeluarga dan sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang yakin kalau duduk di kursi tertinggi adalah kekayaan tertinggi. Begitu digergaji kiri dan kanan, dijatuhkan oleh ini itu, diterjang aneka skandal, mereka baru tahu kalau kursi panas itu tidak jauh berbeda dengan neraka.
My own reflection on this article …
Kita tidak perlu menunggu sampai keadaan sempurna baru bahagia. Karena keadaan tidak akan pernah sempurna. Apa yang kita bisa lakukan adalah ‘just enjoy it along the way’.
Sesuatu yang kita kira merupakan tujuan akhir hidup kita, merupakan harta karun kita dan kita perjuangkan dengan sungguh, belum tentu menjadi momentum yang paling membahagiakan. Karena harta karun kehidupan kita tercecer, bak sebuah puzzle dengan kepingan-kepingannya, ada di setiap bagian dari perjalanan hidup kita. It’s a part of the journey called LIFE.
Keadaan yang terburuk yang pernah terjadi, apabila kita telaah lebih lanjut, terkadang merupakan suatu cara dari yang kuasa untuk mendewasakan kita secara iman. Terkadang, pada saat kita mengalaminya, karena terlalu sedih atau terlalu menyakitkan, kita cenderung tidak mampu melihat rahmat yang tersembunyi di balik semua itu.
Jadi, apa yang kita anggap merupakan sesuatu yang buruk, mungkin tidak seburuk apa yang kita pikirkan. Tetap berusaha mencari, harta karun apa yang Tuhan sembunyikan dari kejadian-kejadian ini? Dan berusaha menemukan harta karun yang sudah Tuhan berikan melalui setiap detik kejadian dalam hidup kita. Everything happens for a reason.
Di masa lalu, Tuhan sudah berikan harta karunNya. Di hari ini, Tuhan juga menebar harta karunNya. Dan di masa depan, serpihan harta karun itu juga masih tetap ada.
Past, present, and our future adalah kepingan puzzle harta karunNya yang tersembunyi di balik semua peristiwa yang terjadi. Cukup pekakah kita menyadari setiap harta karunNya itu?
Singapore, 2 Nov 2007
-fon-
Gede Prama mengisahkan sebuah buku yang dibaca, The Alchemist karya Paulo Coelho. Intinya menceritakan seorang anak kecil , bernama Santiago yang bermimpi harus pergi ke Piramid di Mesir karena ada harta karun yang siap digali dan ditemukan. Mimpi itu terus hadir berulang-ulang. Dan Santiago menuruti mimpinya. Pergilah ia ke pelabuhan, dan di sana dia ditipu orang sehingga uangnya habis dan dia menjadi sengsara. Akhirnya dia diterima menjadi pegawai di toko kristal, di mana ia belajar kehidupan dengan membersihkan kristal. Setelah uang terkumpul, ia menyeberangi gurun pasir dengan kendaraan yang ada saat itu.
Ada pertempuran dahsyat di gurun, dan perjalanannya terhenti di sebuah Oasis. Di sini ia terhenti lama, sampai menemukan Fatima yang bersedia menjadi kekasihnya. Dia juga bertemu the alchemist (orang bijak yang sudah menemukan misi hidupnya) yang menjadi guru Santiago.
Setelah bosan menunggu perang berakhir, Santiago berangkat ditemani gurunya ke Mesir. Di tengah jalan, lagi-lagi dia terkena sial, dia ditangkap sekelompok pasukan perang dan diancam dibunuh. Untuk memperpanjang waktu, the alchemist mengatakan kalau Santiago adalah seorang alchemist yang bisa mengubah diri menjadi angin yang bisa merontokkan segalanya dalam tiga hari. Santiago ketakutan, dan dengan terpaksa karena dirinya bukan alchemist, dia berdoa dan bermeditasi. Alhasil, hari ketiga tiba, dia berhasil mendatangkan angin yang meruntuhkan tenda. Bebaslah ia dari ancaman kematian.
Lalu akhirnya ia sampai di Piramid. Ia menggali dan terus menggali. Tiba-tiba datang orang yang curiga: cari apa? Santiago yang polos itu menceritakan kalau dirinya tengah mencari harta karun. Orang asing tadi curiga, jangan-jangan sebagian harta sudah diketemukan. Dirampas dan dibukalah tasnya. Di sana tersisa emas hasil pemberian gurunya. Melihat hasil itu, dipukulilah Santiago agar ia menggali lebih keras. Hasilnya, tanah-tanah kosong. Semakin ia tidak menemukan yang dicari, makin berat siksaan yang diterima. Dalam kesedihan yang mendalam ini, tiba-tiba ia protes keras dengan sang hati: bagaimana hati bisa bohong padanya?Bukankah gurunya mengatakan suara hati adalah suara yang tertinggi?
Lama diratapinya nasibnya. Sampai akhirnya ia sadar bahwa sebenarnya dirinya sudah menemukan harta karun kehidupan di sepanjang perjalanan yang dilalui. Ketika dirampok di pelabuhan, untuk pertama kalinya, ia tahu lebih banyak tentang manusia lengkap dengan kenaifannya. Kala bekerja di toko kristal, ia tidak saja belajar membersihkan kristal, namun juga membersihkan hati dan pikiran. Dalam perjalanan menuju Oasis, ia tahu kalau gurun pasir adalah lambang kebijaksanaan yang amat tua. Di situ pula, ia bertemu cinta yang agung dan tinggi bersama Fatima. Bersama gurunya, the Alchemist, Santiago tidak saja tahu kalau ada orang yang bisa mengubah logam jadi emas, tapi juga dibantu untuk menemukan misi hidupnya. Ketika ditangkap, dengan keterpaksaan yang tinggi ia belajar berdoa.
Gede Prama menuliskan: ternyata harta karun kehidupan tercecer di sepanjang perjalanan. Tidak sedikit yang mengira kalau harta karunnya ada di tempat tujuan. Ada yang menganggap baru bahagia setelah pensiun. Dan seteleh pensiun, mereka malah ditunggu penyakit, stres dan kematian. Ada yang berasumsi kalau hidupnya akan berarti jika anak-anak sudah selesai sekolah dan bekerja. Ternyata setelah anak bekerja, mereka berkeluarga dan sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang yakin kalau duduk di kursi tertinggi adalah kekayaan tertinggi. Begitu digergaji kiri dan kanan, dijatuhkan oleh ini itu, diterjang aneka skandal, mereka baru tahu kalau kursi panas itu tidak jauh berbeda dengan neraka.
My own reflection on this article …
Kita tidak perlu menunggu sampai keadaan sempurna baru bahagia. Karena keadaan tidak akan pernah sempurna. Apa yang kita bisa lakukan adalah ‘just enjoy it along the way’.
Sesuatu yang kita kira merupakan tujuan akhir hidup kita, merupakan harta karun kita dan kita perjuangkan dengan sungguh, belum tentu menjadi momentum yang paling membahagiakan. Karena harta karun kehidupan kita tercecer, bak sebuah puzzle dengan kepingan-kepingannya, ada di setiap bagian dari perjalanan hidup kita. It’s a part of the journey called LIFE.
Keadaan yang terburuk yang pernah terjadi, apabila kita telaah lebih lanjut, terkadang merupakan suatu cara dari yang kuasa untuk mendewasakan kita secara iman. Terkadang, pada saat kita mengalaminya, karena terlalu sedih atau terlalu menyakitkan, kita cenderung tidak mampu melihat rahmat yang tersembunyi di balik semua itu.
Jadi, apa yang kita anggap merupakan sesuatu yang buruk, mungkin tidak seburuk apa yang kita pikirkan. Tetap berusaha mencari, harta karun apa yang Tuhan sembunyikan dari kejadian-kejadian ini? Dan berusaha menemukan harta karun yang sudah Tuhan berikan melalui setiap detik kejadian dalam hidup kita. Everything happens for a reason.
Di masa lalu, Tuhan sudah berikan harta karunNya. Di hari ini, Tuhan juga menebar harta karunNya. Dan di masa depan, serpihan harta karun itu juga masih tetap ada.
Past, present, and our future adalah kepingan puzzle harta karunNya yang tersembunyi di balik semua peristiwa yang terjadi. Cukup pekakah kita menyadari setiap harta karunNya itu?
Singapore, 2 Nov 2007
-fon-
Thursday, November 1, 2007
Mataku kini memandangi Jalan-Jalan Penuh Keindahan (1)
Mataku kini memandangi Jalan-Jalan Penuh Keindahan (1)
Sebagaimana layaknya sebuah hadiah, tentu menyenangkan untuk menerimanya. Dan itulah yang kuterima dari seorang teman lama dari Jakarta saat berkunjung ke Singapura (and I thank Atien for that- Thanks ya!). Sebuah buku Gede Prama yang bertajuk : Jalan-Jalan Penuh Keindahan. Membaca tulisan Gede Prama ini membuatku ingin menuliskan beberapa ide yang sungguh menggugah hatiku, terutama di saat ini, di mana begitu banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupanku.
Inilah ide tersebut, yang kutuangkan dalam beberapa tulisan…
Melihat Sidik Jari Tuhan
Seperti apa harimu hari ini? Sibuk? Tergesa-gesa memulainya? Memulainya dengan keluhan karena pagi-pagi buta sudah hujan dan membuat malas untuk memulai aktivitas? Atau cerah-ceria? Melihat hangatnya mentari pagi yang diam-diam memasuki ruang kamarmu dengan senyuman?
Gede Prama melalui buku yang dia baca, Handbook for the Soul karangan Rabbi Harold Kushner, menuliskan bahwa di setiap kejadian ada sidik jari Tuhan.
Aku terperangah: gabungan antara takjub dan tersadar sekali lagi. Menyadari betapa benarnya perkataan itu! Terkadang, kita terlalu sibuk untuk melihat hal itu. Untuk merasakan bahwa God’s fingerprint is everywhere in this daily life of ours.
Dia bisa menyapa lewat senyuman seorang anak, dia bisa menyapa lewat sebuah e-mail yang ‘inspiring’ yang kita terima, dia bisa menyapa lewat telepon dari seorang sahabat lama yang sudah lama tak saling kontak, dia bisa menyapa lewat alam: embun, matahari, awan, mendung, hujan, angin, pohon, bunga, daun. Dia bisa menyapa lewat apa saja yang ada di hidup kita atau setiap kejadian yang ada di sekitar kita. Masalahnya, cukup pekakah kita untuk merasakan kehadiranNya? Untuk merasakan bahwa Dia melalui sidik jariNya ingin memberi arti lebih untuk hidup kita? Melalui sidik jariNya Dia ingin mengajak kita lebih dekat lagi denganNya?
So, have you seen God’s fingerprints today? Apakah kamu sudah melihat sidik jari Tuhan hari ini? Dia tidak jauh, Dia dekat di hati kita. Dan Dia berbicara lewat semua hal yang terjadi dalam hidup kita. Sudahkah kita sempatkan diri kita menyapaNya dan menyadari hasil karyaNya dalam hidup kita hari ini?
Singapore, 1 Nov 2007
-fon-
Sebagaimana layaknya sebuah hadiah, tentu menyenangkan untuk menerimanya. Dan itulah yang kuterima dari seorang teman lama dari Jakarta saat berkunjung ke Singapura (and I thank Atien for that- Thanks ya!). Sebuah buku Gede Prama yang bertajuk : Jalan-Jalan Penuh Keindahan. Membaca tulisan Gede Prama ini membuatku ingin menuliskan beberapa ide yang sungguh menggugah hatiku, terutama di saat ini, di mana begitu banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupanku.
Inilah ide tersebut, yang kutuangkan dalam beberapa tulisan…
Melihat Sidik Jari Tuhan
Seperti apa harimu hari ini? Sibuk? Tergesa-gesa memulainya? Memulainya dengan keluhan karena pagi-pagi buta sudah hujan dan membuat malas untuk memulai aktivitas? Atau cerah-ceria? Melihat hangatnya mentari pagi yang diam-diam memasuki ruang kamarmu dengan senyuman?
Gede Prama melalui buku yang dia baca, Handbook for the Soul karangan Rabbi Harold Kushner, menuliskan bahwa di setiap kejadian ada sidik jari Tuhan.
Aku terperangah: gabungan antara takjub dan tersadar sekali lagi. Menyadari betapa benarnya perkataan itu! Terkadang, kita terlalu sibuk untuk melihat hal itu. Untuk merasakan bahwa God’s fingerprint is everywhere in this daily life of ours.
Dia bisa menyapa lewat senyuman seorang anak, dia bisa menyapa lewat sebuah e-mail yang ‘inspiring’ yang kita terima, dia bisa menyapa lewat telepon dari seorang sahabat lama yang sudah lama tak saling kontak, dia bisa menyapa lewat alam: embun, matahari, awan, mendung, hujan, angin, pohon, bunga, daun. Dia bisa menyapa lewat apa saja yang ada di hidup kita atau setiap kejadian yang ada di sekitar kita. Masalahnya, cukup pekakah kita untuk merasakan kehadiranNya? Untuk merasakan bahwa Dia melalui sidik jariNya ingin memberi arti lebih untuk hidup kita? Melalui sidik jariNya Dia ingin mengajak kita lebih dekat lagi denganNya?
So, have you seen God’s fingerprints today? Apakah kamu sudah melihat sidik jari Tuhan hari ini? Dia tidak jauh, Dia dekat di hati kita. Dan Dia berbicara lewat semua hal yang terjadi dalam hidup kita. Sudahkah kita sempatkan diri kita menyapaNya dan menyadari hasil karyaNya dalam hidup kita hari ini?
Singapore, 1 Nov 2007
-fon-
Thursday, September 6, 2007
When was the last time you ate with your family
When was the last time you ate with your family?
Dear citylighters,
Salam dari Singapura!
Minggu-minggu belakangan ini, sering sekali g liat iklan di koran soal National Family Week. Iklannya rada extreme, bergambarkan batu nisan, disertai kata-kata, “ When was the last time you ate with your family?”
Intinya, dalam national family week tersebut, keluarga-keluarga diharapken buat makan bareng-bareng. Yang mungkin udah jadi barang langka dan jangan sampe nanti menyesal gak sempat melakukannya, karena umur orang, hidup seseorang sampe umur berapa, kagak pernah bisa ketebak punya… Tuhan sendiri yang punya rahasianya…
Ketika membaca hal tersebut, langsung terbayang di pelupuk mata gue, kondisi keluarga g sendiri. Semua udah terpencar-pencar.
Sebagian di Jakarta, ada yang di Bandung, ada yang di Palembang, dan g sendiri di Singapore. Tentunya, kalo untuk makan bareng nggak mungkin lah yaw…
Tapi, g ngerti sih maksudnya tuh iklan. Read between the lines donk ahh…
Harus ngeliat juga arti tersiratnya, yaitu: kalo bisa dan satu kota, makan barengnya berapa kali, hayooo cobaaa??
Kalo kondisi di Jakarta, yang macet, n kotanya yang super sibuk mengharuskan kamu stay di luar rumah atau di jalanan bahkan lebih banyak daripada jam-jam ketemu bokap n nyokap kamu, or your siblings (sodara kandung kamu), itu sangat g pahami.
Namun, yang lebih penting adalah, di luar semua kesibukan kamu, masihkah kamu ingat akan mereka? Masihkah ada perhatian kamu untuk mereka.
Makan bersama, sebagai satu bentuk pertemuan fisik, yang mungkinnn dibutuhkan sesekali. Satu sisi, makan bersama membentuk keakraban yang lebih lagi di antara anggota keluarga.
Namun, seandainya gak memungkinkan makan bareng tiap malam, dengan kreatifitas kamu sendiri, kamu tentunya bisa mikir, apa seh yang harus dilakukan…
Apaaa ke gereja barengan trus abis itu makan bakmi sama-sama? Boleh aja… Dan tentunya gak harus yang mahal dan gak harus keluar rumah.
Di salah satu kegiatan weekend yang pernah g ikutin couple of years ago, di situ kita diharapkan membuat komitmen baru terhadap keluarga kita dan berusaha untuk menepatinya.
G sendiri berusaha membuat komitmen untuk menelepon nyokap g, yang beda tempat tinggal karena pas g kerja di Jakarta, nyokap di Palembang, at least seminggu sekali.
Kalo pertemuan gak bisa intensif, at least masih ada kontak secara continue.
Atau, kamu berencana untuk liburan bareng keluarga setahun sekali? Itu juga a good idea, karena sesekali bersama-sama pergi ke suatu tempat, kembali mempererat tali relasi yang ada.
Sekali lagi, gak perlu memaksakan diri, sesuaikan dengan kemampuanmu.
Kalo orang lain liburan ke Disneyland Hongkong atau ke Hollywood, seandainya kita belum mampu yahhh ke Bandung pun asik. Karena terkadang, bukan tempatnya di mana or hotelnya seberapa mewah, yang penting kita spend time sama siapa, ya gak?
Mungkin pelayanan kamu, kuliah kamu, kerja kamu, kemacetan Jakarta, membawamu lebih dekat dengan orang lain. Lebih dekat dengan teman kamu di kampus, yang kamu jumpai 4 jam sehari misalnya. Teman di pelayanan, yang udah ketemu di gereja or di base tempat ketemuan kamu, trus masih aja telpon-telponan sampe 1-2 jam seminggu 3x…
Kasihanilah orang2 di rumahmu…!
Ada bokap yang terus aja baca koran or nonton TV dan sempet kamu cuekin pas pulang rumah. Cuma sapaan basa-basi, “ Hi, Pa! Belum tidur?” Itu aja yang keluar dari mulutmu.
Because you always think that there’ll always be enough time to meet them??
Nanti dulu!
Lagi-lagi, g cuma bisa bilang, umur orang gak ada yang tau.
G baru aja mendapatkan sebuah sms dari seorang teman di Jakarta, yang mengabarkan kalo kakak dari seorang teman yang g kenal, meninggal dunia. Umurnya sekitar 35 tahun.
Dan kamu pikir itu umur yang terlalu muda? Yah, mungkin saja itu pikiranmu. Karena itu juga yang ada di benak g…
Sounds impossible, but it’s true…
Ketika maut memanggil. Mau bilang apa? Tidak ada yang bisa mencegahnya…
Berita meninggalnya Taufik Savalas, juga mengejutkan g di sini. Belum terlalu tua, baru 41 tahun….
Lagi-lagi, maut datang tak tentu waktunya…
Adalah sangat wajar dan bisa diterima, ketika orang meninggal di usia 70 tahun, meninggal karena sakit tua.
Tapi, siapa yang pernah tau, dengan cara apa, bagaimana, dan kapan seseorang akan ‘pergi’ dan tak kembali lagi?
No one knows…
Jadi, waktu yang mungkin tidak banyak ini, hendaknya kita pergunakan sebaik-baiknya untuk keluarga kita. Bukan kebetulan kalo mereka adalah bokap n nyokap kita, bukan kebetulan kalo mereka adalah sodara2 kandung-kakak n adek kita, karena Tuhan sudah atur semuanya, dan sudah memplanningkannya jauhhh sebelum kita ada di dunia ini.
Jadi, apa yang sudah Tuhan beri, I think it would be the best if we could treasure it!
When was the last time you ate with your family? (baca: kapan terakhir kau beri perhatian kepada keluargamu?).
Ada baiknya kalo kita selalu menganggap detik ini adalah detik yang berharga, karena kita tidak pernah tau kapan ‘perpisahan’ dengan anggota keluarga kita terjadi. So, jadikan detik ini juga sebagai detik penuh perhatian untuk keluargamu… Termasuk kakek-nenekmu mungkin, yang tambah lama tambah kurang pendengarannya dan bikin kamu malas bicara sama mereka…
Once again, you’ll never know…
Cherish what you have, spend more time with your family. Jadikan waktu-waktu yang ada sebagai waktu yang berkualitas untuk memberi perhatian kepada orang yang dekat kamu…
Mengusahakan keseimbangan waktu antara kegiatanmu, pacarmu, dengan keluargamu, I think that’s the best we can do…
When was the last time you ate with your family? When was the last time you spent quality time with your family?
G harap jawaban kita semua: Today! Detik ini juga….
Semoga...
Singapore, 16 Juli 2007
-fon-
Dear citylighters,
Salam dari Singapura!
Minggu-minggu belakangan ini, sering sekali g liat iklan di koran soal National Family Week. Iklannya rada extreme, bergambarkan batu nisan, disertai kata-kata, “ When was the last time you ate with your family?”
Intinya, dalam national family week tersebut, keluarga-keluarga diharapken buat makan bareng-bareng. Yang mungkin udah jadi barang langka dan jangan sampe nanti menyesal gak sempat melakukannya, karena umur orang, hidup seseorang sampe umur berapa, kagak pernah bisa ketebak punya… Tuhan sendiri yang punya rahasianya…
Ketika membaca hal tersebut, langsung terbayang di pelupuk mata gue, kondisi keluarga g sendiri. Semua udah terpencar-pencar.
Sebagian di Jakarta, ada yang di Bandung, ada yang di Palembang, dan g sendiri di Singapore. Tentunya, kalo untuk makan bareng nggak mungkin lah yaw…
Tapi, g ngerti sih maksudnya tuh iklan. Read between the lines donk ahh…
Harus ngeliat juga arti tersiratnya, yaitu: kalo bisa dan satu kota, makan barengnya berapa kali, hayooo cobaaa??
Kalo kondisi di Jakarta, yang macet, n kotanya yang super sibuk mengharuskan kamu stay di luar rumah atau di jalanan bahkan lebih banyak daripada jam-jam ketemu bokap n nyokap kamu, or your siblings (sodara kandung kamu), itu sangat g pahami.
Namun, yang lebih penting adalah, di luar semua kesibukan kamu, masihkah kamu ingat akan mereka? Masihkah ada perhatian kamu untuk mereka.
Makan bersama, sebagai satu bentuk pertemuan fisik, yang mungkinnn dibutuhkan sesekali. Satu sisi, makan bersama membentuk keakraban yang lebih lagi di antara anggota keluarga.
Namun, seandainya gak memungkinkan makan bareng tiap malam, dengan kreatifitas kamu sendiri, kamu tentunya bisa mikir, apa seh yang harus dilakukan…
Apaaa ke gereja barengan trus abis itu makan bakmi sama-sama? Boleh aja… Dan tentunya gak harus yang mahal dan gak harus keluar rumah.
Di salah satu kegiatan weekend yang pernah g ikutin couple of years ago, di situ kita diharapkan membuat komitmen baru terhadap keluarga kita dan berusaha untuk menepatinya.
G sendiri berusaha membuat komitmen untuk menelepon nyokap g, yang beda tempat tinggal karena pas g kerja di Jakarta, nyokap di Palembang, at least seminggu sekali.
Kalo pertemuan gak bisa intensif, at least masih ada kontak secara continue.
Atau, kamu berencana untuk liburan bareng keluarga setahun sekali? Itu juga a good idea, karena sesekali bersama-sama pergi ke suatu tempat, kembali mempererat tali relasi yang ada.
Sekali lagi, gak perlu memaksakan diri, sesuaikan dengan kemampuanmu.
Kalo orang lain liburan ke Disneyland Hongkong atau ke Hollywood, seandainya kita belum mampu yahhh ke Bandung pun asik. Karena terkadang, bukan tempatnya di mana or hotelnya seberapa mewah, yang penting kita spend time sama siapa, ya gak?
Mungkin pelayanan kamu, kuliah kamu, kerja kamu, kemacetan Jakarta, membawamu lebih dekat dengan orang lain. Lebih dekat dengan teman kamu di kampus, yang kamu jumpai 4 jam sehari misalnya. Teman di pelayanan, yang udah ketemu di gereja or di base tempat ketemuan kamu, trus masih aja telpon-telponan sampe 1-2 jam seminggu 3x…
Kasihanilah orang2 di rumahmu…!
Ada bokap yang terus aja baca koran or nonton TV dan sempet kamu cuekin pas pulang rumah. Cuma sapaan basa-basi, “ Hi, Pa! Belum tidur?” Itu aja yang keluar dari mulutmu.
Because you always think that there’ll always be enough time to meet them??
Nanti dulu!
Lagi-lagi, g cuma bisa bilang, umur orang gak ada yang tau.
G baru aja mendapatkan sebuah sms dari seorang teman di Jakarta, yang mengabarkan kalo kakak dari seorang teman yang g kenal, meninggal dunia. Umurnya sekitar 35 tahun.
Dan kamu pikir itu umur yang terlalu muda? Yah, mungkin saja itu pikiranmu. Karena itu juga yang ada di benak g…
Sounds impossible, but it’s true…
Ketika maut memanggil. Mau bilang apa? Tidak ada yang bisa mencegahnya…
Berita meninggalnya Taufik Savalas, juga mengejutkan g di sini. Belum terlalu tua, baru 41 tahun….
Lagi-lagi, maut datang tak tentu waktunya…
Adalah sangat wajar dan bisa diterima, ketika orang meninggal di usia 70 tahun, meninggal karena sakit tua.
Tapi, siapa yang pernah tau, dengan cara apa, bagaimana, dan kapan seseorang akan ‘pergi’ dan tak kembali lagi?
No one knows…
Jadi, waktu yang mungkin tidak banyak ini, hendaknya kita pergunakan sebaik-baiknya untuk keluarga kita. Bukan kebetulan kalo mereka adalah bokap n nyokap kita, bukan kebetulan kalo mereka adalah sodara2 kandung-kakak n adek kita, karena Tuhan sudah atur semuanya, dan sudah memplanningkannya jauhhh sebelum kita ada di dunia ini.
Jadi, apa yang sudah Tuhan beri, I think it would be the best if we could treasure it!
When was the last time you ate with your family? (baca: kapan terakhir kau beri perhatian kepada keluargamu?).
Ada baiknya kalo kita selalu menganggap detik ini adalah detik yang berharga, karena kita tidak pernah tau kapan ‘perpisahan’ dengan anggota keluarga kita terjadi. So, jadikan detik ini juga sebagai detik penuh perhatian untuk keluargamu… Termasuk kakek-nenekmu mungkin, yang tambah lama tambah kurang pendengarannya dan bikin kamu malas bicara sama mereka…
Once again, you’ll never know…
Cherish what you have, spend more time with your family. Jadikan waktu-waktu yang ada sebagai waktu yang berkualitas untuk memberi perhatian kepada orang yang dekat kamu…
Mengusahakan keseimbangan waktu antara kegiatanmu, pacarmu, dengan keluargamu, I think that’s the best we can do…
When was the last time you ate with your family? When was the last time you spent quality time with your family?
G harap jawaban kita semua: Today! Detik ini juga….
Semoga...
Singapore, 16 Juli 2007
-fon-
Wednesday, May 30, 2007
Menembus Hujan Bersama Tuhan
THROUGH THE RAIN (Mariah Carey)
When you get caught in the rain with no where to run
When you're distraught and in pain without anyone
When you keep crying out to be saved
But nobody comes and you feel so far away
That you just can't find your way home
You can get there alone
It's okay, what you say is
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
And if you keep falling down don't you dare give in
You will arise safe and sound, so keep pressing on steadfastly
And you'll find what you need to prevail
What you say is
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
And when the rain blows, as shadows grow close don't be afraid
There's nothing you can't face
And should they tell you you'll never pull through
Don't hesitate, stand tall and say
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
I can make it through the rain
And I live once again
And I live one more day
And I can make it through the rain
(Yes you can)
You will make it through the rain
Dear friends...
Terinspirasi dari lagu Through the Rain milik Mariah Carey, inilah tulisan gue kali ini.
Lagu lama yang sempat memotivasi gue di kala g tengah down, tengah kesusahan.
Hujan, bukanlah sesuatu yang selalu menyenangkan. Teringat masa kecil di mana saat main hujan adalah saat yang menyenangkan, cuma inget pesen mama aja supaya gak kena hujan karena biasanya kepala puyeng alias pusing.
Hujan bisa mengakibatkan basah kuyup, kemudian mengundang beberapa penyakit seperti flu misalnya. Hujan terus-terusan di banyak tempat mengakibatkan banjir, seperti yang dialami di Jakarta beberapa waktu yang lalu, dan tau sendiri kan betapa pusingnya akibat dari banjir itu sendiri?
Hujan rintik-rintik, sering kali nggak jadi masalah. Namun, ketika hujan badai melanda, bagaimanakah kita melangkah??
Oleh lagu ini, dituliskan dengan baik sekali, I can make it through the rain and stand up once again...
Seringkali di tengah derasnya hujan, kita terpeleset. Dan apabila hujan terus sampai banjir, tidak jarang kita melihat orang bahkan kendaraan terperosok masuk ke dalam lubang yang tak terlihat oleh mata kita karena tertutup air.
Sering kali, di tengah permasalahan yang ada, kita terperangkap di dalamnya. Dan kita kesulitan untuk melangkah, what's the next step to do?
Yang terbaik adalah: berdiri sekali lagi... dan meyakini kalo hujan yang terbesar dan terlebat sekalipun, pasti akan ada redanya...
Bagi g secara pribadi, tidak jarang, Tuhan mengizinkan hujan-hujan itu terjadi dalam hidup gue....
Hujan gerimis, bisa berupa kerikil-kerikil kecil, permasalahan yang sepertinya gampang untuk g atasi...
Kadang datang pula hujan lebat, kondisi di mana semua tenaga dikerahkan, akhirnya bisa juga diatasi permasalahan yang cukup pelik itu...
Namun, once in a while, Tuhan juga mengizinkan hujan badai dan diiringi tsunami terjadi pada diri gue... Di mana gue udah berusaha setengah mati, namun tidak ada jalan keluar.
Yang g bisa lakukan cuma bersabar dan berdoa, menunggu sang hujan reda dan meyakini bahwa ini adalah hal yang harus g lewati dalam hidup ini dan the good thing is: g tidak sendirian melewatinya. God is with me!
Terkadang, g berkeinginan dan berandai-andai... bagaimana sih hidup g kalo tanpa hujan sama sekali??
Bisa jadi g kepanasan, karena hujan juga tidak melulu jelek, terkadang membawa kesejukan. Membawa sesuatu yang berbeda dari rutinitas hidup. Coba bayangkan kalo tiap hari panasss melulu, hujan sekali aja langsung kita syukuri, kan??
Kalo hidup g melulu mulusss aja, lancarrr aja tanpa masalah, mungkin g akan merasa kering dan kosong, koq hidup g tak ada variasinya sih, semua ok aja, semua baik aja, koq jadi monoton...
Masalah (read: hujan) dalam hal ini diperlukan juga agar hidup lebih berwarna, lebih dinamis.
Dan hujan-hujan itu membawa g menyadari bahwa g itu kecil dan Tuhanlah yang punya kuasa setinggi-tingginya. Kenapa g bilang begitu?
Coba bayangkan suatu hari dalam hidupmu. Pagi harimu diawali dengan matahari pagi bersinar cerah dan ramah, sinarnya yang lembut membangunkan kamu dari mimpimu dan dari tidurmu yang nyenyak...
Siang, matahari bersinar sangat terik. Panasnya ampun-ampunan.
Tapi sedetik kemudian, awan mulai datang, lalu langit berubah warna menjadi kelabu. Kaupandangi mendung yang menutup seluruh permukaan langit... Kemudian turunlah hujan deras...
Unpredictable kan? Cuaca begitu sulit ditebak...
Begitu pula dengan hidup. Hidup juga unpredictable!
Anggaplah saat ini kamu tengah berada di tengah kondisi yang sangat indah, sangat harmonis, sangat sukses, sangat membanggakan.
Namun, seketika, keadaan itu bisa berubah seperti membalikkan telapak tangan.
Hujan datang tak terduga, begitu pula dengan masalah dalam hidup ini.
Bersyukurlah kalo sampe saat ini, hidupmu diterangi matahari yang hangat. Namun, sadarilah juga, matahari sifatnya menemani harimu sementara saja, dan dalam suatu waktu di kehidupanmu, hujan bisa sewaktu-waktu turun tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Pengalaman menembus hujan, akan selalu kita hadapi di tiap hari dalam kehidupan ini. Di mana pun kita berada, masalah tidak pernah berhenti mengintai kita. Dan untungnya Tuhan selalu beserta kita, no need to worry, all we have to do is just berjaga-jagalah, seperti apa yang tertulis dalam Markus 13:37, " Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!"
G sadar, g gak bisa menghindari masalah. G tidak bisa lari darinya. Yang bisa g lakukan adalah berjaga-jaga sehingga pada saat masalah datang, g tau kepada siapa g harus mencari nasihat terlebih dahulu. Mencari Tuhan terlebih dahulu itu yang terutama!
Melalui doa, kita berbicara dan berkomunikasi dengan Tuhan dan itu berarti juga menumpahkan semua perasaan yang ada, curhat dengan Dia. G tau dan g tidak putus asa, dalam masalah terberat sekalipun karena g yakin, Tuhan bisa membantu g menembus hujan ini.
Mungkin hujan ini harus g lewati dengan isak tangis dan derai air mata, tapi g tau pasti, saat g menangis, Tuhan tengah memeluk g dan tidak pernah dia biarkan g jatuh sampai tergeletak, Dia ada dan Dia menopang g, menopang kita semua!
Pengalaman menembus hujan bersama Tuhan menjadi berharga karena g semakin tau, g dicintaiNya dan g jg semakin cinta padaNya. Melalui hujan bersama Tuhan membuat g semakin dewasa di dalam iman g.
Thanks for the rain in my life, GOD! I know I can make it through the rain and stand up once again, because I'm with You!
Selamat berhujan-hujanan dan menembusnya bersama Tuhan! :)
Singapore, May 30 2007
-fon-
When you get caught in the rain with no where to run
When you're distraught and in pain without anyone
When you keep crying out to be saved
But nobody comes and you feel so far away
That you just can't find your way home
You can get there alone
It's okay, what you say is
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
And if you keep falling down don't you dare give in
You will arise safe and sound, so keep pressing on steadfastly
And you'll find what you need to prevail
What you say is
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
And when the rain blows, as shadows grow close don't be afraid
There's nothing you can't face
And should they tell you you'll never pull through
Don't hesitate, stand tall and say
I can make it through the rain
I can stand up once again on my own
And I know that I'm strong enough to mend
And every time I feel afraid I hold tighter to my faith
And I live one more day and I make it through the rain
I can make it through the rain
And I live once again
And I live one more day
And I can make it through the rain
(Yes you can)
You will make it through the rain
Dear friends...
Terinspirasi dari lagu Through the Rain milik Mariah Carey, inilah tulisan gue kali ini.
Lagu lama yang sempat memotivasi gue di kala g tengah down, tengah kesusahan.
Hujan, bukanlah sesuatu yang selalu menyenangkan. Teringat masa kecil di mana saat main hujan adalah saat yang menyenangkan, cuma inget pesen mama aja supaya gak kena hujan karena biasanya kepala puyeng alias pusing.
Hujan bisa mengakibatkan basah kuyup, kemudian mengundang beberapa penyakit seperti flu misalnya. Hujan terus-terusan di banyak tempat mengakibatkan banjir, seperti yang dialami di Jakarta beberapa waktu yang lalu, dan tau sendiri kan betapa pusingnya akibat dari banjir itu sendiri?
Hujan rintik-rintik, sering kali nggak jadi masalah. Namun, ketika hujan badai melanda, bagaimanakah kita melangkah??
Oleh lagu ini, dituliskan dengan baik sekali, I can make it through the rain and stand up once again...
Seringkali di tengah derasnya hujan, kita terpeleset. Dan apabila hujan terus sampai banjir, tidak jarang kita melihat orang bahkan kendaraan terperosok masuk ke dalam lubang yang tak terlihat oleh mata kita karena tertutup air.
Sering kali, di tengah permasalahan yang ada, kita terperangkap di dalamnya. Dan kita kesulitan untuk melangkah, what's the next step to do?
Yang terbaik adalah: berdiri sekali lagi... dan meyakini kalo hujan yang terbesar dan terlebat sekalipun, pasti akan ada redanya...
Bagi g secara pribadi, tidak jarang, Tuhan mengizinkan hujan-hujan itu terjadi dalam hidup gue....
Hujan gerimis, bisa berupa kerikil-kerikil kecil, permasalahan yang sepertinya gampang untuk g atasi...
Kadang datang pula hujan lebat, kondisi di mana semua tenaga dikerahkan, akhirnya bisa juga diatasi permasalahan yang cukup pelik itu...
Namun, once in a while, Tuhan juga mengizinkan hujan badai dan diiringi tsunami terjadi pada diri gue... Di mana gue udah berusaha setengah mati, namun tidak ada jalan keluar.
Yang g bisa lakukan cuma bersabar dan berdoa, menunggu sang hujan reda dan meyakini bahwa ini adalah hal yang harus g lewati dalam hidup ini dan the good thing is: g tidak sendirian melewatinya. God is with me!
Terkadang, g berkeinginan dan berandai-andai... bagaimana sih hidup g kalo tanpa hujan sama sekali??
Bisa jadi g kepanasan, karena hujan juga tidak melulu jelek, terkadang membawa kesejukan. Membawa sesuatu yang berbeda dari rutinitas hidup. Coba bayangkan kalo tiap hari panasss melulu, hujan sekali aja langsung kita syukuri, kan??
Kalo hidup g melulu mulusss aja, lancarrr aja tanpa masalah, mungkin g akan merasa kering dan kosong, koq hidup g tak ada variasinya sih, semua ok aja, semua baik aja, koq jadi monoton...
Masalah (read: hujan) dalam hal ini diperlukan juga agar hidup lebih berwarna, lebih dinamis.
Dan hujan-hujan itu membawa g menyadari bahwa g itu kecil dan Tuhanlah yang punya kuasa setinggi-tingginya. Kenapa g bilang begitu?
Coba bayangkan suatu hari dalam hidupmu. Pagi harimu diawali dengan matahari pagi bersinar cerah dan ramah, sinarnya yang lembut membangunkan kamu dari mimpimu dan dari tidurmu yang nyenyak...
Siang, matahari bersinar sangat terik. Panasnya ampun-ampunan.
Tapi sedetik kemudian, awan mulai datang, lalu langit berubah warna menjadi kelabu. Kaupandangi mendung yang menutup seluruh permukaan langit... Kemudian turunlah hujan deras...
Unpredictable kan? Cuaca begitu sulit ditebak...
Begitu pula dengan hidup. Hidup juga unpredictable!
Anggaplah saat ini kamu tengah berada di tengah kondisi yang sangat indah, sangat harmonis, sangat sukses, sangat membanggakan.
Namun, seketika, keadaan itu bisa berubah seperti membalikkan telapak tangan.
Hujan datang tak terduga, begitu pula dengan masalah dalam hidup ini.
Bersyukurlah kalo sampe saat ini, hidupmu diterangi matahari yang hangat. Namun, sadarilah juga, matahari sifatnya menemani harimu sementara saja, dan dalam suatu waktu di kehidupanmu, hujan bisa sewaktu-waktu turun tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Pengalaman menembus hujan, akan selalu kita hadapi di tiap hari dalam kehidupan ini. Di mana pun kita berada, masalah tidak pernah berhenti mengintai kita. Dan untungnya Tuhan selalu beserta kita, no need to worry, all we have to do is just berjaga-jagalah, seperti apa yang tertulis dalam Markus 13:37, " Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!"
G sadar, g gak bisa menghindari masalah. G tidak bisa lari darinya. Yang bisa g lakukan adalah berjaga-jaga sehingga pada saat masalah datang, g tau kepada siapa g harus mencari nasihat terlebih dahulu. Mencari Tuhan terlebih dahulu itu yang terutama!
Melalui doa, kita berbicara dan berkomunikasi dengan Tuhan dan itu berarti juga menumpahkan semua perasaan yang ada, curhat dengan Dia. G tau dan g tidak putus asa, dalam masalah terberat sekalipun karena g yakin, Tuhan bisa membantu g menembus hujan ini.
Mungkin hujan ini harus g lewati dengan isak tangis dan derai air mata, tapi g tau pasti, saat g menangis, Tuhan tengah memeluk g dan tidak pernah dia biarkan g jatuh sampai tergeletak, Dia ada dan Dia menopang g, menopang kita semua!
Pengalaman menembus hujan bersama Tuhan menjadi berharga karena g semakin tau, g dicintaiNya dan g jg semakin cinta padaNya. Melalui hujan bersama Tuhan membuat g semakin dewasa di dalam iman g.
Thanks for the rain in my life, GOD! I know I can make it through the rain and stand up once again, because I'm with You!
Selamat berhujan-hujanan dan menembusnya bersama Tuhan! :)
Singapore, May 30 2007
-fon-
Tuesday, May 8, 2007
Hidup Lajang dan Hidup Menikah
Dear all...
G bilang g hampir gak bisa menulis, krn kesibukan menjaga Audrey... Namun, hari Minggu kemaren, sesudah g pulang dari Novena Church, tiba2 saja karisma menulis yang Tuhan titipkan membawa g ke depan computer g, n terus menulis tanpa henti. G mulai menulis jam 11 lewat setelah Audrey bobo n terus menulis sampe selesai jam 12.30 tengah malam.
Smoga bermanfaat...
Tk care all...
-fon-
Hidup Lajang dan Hidup Menikah
Banyak orang yang masih single berpikir bahwa alangkah menyenangkannya hidup pernikahan itu. Ada seseorang untuk berbagi, dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dalam keadaan sehat dan sakit, sebagaimana yang dinyatakan dalam janji pernikahan.
Itu benar adanya, saya tidak pernah memungkiri betapa benarnya kenyataan itu! Namun di lain pihak, terdapat harapan dan impian Hollywood, sebagaimana film-film dramanya memberikan gambaran, betapa kehidupan yang diarungi berdua itu indah-indah saja dan pasti endingnya sebagian besar adalah “Happy End”.
Saya tidak mengatakan bahwa kehidupan perkawinan tidak ada unsur yang menyenangkan. Sama sekali tidak! Namun sejak saya pribadi menjalani kehidupan perkawinan yang masih seumur jagung ini, saya pun mulai menyadari bahwa untuk benar-benar bertahan dalam kehidupan perkawinan, mimpi romantisme saja tidaklah cukup.
Kehidupan sebagai seorang lajang, tidak lepas dari begitu banyak kebebasan. Kalaupun ada yang mengikat tentunya hanya sang pacar dan keluarga kita.
Namun ketika kita memutuskan untuk menikah, keterikatan itu tidak lagi sebatas apel di malam minggu, nonton atawa makan bersama yang mungkin cuma makan waktu sekitar 2-3 jam seminggu 2-3 kali misalnya.
Keterikatan itu menyangkut penyesuaian diri dengan seseorang yang bisa-bisa selama 24 jam bersama-sama dengan kamu dan itu bukan main-main, untuk seumur hidupmu!
Dua pribadi yang dipersatukan, tentunya memiliki banyak perbedaan. Mungkin ketika berpacaran, kamu dengan gampang menemukan begitu banyak persamaan antara kamu dengan pasangan. Dan ketika kamu memasuki mahligai perkawinan, kemudian kamu menjadi bingung, mengapa kamu semakin melihat begitu banyak perbedaan?
Untuk itu penyesuaian dan pengertian yang terus menerus amat dibutuhkan oleh kedua belah pihak dalam rumah tangga.
Dan bukan itu saja, keterikatan itu termasuk perkawinan plus plus di Indonesia. Kenapa saya katakan perkawinan ++ (baca: perkawinan plus plus)? Karena keterikatan dalam suatu perkawinan juga termasuk dengan keluarga suami/istri dan seluruh kerabatnya. Keluarga besar, begitu istilahnya.
Dan tiba-tiba saja, saudara kita bertambah amat banyak, dikarenakan tali pernikahan yang kita jalani.
Mungkin kamu pernah dengar pernyataan begini, “ Itu lho… Pak Ade, adik dari ipar saya…” Atau mungkin, “ Itu keponakan dari mertua saya…”
Belum lagi terkadang istilah-istilah yang begitu kompleksnya, yang pasti ujung-ujungnya ada hubungan saudara dikarenakan perkawinan …
Berhadapan dengan semakin banyak orang, tentunya berhadapan pula dengan semakin banyak karakter. Dan disadari atau tidak, tentunya banyak kepala semakin banyak permasalahan yang dihadapi. Untuk banyak pasangan, pertengkaran tidaklah terjadi antarmereka, namun banyak kali dikarenakan campur tangan dari pihak ketiga, keempat, bahkan kelima yang semakin memperkeruh suasana.
Jadi, pasangan yang menikah dengan kekerabatan plus plus hendaknya pandai-pandai memilah situasi, sehingga mereka tidak gampang terhasut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, walaupun itu adalah dari pihak keluarga sendiri.
Perkawinan mengajarkan saya untuk hidup lebih realistis. Tidak selamanya pasangan kita berada pada ‘top performance’ sebagaimana yang ditunjukkan selama masa berpacaran atau masa ketika sang wanita tengah ‘dikejar’ oleh sang pria atau sebaliknya sang pria yang ‘dikejar’ wanita.
Perkawinan membawa seseorang ke tahap di mana harus menerima kalau pasangannya tengah kelelahan selepas kerja dan mendengar celotehan yang penuh amarah adalah hal terakhir yang diinginkan pada saat itu karena tubuhnya penat amat membutuhkan istirahat.
Menikah, apabila mendapatkan seseorang yang cocok, memang memberikan satu ketenangan batin dan ketentraman. Yang paling penting adalah azas yang diterapkan, tetap bersama dalam keadaan apa pun, tetap dijalankan.
Jujur saja, kehidupan lajang yang belum memiliki pacar alias jomblo atau sedang ‘kosong’ sebetulnya juga sangat menyenangkan. Kamu bisa lakukan apa saja yang kamu mau, mau pergi karaoke keluarga bersama teman-temanmu, mau nonton, mau jalan-jalan ke luar negeri, mau pelayanan sana-sini, mungkin tidak jadi masalah. Itu bakal jadi sesuatu yang berbeda ketika ada seorang pacar dan kemudian menjadi pasangan, suami atau istri kita, harus dilakukan penyesuaian di sana-sini dan tentunya saling toleransi antara satu dengan yang lain.
Namun, yang namanya manusia, sering kali tidak pernah puas, dan tidak jarang ada perasaan bosan menghinggapi hati kita apabila rutinitas itu-itu saja yang kita alami. Yang single berkeinginan segera mengakhiri kehidupan melajangnya dan melabuhkan hatinya kepada seseorang yang cocok. Sementara tidak jarang yang sudah menikah dan punya anak merindukan saat-saat lajang, di mana kebebasan menjadi begitu berarti di mata mereka.
Rumput tetangga sepertinya kelihatan selalu lebih hijau…
Bagaimana mencari penyelesaian agar kita bisa mensyukuri kehidupan yang kita jalani pada saat ini, sebetulnya merupakan kunci permasalahan.
Pada akhirnya, saya menilai bahwa kehidupan perkawinan akan jadi sangat menyenangkan bila:
1. Menikah dengan seorang yang cocok, dari segi intelektual, kepercayaan/agama, strata sosial, dan pemikiran akan masa depan berkeluarga yang bakal diarungi bersama.
2. Menjalani cinta romantisme- denyut jantung yang berdetak semakin cepat saat bertemu dengan si Dia, muka yang memerah (blushing)- dengan penuh rasa syukur namun tidak terbius olehnya. Sehingga tidak kecanduan akan cinta romantis ini dan bisa menerima keadaan ketika cinta romantis menjadi cinta realistis.
3. Berusaha mengerti kondisi pasangan, terutama pada saat-saat pasangan tengah menghadapi hal yang kurang menyenangkan ataupun menghadapi masalah besar. Pengertian adalah dasar yang utama yaitu dengan berusaha menempatkan diri pada posisi pasangan.
4. Tanggung jawab yang tinggi akan keputusan untuk menikah dan menjalani kehidupan bersama. Dalam kondisi apa pun!
5. Tetap setia dan menyertakan Tuhan dalam relasi ini. Adalah sangat beruntung apabila kedua orang yang terikat dalam satu mahligai rumah tangga adalah orang yang sama-sama memiliki hubungan pribadi yang indah dengan sang Pencipta. Karena banyak kali dalam kehidupan ini, kita mengalami kekecewaan dengan pasangan kita. Mungkin yang paling sering mengecewakan kita adalah pasangan kita, namun apabila kita punya relasi yang baik dengan Tuhan, yakinlah bahwa kita akan dimampukan memaafkan dan mengasihi pasangan kita. Namun, bila hanya salah satu pihak yang lebih dekat relasinya dengan Tuhan, sebaiknya mendoakan pasangannya agar bisa merasakan cinta Tuhan secara pribadi dan setia menunggu saatnya Tuhan tiba bagi pasangannya untuk merasakan hal itu.
Jika belum menemukan yang cocok, apa yang harus dilakukan?
1. Tetaplah mengasihi Tuhan secara sempurna, jangan marah-marah atau ‘complain’. Kalaupun ada ‘complain’ nyatakan kerinduan dan kegelisahan hatimu kepada Tuhan.
2. Nikmati ke-single-an itu sebagai berkat Tuhan juga, karena kamu tidak pernah tahu apa yang harus kamu hadapi ketika kamu menikah. Tanggung jawab yang lebih berat, juga masalah yang lebih besar. Ketika kamu menghadapi itu semua, mungkin kamu tidak kuat, makanya Tuhan menunggu waktu yang tepat untuk memberikan seseorang yang tepat pula untuk kamu.
3. Dan yakinlah, apabila Tuhan sudah bertindak, dan memberikan yang terbaik untukmu, Dia tidak pernah lepas tangan! Dia dengan setia terus membimbing agar kita siap mengalami semua perubahan yang terjadi. Dengan demikian, sebagai seorang single, kita hidup dalam kepenuhan, dan kita mampu mengucap syukur dengan kehidupan melajang itu. Dan ketika saatnya kamu harus menikah, kamu pun memiliki rasa syukur yang tinggi atas kehidupan single yang sudah kamu jalani selama ini, dan mampu mengambil tanggung jawab akan kehidupan berumah tangga yang Tuhan percayakan kepada kamu.
Jadi, lajang atau menikah, tidaklah jadi masalah asal kita menjalani kehidupan ini dengan realistis, sekaligus penuh pengharapan di dalam iman kita kepada Tuhan.
Tuhan tahu yang terbaik untuk setiap kita, jangan pernah ragukan itu! Bersyukur atas apa yang Dia beri, itu adalah yang terbaik yang bisa kita lakukan pada saat ini…
Singapore, 7 Mei 2007
-fon-
G bilang g hampir gak bisa menulis, krn kesibukan menjaga Audrey... Namun, hari Minggu kemaren, sesudah g pulang dari Novena Church, tiba2 saja karisma menulis yang Tuhan titipkan membawa g ke depan computer g, n terus menulis tanpa henti. G mulai menulis jam 11 lewat setelah Audrey bobo n terus menulis sampe selesai jam 12.30 tengah malam.
Smoga bermanfaat...
Tk care all...
-fon-
Hidup Lajang dan Hidup Menikah
Banyak orang yang masih single berpikir bahwa alangkah menyenangkannya hidup pernikahan itu. Ada seseorang untuk berbagi, dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dalam keadaan sehat dan sakit, sebagaimana yang dinyatakan dalam janji pernikahan.
Itu benar adanya, saya tidak pernah memungkiri betapa benarnya kenyataan itu! Namun di lain pihak, terdapat harapan dan impian Hollywood, sebagaimana film-film dramanya memberikan gambaran, betapa kehidupan yang diarungi berdua itu indah-indah saja dan pasti endingnya sebagian besar adalah “Happy End”.
Saya tidak mengatakan bahwa kehidupan perkawinan tidak ada unsur yang menyenangkan. Sama sekali tidak! Namun sejak saya pribadi menjalani kehidupan perkawinan yang masih seumur jagung ini, saya pun mulai menyadari bahwa untuk benar-benar bertahan dalam kehidupan perkawinan, mimpi romantisme saja tidaklah cukup.
Kehidupan sebagai seorang lajang, tidak lepas dari begitu banyak kebebasan. Kalaupun ada yang mengikat tentunya hanya sang pacar dan keluarga kita.
Namun ketika kita memutuskan untuk menikah, keterikatan itu tidak lagi sebatas apel di malam minggu, nonton atawa makan bersama yang mungkin cuma makan waktu sekitar 2-3 jam seminggu 2-3 kali misalnya.
Keterikatan itu menyangkut penyesuaian diri dengan seseorang yang bisa-bisa selama 24 jam bersama-sama dengan kamu dan itu bukan main-main, untuk seumur hidupmu!
Dua pribadi yang dipersatukan, tentunya memiliki banyak perbedaan. Mungkin ketika berpacaran, kamu dengan gampang menemukan begitu banyak persamaan antara kamu dengan pasangan. Dan ketika kamu memasuki mahligai perkawinan, kemudian kamu menjadi bingung, mengapa kamu semakin melihat begitu banyak perbedaan?
Untuk itu penyesuaian dan pengertian yang terus menerus amat dibutuhkan oleh kedua belah pihak dalam rumah tangga.
Dan bukan itu saja, keterikatan itu termasuk perkawinan plus plus di Indonesia. Kenapa saya katakan perkawinan ++ (baca: perkawinan plus plus)? Karena keterikatan dalam suatu perkawinan juga termasuk dengan keluarga suami/istri dan seluruh kerabatnya. Keluarga besar, begitu istilahnya.
Dan tiba-tiba saja, saudara kita bertambah amat banyak, dikarenakan tali pernikahan yang kita jalani.
Mungkin kamu pernah dengar pernyataan begini, “ Itu lho… Pak Ade, adik dari ipar saya…” Atau mungkin, “ Itu keponakan dari mertua saya…”
Belum lagi terkadang istilah-istilah yang begitu kompleksnya, yang pasti ujung-ujungnya ada hubungan saudara dikarenakan perkawinan …
Berhadapan dengan semakin banyak orang, tentunya berhadapan pula dengan semakin banyak karakter. Dan disadari atau tidak, tentunya banyak kepala semakin banyak permasalahan yang dihadapi. Untuk banyak pasangan, pertengkaran tidaklah terjadi antarmereka, namun banyak kali dikarenakan campur tangan dari pihak ketiga, keempat, bahkan kelima yang semakin memperkeruh suasana.
Jadi, pasangan yang menikah dengan kekerabatan plus plus hendaknya pandai-pandai memilah situasi, sehingga mereka tidak gampang terhasut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, walaupun itu adalah dari pihak keluarga sendiri.
Perkawinan mengajarkan saya untuk hidup lebih realistis. Tidak selamanya pasangan kita berada pada ‘top performance’ sebagaimana yang ditunjukkan selama masa berpacaran atau masa ketika sang wanita tengah ‘dikejar’ oleh sang pria atau sebaliknya sang pria yang ‘dikejar’ wanita.
Perkawinan membawa seseorang ke tahap di mana harus menerima kalau pasangannya tengah kelelahan selepas kerja dan mendengar celotehan yang penuh amarah adalah hal terakhir yang diinginkan pada saat itu karena tubuhnya penat amat membutuhkan istirahat.
Menikah, apabila mendapatkan seseorang yang cocok, memang memberikan satu ketenangan batin dan ketentraman. Yang paling penting adalah azas yang diterapkan, tetap bersama dalam keadaan apa pun, tetap dijalankan.
Jujur saja, kehidupan lajang yang belum memiliki pacar alias jomblo atau sedang ‘kosong’ sebetulnya juga sangat menyenangkan. Kamu bisa lakukan apa saja yang kamu mau, mau pergi karaoke keluarga bersama teman-temanmu, mau nonton, mau jalan-jalan ke luar negeri, mau pelayanan sana-sini, mungkin tidak jadi masalah. Itu bakal jadi sesuatu yang berbeda ketika ada seorang pacar dan kemudian menjadi pasangan, suami atau istri kita, harus dilakukan penyesuaian di sana-sini dan tentunya saling toleransi antara satu dengan yang lain.
Namun, yang namanya manusia, sering kali tidak pernah puas, dan tidak jarang ada perasaan bosan menghinggapi hati kita apabila rutinitas itu-itu saja yang kita alami. Yang single berkeinginan segera mengakhiri kehidupan melajangnya dan melabuhkan hatinya kepada seseorang yang cocok. Sementara tidak jarang yang sudah menikah dan punya anak merindukan saat-saat lajang, di mana kebebasan menjadi begitu berarti di mata mereka.
Rumput tetangga sepertinya kelihatan selalu lebih hijau…
Bagaimana mencari penyelesaian agar kita bisa mensyukuri kehidupan yang kita jalani pada saat ini, sebetulnya merupakan kunci permasalahan.
Pada akhirnya, saya menilai bahwa kehidupan perkawinan akan jadi sangat menyenangkan bila:
1. Menikah dengan seorang yang cocok, dari segi intelektual, kepercayaan/agama, strata sosial, dan pemikiran akan masa depan berkeluarga yang bakal diarungi bersama.
2. Menjalani cinta romantisme- denyut jantung yang berdetak semakin cepat saat bertemu dengan si Dia, muka yang memerah (blushing)- dengan penuh rasa syukur namun tidak terbius olehnya. Sehingga tidak kecanduan akan cinta romantis ini dan bisa menerima keadaan ketika cinta romantis menjadi cinta realistis.
3. Berusaha mengerti kondisi pasangan, terutama pada saat-saat pasangan tengah menghadapi hal yang kurang menyenangkan ataupun menghadapi masalah besar. Pengertian adalah dasar yang utama yaitu dengan berusaha menempatkan diri pada posisi pasangan.
4. Tanggung jawab yang tinggi akan keputusan untuk menikah dan menjalani kehidupan bersama. Dalam kondisi apa pun!
5. Tetap setia dan menyertakan Tuhan dalam relasi ini. Adalah sangat beruntung apabila kedua orang yang terikat dalam satu mahligai rumah tangga adalah orang yang sama-sama memiliki hubungan pribadi yang indah dengan sang Pencipta. Karena banyak kali dalam kehidupan ini, kita mengalami kekecewaan dengan pasangan kita. Mungkin yang paling sering mengecewakan kita adalah pasangan kita, namun apabila kita punya relasi yang baik dengan Tuhan, yakinlah bahwa kita akan dimampukan memaafkan dan mengasihi pasangan kita. Namun, bila hanya salah satu pihak yang lebih dekat relasinya dengan Tuhan, sebaiknya mendoakan pasangannya agar bisa merasakan cinta Tuhan secara pribadi dan setia menunggu saatnya Tuhan tiba bagi pasangannya untuk merasakan hal itu.
Jika belum menemukan yang cocok, apa yang harus dilakukan?
1. Tetaplah mengasihi Tuhan secara sempurna, jangan marah-marah atau ‘complain’. Kalaupun ada ‘complain’ nyatakan kerinduan dan kegelisahan hatimu kepada Tuhan.
2. Nikmati ke-single-an itu sebagai berkat Tuhan juga, karena kamu tidak pernah tahu apa yang harus kamu hadapi ketika kamu menikah. Tanggung jawab yang lebih berat, juga masalah yang lebih besar. Ketika kamu menghadapi itu semua, mungkin kamu tidak kuat, makanya Tuhan menunggu waktu yang tepat untuk memberikan seseorang yang tepat pula untuk kamu.
3. Dan yakinlah, apabila Tuhan sudah bertindak, dan memberikan yang terbaik untukmu, Dia tidak pernah lepas tangan! Dia dengan setia terus membimbing agar kita siap mengalami semua perubahan yang terjadi. Dengan demikian, sebagai seorang single, kita hidup dalam kepenuhan, dan kita mampu mengucap syukur dengan kehidupan melajang itu. Dan ketika saatnya kamu harus menikah, kamu pun memiliki rasa syukur yang tinggi atas kehidupan single yang sudah kamu jalani selama ini, dan mampu mengambil tanggung jawab akan kehidupan berumah tangga yang Tuhan percayakan kepada kamu.
Jadi, lajang atau menikah, tidaklah jadi masalah asal kita menjalani kehidupan ini dengan realistis, sekaligus penuh pengharapan di dalam iman kita kepada Tuhan.
Tuhan tahu yang terbaik untuk setiap kita, jangan pernah ragukan itu! Bersyukur atas apa yang Dia beri, itu adalah yang terbaik yang bisa kita lakukan pada saat ini…
Singapore, 7 Mei 2007
-fon-
Sunday, May 6, 2007
The tiny thing called ENVY...
Dear all...
Apa kabar? Salam dari Singapura!
Kesibukan menjaga Audrey bikin g hampir gak bisa menulis. Capek, repot, sekaligus menyenangkan. Campur aduk lah perasaannya...
Ini adalah tulisan deadline g untuk majalah Shalom Betawi, entah udah diterbitkan atau blm, kalo gak bln ini, yah bln depan...
Enjoy yah...
GBU all...
-fon-
The tiny thing called ENVY…
Dear my citylighters…
Greetings from Singapore!
Gimana kabarnya neh? G harap baek2 aja n sehat2 selalu sehingga bisa menebarkan kasih di mana pun kamu ditempatkan…
Kali ini, g pengen mengangkat satu hal, satu hal sederhana yang namanya ENVY. Iri hati…
Mungkin ada beberapa yang defensif n bilang, ENVY? Iri hati? Apaan tuh? Gak pernah tuhhh terjadi pada diri gue…
Or mungkin komentar kamu, iri hati? Bukan gue bangetss deh…
Namun, mungkin gak jarang diantara kita yang punya pengalaman iri hati dan rasanya kesellll setengah mati dan gak damai sejahtera karena rasa iri ini…Mungkin itu salah satu di antara kamu?
Ketika keadaan ekonomi yang pas-pasan, balik ke taon2 awal g kuliah di Jakarta, g merasa amat mudah untuk g mengucap syukur dan berterima kasih. Makan mie goring tektek pun g syukuri karena at least g masih bisa makan. Bisa makan di burger di restoran siap saji juga bikin g mensyukurinya karena itu jarang2 terjadi. Pokoknya hal-hal kecil begitu gampang membuat g tersentuh akan kasih Tuhan yang gak berhenti dalam hidup g, even di saat itu g belum menjadi Katolik.
Dan kemudian abis kuliah, g kerja. Di dunia kerja, mulai dengan gaji yang standarlah, gak gede untuk fresh graduate, g tetep mensyukurinya.
Dan karir semakin naik, naik dan naik. Kerjaan tambah stress, gaji makin gede berimbang dengan stress yang dialami, dan tanpa g sadari, g semakin sulit mengucap syukur. Harus usaha deh pokoknya untuk tetap berada pada kondisi berterima kasih padaNya geto loh…
Di saat itu g teringat, dengan gaji yang udah cukup lumayan, g masih terkadang masih merasa kurang dan kalo denger orang lain gajinya lebih tinggi dari g, ada ambisi dan ada rasa tidak puas, yang g sadari, akar dari si ENVY ini…
How about you? Pernah ngalamin saat-saat seperti itu?
Atau… dalam hal lain? Cek your feeling about this things, gimana perasaan kamu ketika:
• Kamu sedang berada dalam bus kota tanpa AC, kepanasan donk judulnya… Dan tiba-tiba saja di sebelah kamu di lampu merah, ada seorang perempuan duduk dalam mobil BMWnya disopirin lageee sambil memegang minuman dingin di tangannya… Gimana perasaanmu??
• Kertas ujian mata kuliah A baru saja dibagikan. Kamu mendapat nilai 70. Kamu merasa senang, karena kamu expect nilaimu lebih rendah dari itu. Dan tiba-tiba saja teman akrabmu menunjukkan kertas ujiannya dan bertuliskan angka 90 padahal dia nyontek punyamu. Gimana perasaanmu??
• Kamu seorang cewek muda, memandang pantulan wajahmu di kaca rias rumahmu. “ Ah, wajahku gak jelek2 amat… Lihat alisku yang lumayan rapi ini… Senyumku juga manis,” Lalu kamu keluar rumah dan mampir di sebuah mall tempat selebriti seluruh Jakarta sering ngumpul. Di situ kamu berpapasan dengan seorang model, sebut saja Nadya Hutagalung, yang cuantikkk- langsinggg- tinggi- putihh bersih. Masih merasa bangga akan diri sendiri, ato merasa kebanting dengan si model?
• Kamu baru mulai kerja barengan sama temanmu yang baru lulus juga. Selama 1 taon di perusahaan yang sama, kalian sama2 terus dan keliatannya kerjanya temanmu gak sebagus kamu. Itu kata atasan langsungmu. Namun, ketika kenaikan gaji, temanmu bilang padamu kalo dia naik 30%, sementara kamu hanya 5%. Ketika kamu protes pada atasan langsungmu, dia bilang dia gak bisa melakukan apa2, karena itu keputusan manajemen yang lebih tinggi… How’s your feeling?
Banyak hal lagi yang bisa kita tuliskan sebagai contoh, gimana rasa iri itu bisa menyerang dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin hari ini kita merasa cukup, merasa puas dengan kondisi kita, namun sesaat sesudah kamu tau teman kamu, sodara kamu, tetangga kamu memiliki sesuatu yang lebih dari kamu, itu lah saatnya kamu memeriksa batinmu, apakah rasa syukur itu masih ada dan mewarnai hatimu, atau sebaliknya the tiny little thing called envy mulai memasuki bagian hatimu secara perlahan2?
G menyadari, di kondisi hidup di kota besar seperti Jakarta, di mana kalo satu orang hebat, yang lebih hebat banyak… Juga kalo ada satu orang kaya, yang lebih kaya juga banyak (unless dia orang terkaya di negeri kita yah hehe…), butuh perjuangan untuk mengucap syukur agar jauh dari si ENVY ini.
Namun, kita kan anak-anak terang, yang mau berusaha untuk lebih baik, karena di alkitab udah dikatakan:
Yak. 3:14
Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!
Yak. 3:16
Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.
Kutipan dari Yakobus 3 itu mengingatkan g, untuk gak menaruh rasa iri dalam hati g. G gak memungkiri kalo perasaan iri itu pernah ada, mungkin pernah mendominasi hati g for short period of time, tapi dengan kesadaran juga g mohon ampun kepada Tuhan, dan kembali g ingin mengucap syukur karena g tau kondisi iri hati alias envy itu bakal bikin kekacauan dan bikin kita mikir macem2 dan gak jarang pikiran itu menuju kepada perbuatan jahat…
Belajar mensyukuri apa yang g punya dan gak mengingini yang bukan merupakan hak g, itu akan g perjuangkan. Kareng g percaya, kalo itu semua bukan milik g, tapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada g… Kalo Dia mau berikan, pasti diberikan. He knows what’s best for us.
Di akhir tulisan ini, g teringat akan seorang tua yang g temui di jogging track di belakang rumah. Dia, di tengah kota Singapore yang sibuk n cosmopolitan ini, naik sepeda dengan santainya, minum ketika haus dan berhenti untuk membaca koran. G liat apa yang dia juga punya radio kecil untuk menemai perjalanan dia.
Dia mensyukuri apa yang dia punya, hidup apa adanya. Mungkin, kita harus banyak belajar dari orang seperti dia, mensyukuri apa yang kita miliki sehingga that little thing called envy gak mendominasi hari-hari kita.
Bersyukur dan berterima kasih kepadaNya yukkk…!
God bless you all…
Singapore, April 2007
-fon-
Apa kabar? Salam dari Singapura!
Kesibukan menjaga Audrey bikin g hampir gak bisa menulis. Capek, repot, sekaligus menyenangkan. Campur aduk lah perasaannya...
Ini adalah tulisan deadline g untuk majalah Shalom Betawi, entah udah diterbitkan atau blm, kalo gak bln ini, yah bln depan...
Enjoy yah...
GBU all...
-fon-
The tiny thing called ENVY…
Dear my citylighters…
Greetings from Singapore!
Gimana kabarnya neh? G harap baek2 aja n sehat2 selalu sehingga bisa menebarkan kasih di mana pun kamu ditempatkan…
Kali ini, g pengen mengangkat satu hal, satu hal sederhana yang namanya ENVY. Iri hati…
Mungkin ada beberapa yang defensif n bilang, ENVY? Iri hati? Apaan tuh? Gak pernah tuhhh terjadi pada diri gue…
Or mungkin komentar kamu, iri hati? Bukan gue bangetss deh…
Namun, mungkin gak jarang diantara kita yang punya pengalaman iri hati dan rasanya kesellll setengah mati dan gak damai sejahtera karena rasa iri ini…Mungkin itu salah satu di antara kamu?
Ketika keadaan ekonomi yang pas-pasan, balik ke taon2 awal g kuliah di Jakarta, g merasa amat mudah untuk g mengucap syukur dan berterima kasih. Makan mie goring tektek pun g syukuri karena at least g masih bisa makan. Bisa makan di burger di restoran siap saji juga bikin g mensyukurinya karena itu jarang2 terjadi. Pokoknya hal-hal kecil begitu gampang membuat g tersentuh akan kasih Tuhan yang gak berhenti dalam hidup g, even di saat itu g belum menjadi Katolik.
Dan kemudian abis kuliah, g kerja. Di dunia kerja, mulai dengan gaji yang standarlah, gak gede untuk fresh graduate, g tetep mensyukurinya.
Dan karir semakin naik, naik dan naik. Kerjaan tambah stress, gaji makin gede berimbang dengan stress yang dialami, dan tanpa g sadari, g semakin sulit mengucap syukur. Harus usaha deh pokoknya untuk tetap berada pada kondisi berterima kasih padaNya geto loh…
Di saat itu g teringat, dengan gaji yang udah cukup lumayan, g masih terkadang masih merasa kurang dan kalo denger orang lain gajinya lebih tinggi dari g, ada ambisi dan ada rasa tidak puas, yang g sadari, akar dari si ENVY ini…
How about you? Pernah ngalamin saat-saat seperti itu?
Atau… dalam hal lain? Cek your feeling about this things, gimana perasaan kamu ketika:
• Kamu sedang berada dalam bus kota tanpa AC, kepanasan donk judulnya… Dan tiba-tiba saja di sebelah kamu di lampu merah, ada seorang perempuan duduk dalam mobil BMWnya disopirin lageee sambil memegang minuman dingin di tangannya… Gimana perasaanmu??
• Kertas ujian mata kuliah A baru saja dibagikan. Kamu mendapat nilai 70. Kamu merasa senang, karena kamu expect nilaimu lebih rendah dari itu. Dan tiba-tiba saja teman akrabmu menunjukkan kertas ujiannya dan bertuliskan angka 90 padahal dia nyontek punyamu. Gimana perasaanmu??
• Kamu seorang cewek muda, memandang pantulan wajahmu di kaca rias rumahmu. “ Ah, wajahku gak jelek2 amat… Lihat alisku yang lumayan rapi ini… Senyumku juga manis,” Lalu kamu keluar rumah dan mampir di sebuah mall tempat selebriti seluruh Jakarta sering ngumpul. Di situ kamu berpapasan dengan seorang model, sebut saja Nadya Hutagalung, yang cuantikkk- langsinggg- tinggi- putihh bersih. Masih merasa bangga akan diri sendiri, ato merasa kebanting dengan si model?
• Kamu baru mulai kerja barengan sama temanmu yang baru lulus juga. Selama 1 taon di perusahaan yang sama, kalian sama2 terus dan keliatannya kerjanya temanmu gak sebagus kamu. Itu kata atasan langsungmu. Namun, ketika kenaikan gaji, temanmu bilang padamu kalo dia naik 30%, sementara kamu hanya 5%. Ketika kamu protes pada atasan langsungmu, dia bilang dia gak bisa melakukan apa2, karena itu keputusan manajemen yang lebih tinggi… How’s your feeling?
Banyak hal lagi yang bisa kita tuliskan sebagai contoh, gimana rasa iri itu bisa menyerang dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin hari ini kita merasa cukup, merasa puas dengan kondisi kita, namun sesaat sesudah kamu tau teman kamu, sodara kamu, tetangga kamu memiliki sesuatu yang lebih dari kamu, itu lah saatnya kamu memeriksa batinmu, apakah rasa syukur itu masih ada dan mewarnai hatimu, atau sebaliknya the tiny little thing called envy mulai memasuki bagian hatimu secara perlahan2?
G menyadari, di kondisi hidup di kota besar seperti Jakarta, di mana kalo satu orang hebat, yang lebih hebat banyak… Juga kalo ada satu orang kaya, yang lebih kaya juga banyak (unless dia orang terkaya di negeri kita yah hehe…), butuh perjuangan untuk mengucap syukur agar jauh dari si ENVY ini.
Namun, kita kan anak-anak terang, yang mau berusaha untuk lebih baik, karena di alkitab udah dikatakan:
Yak. 3:14
Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran!
Yak. 3:16
Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.
Kutipan dari Yakobus 3 itu mengingatkan g, untuk gak menaruh rasa iri dalam hati g. G gak memungkiri kalo perasaan iri itu pernah ada, mungkin pernah mendominasi hati g for short period of time, tapi dengan kesadaran juga g mohon ampun kepada Tuhan, dan kembali g ingin mengucap syukur karena g tau kondisi iri hati alias envy itu bakal bikin kekacauan dan bikin kita mikir macem2 dan gak jarang pikiran itu menuju kepada perbuatan jahat…
Belajar mensyukuri apa yang g punya dan gak mengingini yang bukan merupakan hak g, itu akan g perjuangkan. Kareng g percaya, kalo itu semua bukan milik g, tapi milik Tuhan yang dipercayakan kepada g… Kalo Dia mau berikan, pasti diberikan. He knows what’s best for us.
Di akhir tulisan ini, g teringat akan seorang tua yang g temui di jogging track di belakang rumah. Dia, di tengah kota Singapore yang sibuk n cosmopolitan ini, naik sepeda dengan santainya, minum ketika haus dan berhenti untuk membaca koran. G liat apa yang dia juga punya radio kecil untuk menemai perjalanan dia.
Dia mensyukuri apa yang dia punya, hidup apa adanya. Mungkin, kita harus banyak belajar dari orang seperti dia, mensyukuri apa yang kita miliki sehingga that little thing called envy gak mendominasi hari-hari kita.
Bersyukur dan berterima kasih kepadaNya yukkk…!
God bless you all…
Singapore, April 2007
-fon-
Wednesday, April 18, 2007
If your life were a movie...
Tulisan g di Shalom Betawi edisi Maret, udah dipublish pas April ini...
If your Life were a movie, would it be a good one?
Dear my citylighters…
Bulan baru lagi neh, di mana g mengunjungi kalian semua dengan tulisan terkini…
Sempet couple of weeks ago, g ngeliat suatu iklan di TV di Spore sini, bertuliskan kata-kata seperti judul di atas.
Alkisah, ciaileee… hehe… Seorang pria bernama Nick nonton filmnya sendiri di bioskop, n dia ngeliat kiri-kanannya para penonton juga, bobok lho saking ngantuk n boringnya mungkin dengan kegiatan dia sehari2…
Dan ini adalah iklan dari salah satu angkatan bersenjata di sini, tujuannya g kira kurang lebih untuk meningkatkan animo orang muda untuk ngebikin hidupnya lebih challenging dengan menanggapi panggilan negaranya…
Dan tiba-tiba saja, kalimat itu membuat g tersentak, “ If your live were a movie, would it be a good one???”
Kita semua bisa bertanya kepada diri kita masing-masing…
Andaikata neh, hidup kita adalah sebuah film, bakal jadi film yang baik or kagak sehh??
Hari gene, bioskop kan udah canggih, fasilitas Cineplex bahkan ada yang khusus banget dan berharga ratusan ribu rupiah sekali masuk dengan fasilitas tempat duduk bak pesawat first class n film udah mencapai puncak kejayaannya lah yaw… G kira jarang banget orang yang nggak hobby nonton. Kecuali mungkin jenis filmnya aja yang menjadi favorite masing2 mungkin beda2. Ada yang hobby nonton film horror, ada yang suka drama, ada yang suka komedi, itu mah namanya selera yang kagak pernah bisa dipaksakan. Yang pasti, g kira jarang lah ya yang gak suka nonton sama sekali.
Dan kalo g ngajak citylighters nonton film dirimu sendiri yang diputer di bioskop n then melakukan flashback alias kilas balik, bakal jadi film yang baik or nggak sehhh??
Mungkin dengan ngajak temen2 semua untuk berpikir dan berefleksi lalu bakal kepikir, apa sich yang baik itu??
Kan baik jg bisa ada standar yang berbeda dari setiap orang, jadi apa sih yang baik itu??
Dunia memiliki banyak bench mark atau tolok ukur untuk apa yang dianggap baik, namun bagi kita murid-murid Kristus, siapakah yang menaburkan benih baik itu?
Pencaharian g terhadap apa yang baik dan yang jahat itu membawa g membuka injil Matius, di mana terdapat perikop sebagai berikut:
13:36 Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu."
13:37
Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia;
13:38
ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat.
13:39
Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat.
Orang yang menaburkan benih baik itu adalah Tuhan Yesus sendiri, dan tentunya apa yang baik bagi kita, citylighters semua, adalah melaksanakan perintahNya dan melakukan tindakan kasih sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Yesus sendiri dalam alkitab dan tentunya, menjauhi larangan-laranganNya…
Following Jesus dan melakukan apa yang baik menurut Dia, tentunya akan ngebikin film kehidupan kita lebih bermakna…
Mungkin setelah itu kamu akan berpikir, apakah harus full of adventure film kehidupan kamu bersama Yesus?
G pribadi berpendapat bahwa, mungkin kehidupan sebagai murid Kristus bisa jadi bergelombang bak valuta asing yang fluktuatif alias naik turun, namun bisa juga biasa-biasa aja n gak penuh warna terkadang. Namun, apakah itu bakal mengurangi nilai dari kehidupan kamu sendiri? Rasanya nggak juga yah…
As long as we live according to His Will, kita bakalan mempunyai hidup yang bukan saja baik namun bermakna. G yakin akan hal itu…
Karena di tengah benih lalang yang juga gak kalah keras bekerja menyebarkan kejahatan, kita harus berjuang agar terus mampu menghidupi iman kita sesuai seperti apa yang diajarkan oleh Kristus sendiri…Jadi terang di dunia ini, jadi terang di kota Jakarta, jadi terang di keluarga…
So, If your life were a movie, would it be a good one?
Tentu saja donk! Asalkan kehidupan yang kita hidupi berdasarkan kasihNya. Mengasihi orang yang membenci kita, mengampuni mereka, menjauhi tindak kejahatan sekecil apa pun termasuk mencontek misalnya. Nggak ikutan arus dunia, drugs-free sex-pornografi, NO WAY!
Trust me, it would be a good one as long as we build good relationship with Jesus. Berdoa n berusaha terus untuk ningkatin ‘film’ kehidupan kamu, agar bermakna seperti yang Yesus mau, karena kita kan murid-muridNya n jadi terang di mana pun kita berada, otre! Otre deeehh…
Singapore, 4th of March 2007
-fon-
If your Life were a movie, would it be a good one?
Dear my citylighters…
Bulan baru lagi neh, di mana g mengunjungi kalian semua dengan tulisan terkini…
Sempet couple of weeks ago, g ngeliat suatu iklan di TV di Spore sini, bertuliskan kata-kata seperti judul di atas.
Alkisah, ciaileee… hehe… Seorang pria bernama Nick nonton filmnya sendiri di bioskop, n dia ngeliat kiri-kanannya para penonton juga, bobok lho saking ngantuk n boringnya mungkin dengan kegiatan dia sehari2…
Dan ini adalah iklan dari salah satu angkatan bersenjata di sini, tujuannya g kira kurang lebih untuk meningkatkan animo orang muda untuk ngebikin hidupnya lebih challenging dengan menanggapi panggilan negaranya…
Dan tiba-tiba saja, kalimat itu membuat g tersentak, “ If your live were a movie, would it be a good one???”
Kita semua bisa bertanya kepada diri kita masing-masing…
Andaikata neh, hidup kita adalah sebuah film, bakal jadi film yang baik or kagak sehh??
Hari gene, bioskop kan udah canggih, fasilitas Cineplex bahkan ada yang khusus banget dan berharga ratusan ribu rupiah sekali masuk dengan fasilitas tempat duduk bak pesawat first class n film udah mencapai puncak kejayaannya lah yaw… G kira jarang banget orang yang nggak hobby nonton. Kecuali mungkin jenis filmnya aja yang menjadi favorite masing2 mungkin beda2. Ada yang hobby nonton film horror, ada yang suka drama, ada yang suka komedi, itu mah namanya selera yang kagak pernah bisa dipaksakan. Yang pasti, g kira jarang lah ya yang gak suka nonton sama sekali.
Dan kalo g ngajak citylighters nonton film dirimu sendiri yang diputer di bioskop n then melakukan flashback alias kilas balik, bakal jadi film yang baik or nggak sehhh??
Mungkin dengan ngajak temen2 semua untuk berpikir dan berefleksi lalu bakal kepikir, apa sich yang baik itu??
Kan baik jg bisa ada standar yang berbeda dari setiap orang, jadi apa sih yang baik itu??
Dunia memiliki banyak bench mark atau tolok ukur untuk apa yang dianggap baik, namun bagi kita murid-murid Kristus, siapakah yang menaburkan benih baik itu?
Pencaharian g terhadap apa yang baik dan yang jahat itu membawa g membuka injil Matius, di mana terdapat perikop sebagai berikut:
13:36 Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu."
13:37
Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia;
13:38
ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat.
13:39
Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat.
Orang yang menaburkan benih baik itu adalah Tuhan Yesus sendiri, dan tentunya apa yang baik bagi kita, citylighters semua, adalah melaksanakan perintahNya dan melakukan tindakan kasih sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Yesus sendiri dalam alkitab dan tentunya, menjauhi larangan-laranganNya…
Following Jesus dan melakukan apa yang baik menurut Dia, tentunya akan ngebikin film kehidupan kita lebih bermakna…
Mungkin setelah itu kamu akan berpikir, apakah harus full of adventure film kehidupan kamu bersama Yesus?
G pribadi berpendapat bahwa, mungkin kehidupan sebagai murid Kristus bisa jadi bergelombang bak valuta asing yang fluktuatif alias naik turun, namun bisa juga biasa-biasa aja n gak penuh warna terkadang. Namun, apakah itu bakal mengurangi nilai dari kehidupan kamu sendiri? Rasanya nggak juga yah…
As long as we live according to His Will, kita bakalan mempunyai hidup yang bukan saja baik namun bermakna. G yakin akan hal itu…
Karena di tengah benih lalang yang juga gak kalah keras bekerja menyebarkan kejahatan, kita harus berjuang agar terus mampu menghidupi iman kita sesuai seperti apa yang diajarkan oleh Kristus sendiri…Jadi terang di dunia ini, jadi terang di kota Jakarta, jadi terang di keluarga…
So, If your life were a movie, would it be a good one?
Tentu saja donk! Asalkan kehidupan yang kita hidupi berdasarkan kasihNya. Mengasihi orang yang membenci kita, mengampuni mereka, menjauhi tindak kejahatan sekecil apa pun termasuk mencontek misalnya. Nggak ikutan arus dunia, drugs-free sex-pornografi, NO WAY!
Trust me, it would be a good one as long as we build good relationship with Jesus. Berdoa n berusaha terus untuk ningkatin ‘film’ kehidupan kamu, agar bermakna seperti yang Yesus mau, karena kita kan murid-muridNya n jadi terang di mana pun kita berada, otre! Otre deeehh…
Singapore, 4th of March 2007
-fon-
Monday, April 9, 2007
" Don't Worry, I'm with you..."
“Don’t Worry, I’m with you…”
Dear all…
Perjalananku sebagai seorang ibu baru dimulai. Dan mungkin apa yang kualami bersama Audrey masih terlalu sedikit dibandingkan dengan temen2 yang udah punya anak yang lebih guede2…
Eniwei, Tuhan tetap izinkan aku untuk mengalami proses pembelajaran lewat yang sedikit ini sebagai upaya hidup sepenuh-penuhnya sesuai rencana Allah yang sudah disiapkanNya bagiku.
Amen aja deh ya…
Sebulan ini, tidurku kacau. Siang jadi malam, malam jadi siang buat Audrey.
Kelelawar? Might be… Atau aku lebih prefer Batman aja ah daripada kelelawar hehe…
Kadang, di tengah malam Audrey menangis dan cukup rewel. Kadang dengan keterbatasan pengetahuanku akan baby, akan dia, aku akan bingung tapi terus berusaha mengecek sana-sini.
Pertama biasanya minum susu. Apa sudah jamnya minum? Lalu kalo baru saja minum, aku akan mengecek pampersnya. Apa dia buang air sehingga tuh pampers udah terlalu penuh dan gak nyaman lagi dipakai? Atau mungkin dia mengantuk? Ini yang paling sulit, dia ngantuk tapi gak mau tidur, dan kadang marah-marah gak karuan…
But soon after she fells asleep in my arms, dalam gendonganku, aku bisa melihat senyumnya yang terkadang muncul bergantian dengan meringis seperti menangis tanpa suara.
Ah, memang semua bayi lucu ya n they’re like an angel kalo lagi bobo… Kalo lagi nangis2, wahh… angelnya pada ke mana yahhh??
Di saat dia tertidur dalam pelukanku, kadang dia menangis rewel sedikit.
All I can do is just goyang kiri n goyang kanan, biar dia tenangan sedikit. Yang pasti gak bisa goyang Inul lah ya… Slow dance aja buat Audrey biar bisa bobo…
Dan dalam kesempatan itu, aku pun membisikkan, “ Don’t worry, I’m with you, Audrey…”
Seringkali kubisikkan, “ Jangan kuatir, Mama bersamamu…”
Dia menjadi lebih tenang dan ada kesempatan di mana dia melingkarkan jemari mungil tangannya ke jari tanganku… Seolah meminta perlindungan dan kembali kubisikkan, “ Jangan kuatir, Audrey… Mama bersamamu…”
And then I realized…
Buat aku pribadi, setelah mengalami kepindahan ke negara baru, melahirkan dan memiliki buah hati titipan Allah, aku semakin menyadari bahwa Allah sungguh adalah kasih.
Dia selalu ada dalam tiap episode hidupku.
Dan seringkali, aku sebagaimana layaknya Audrey, merasa kuatir, merasa diri begitu kecil dan butuh perlindungan. Terkadang, mengambil contoh kasus my baby, Audrey, aku pun bisa menangis karena putus asa terhadap kenyataan yang ada mungkin karena ketidakpastian masa depan yang kutakutkan…
Tapi aku ingat sekarang, sebagaimana aku bicara kepada Audrey, terus meyakinkan dia untuk tidak kuatir karena aku, Audrey’s mom bersamanya, membuatku sadar sekali lagi bahwa tidak ada yang harus aku kuatirkan atau aku takutkan karena Tuhan bersamaku.
Terdengar suara lembut Audrey, ah rupanya dia menggeliat halus dalam tidurnya. Dengan kedua mata terkatup, dia tetap pada posisi tidur nyenyak.
Aku tersentak sejenak dan bangun dari lamunanku, memeriksa sebentar keadaan Audrey to make sure everything’s all right.
Dan kembali ke refleksiku tadi, aku membalikkan posisiku sebagai Audrey dan Tuhan sebagai orang tua yang mengasuhku. I can listen in my ears clearly, His soft voice saying, “ Don’t worry, My child, I’m with you…”
Satu hal yang sederhana, namun terkadang terlupakan di tengah seluruh kondisi kehidupan yang kita hadapi…
As simple as a child, aku mau bilang kepada Tuhan, “ Thanks to you, GOD! I’m safe being with you…”
Dan sekali lagi sayup kudengar, hatiku membisikkan kata yang sangat menenangkan yang sudah kudengar berulang kali, “ Jangan kuatir, Aku bersamamu…”
Kulanjutkan memejamkan mataku, karena baru saja kulihat Audrey masih tidur lelap.
I need to take a rest too… Siap2 kalo begadang lagi…
So pasti lah judulnya… Wong masih baby, ya gak…?
Satu hal yang pasti, kutau Tuhan gak pernah berhenti memberikanku pengertian baru, kekuatan baru, lewat hal yang sederhana sekalipun. Just want to make sure bahwa Dia selalu sertaku dan sertamu juga. So, don’t worry, HE IS WITH US!
Amen.
Singapore, 7 Maret 2007
Take care all, God Bless…
-fon-
*audrey’smom*
PS: g yakin Tuhan mau beri pencerahan dan kekuatan pada kita dalam setiap kondisi. Dalam kondisi kelelahan sekalipun, asal kita tetap focus padaNya, Dia tetap menentramkan hati kita…
Dear all…
Perjalananku sebagai seorang ibu baru dimulai. Dan mungkin apa yang kualami bersama Audrey masih terlalu sedikit dibandingkan dengan temen2 yang udah punya anak yang lebih guede2…
Eniwei, Tuhan tetap izinkan aku untuk mengalami proses pembelajaran lewat yang sedikit ini sebagai upaya hidup sepenuh-penuhnya sesuai rencana Allah yang sudah disiapkanNya bagiku.
Amen aja deh ya…
Sebulan ini, tidurku kacau. Siang jadi malam, malam jadi siang buat Audrey.
Kelelawar? Might be… Atau aku lebih prefer Batman aja ah daripada kelelawar hehe…
Kadang, di tengah malam Audrey menangis dan cukup rewel. Kadang dengan keterbatasan pengetahuanku akan baby, akan dia, aku akan bingung tapi terus berusaha mengecek sana-sini.
Pertama biasanya minum susu. Apa sudah jamnya minum? Lalu kalo baru saja minum, aku akan mengecek pampersnya. Apa dia buang air sehingga tuh pampers udah terlalu penuh dan gak nyaman lagi dipakai? Atau mungkin dia mengantuk? Ini yang paling sulit, dia ngantuk tapi gak mau tidur, dan kadang marah-marah gak karuan…
But soon after she fells asleep in my arms, dalam gendonganku, aku bisa melihat senyumnya yang terkadang muncul bergantian dengan meringis seperti menangis tanpa suara.
Ah, memang semua bayi lucu ya n they’re like an angel kalo lagi bobo… Kalo lagi nangis2, wahh… angelnya pada ke mana yahhh??
Di saat dia tertidur dalam pelukanku, kadang dia menangis rewel sedikit.
All I can do is just goyang kiri n goyang kanan, biar dia tenangan sedikit. Yang pasti gak bisa goyang Inul lah ya… Slow dance aja buat Audrey biar bisa bobo…
Dan dalam kesempatan itu, aku pun membisikkan, “ Don’t worry, I’m with you, Audrey…”
Seringkali kubisikkan, “ Jangan kuatir, Mama bersamamu…”
Dia menjadi lebih tenang dan ada kesempatan di mana dia melingkarkan jemari mungil tangannya ke jari tanganku… Seolah meminta perlindungan dan kembali kubisikkan, “ Jangan kuatir, Audrey… Mama bersamamu…”
And then I realized…
Buat aku pribadi, setelah mengalami kepindahan ke negara baru, melahirkan dan memiliki buah hati titipan Allah, aku semakin menyadari bahwa Allah sungguh adalah kasih.
Dia selalu ada dalam tiap episode hidupku.
Dan seringkali, aku sebagaimana layaknya Audrey, merasa kuatir, merasa diri begitu kecil dan butuh perlindungan. Terkadang, mengambil contoh kasus my baby, Audrey, aku pun bisa menangis karena putus asa terhadap kenyataan yang ada mungkin karena ketidakpastian masa depan yang kutakutkan…
Tapi aku ingat sekarang, sebagaimana aku bicara kepada Audrey, terus meyakinkan dia untuk tidak kuatir karena aku, Audrey’s mom bersamanya, membuatku sadar sekali lagi bahwa tidak ada yang harus aku kuatirkan atau aku takutkan karena Tuhan bersamaku.
Terdengar suara lembut Audrey, ah rupanya dia menggeliat halus dalam tidurnya. Dengan kedua mata terkatup, dia tetap pada posisi tidur nyenyak.
Aku tersentak sejenak dan bangun dari lamunanku, memeriksa sebentar keadaan Audrey to make sure everything’s all right.
Dan kembali ke refleksiku tadi, aku membalikkan posisiku sebagai Audrey dan Tuhan sebagai orang tua yang mengasuhku. I can listen in my ears clearly, His soft voice saying, “ Don’t worry, My child, I’m with you…”
Satu hal yang sederhana, namun terkadang terlupakan di tengah seluruh kondisi kehidupan yang kita hadapi…
As simple as a child, aku mau bilang kepada Tuhan, “ Thanks to you, GOD! I’m safe being with you…”
Dan sekali lagi sayup kudengar, hatiku membisikkan kata yang sangat menenangkan yang sudah kudengar berulang kali, “ Jangan kuatir, Aku bersamamu…”
Kulanjutkan memejamkan mataku, karena baru saja kulihat Audrey masih tidur lelap.
I need to take a rest too… Siap2 kalo begadang lagi…
So pasti lah judulnya… Wong masih baby, ya gak…?
Satu hal yang pasti, kutau Tuhan gak pernah berhenti memberikanku pengertian baru, kekuatan baru, lewat hal yang sederhana sekalipun. Just want to make sure bahwa Dia selalu sertaku dan sertamu juga. So, don’t worry, HE IS WITH US!
Amen.
Singapore, 7 Maret 2007
Take care all, God Bless…
-fon-
*audrey’smom*
PS: g yakin Tuhan mau beri pencerahan dan kekuatan pada kita dalam setiap kondisi. Dalam kondisi kelelahan sekalipun, asal kita tetap focus padaNya, Dia tetap menentramkan hati kita…
Sunday, February 25, 2007
Valentine's Resolutions
Dear friends...
Ini kolom shalom betawi g deadline bulan ini. Masuk majalah spt biasa, next month. So far mungkin agak sedikit basi krn Valentine's Day dah lewat ya... But anyway msh di bulan Februari juga sih, jadi yaaa anggaplah sah-sah aza hehe...
Tulisan ini bisa didapatkan juga di toko-toko terdekat hehe... Nggak lah, tulisan ini jg ada di blog g.. http://fjodikin.blogspot.com/.
Thx for your attention n met beraktivitas today!
God bless u all...
-fon-
Valentine's Resolutions
Dear citylighters...
Izinkan g dalam kesempatan ini menyampaikan simpati g atas banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya... Even g gak berada di Jakarta, tapi sejujurnya hati g miris melihat betapa banyak teman, sodara, bahkan orang yang belum g kenal, kena parahnya efek banjir kali ini...
Sepertinya mayoritas warga Jakarta kena... Karena katanya sekitar 75% Jakarta ketutup banjir kemarenan ini...
Ayo Jakarta, bangkit! Smoga ada solusi juga yah degan tata kota yang lebih baik dan sebagainya... Karena kalo mencontoh dari Singapura, parit alias gotnya guede2 banget n bersih2... Gak ada sampah... Trus juga mereka punya reservoir (tempat penampungan air semacam bendungan gitu kalee...). Sejujurnya Singapore sempet banjir juga di beberapa tempat pas Desember lalu, tapi penanganan yang cepat bikin negara ini gak kerendam dalam skala luas n cepet recover lagi...
Eniwei, tanpa bermaksud 'compare', hanya kalo sesuatu yang bagus bukankah patut dipelajari n dicontoh, tul gak??
Biar Jakarta jg bisa berbenah diri dan mempersiapkan diri biar gak terjadi whatsoever you call siklus 5 tahunan keq or anything keq... Yang penting pas banjir tiba di kemudian hari, udah siap2 deh...
Even dalam suasana banjir n gak terlalu tepat seh untuk cerita soal Valentine's Day, tapi g tetep pengen mengangkat topik ini. Bukannya kenapa2 sih, karena di Singapore ada iklan di koran tentang menghabiskan Valentine's Day cuma buat sehari di beberapa hotel berbintang n di suite Roomnya dengan dinner plus pijat dan sebagainya deh, seharga SGD $ 6,888 +++.
Yah kalo secara kasar g kalkulasi, at least semalam di hotel itu menghabiskan sekitar 40-an juta, kalo menggunakan kurs 1 SGD = Rp. 6.000,-.
Mencengangkan n bikin bingung kan?? Ngapain juga uang segitu dipake buat jor-joran untuk semalam di hotel doang? Mengingat kenyataan Jakarta dan sekitarnya terkena banjir, g pikir alangkah bijaksananya kalo uang segitu bisa dipake untuk beli bahan makanan or keperluan untuk para pengungsi yang terkena banjir, bisa dapet berapa dus mie instan tuh??
Terkadang, g melihat betapa event2 semacam Valentine's Day ataupun Natal, seringkali dibuat terlalu berlebihan dan terlalu konsumtif... Perlu gak seh sampe sebegitunya??
G lihat jg, orang Singapore sendiri cukup bijaksana, karena sampe 3 hari sebelum Valentine's Day, berita itu diturunkan, belum ada yang booking tuh paket2 tersebut...
Even yang nanya sih sekitar 15-20 penelpon, tapi blm ada yang confirm untuk jadiin tuh paket. Untuk orang Singapore sendiri, gak make sense kaleee... Dan pihak hotel juga beralasan that it's too close to Chinese New Year, bener juga mungkin, tapi yang pasti untuk spend segitu banyak orang pasti mikir2 panjang lah...
G setuju banget... Ngapain yah jor-joran begitu?
Eniwei, citylighers semua pernah denger donk tentang New Year's Resolutions... Itu tuh semacam janji ato komitmen yang dibikin oleh seseorang buat proyeknya, buat suatu kebiasaan ato perubahan lifestyle alias gaya hidup dan untuk mudahnya diawali di awal taon (New Year). Itu yang pengen g challenge ke citylighters semua kali ini...
Kita adaptasi New Year's Resolutions and kita pindahkan ke Valentine's Resolutions...
Kita pengen bikin Valentine's Day kali ini beda karena kita pake lifestyle yang beda. Valentine's Day bukan lagi ajang buang duit gede2an, NO WAY guyz!
Valentine's Day bukan melulu ajang pemborosan...
Mending duitnya disimpan untuk disalurkan kepada yang membutuhkan...
Namun Valentine's Day membuat kita lebih peka, lebih mengasihi sesama (so buat yang masih jomblo mah gak masalah koq... tul gak?), lebih pengen melakukan hal-hal baik yang berguna buat korban banjir di Jakarta misalnya... Ato bikin pesta bareng anak-anak Panti Asuhan, atau orang-orang tua yang mungkin terlupakan di Panti Jompo, that's just an idea... kamu bisa kembangkan ide itu tentu aja n bikin sesuai ma hati kamu...
Tapi ini bukan berarti g anti sama sekali dengan pesta Valentine's Day or dinner on that day, ato jg acara2 talk show dll yang berlangsung berkenaan dengan acara ini yah, tapi ya mbok ditempatkan sebagaimana porsi seharusnya aza geto loh....
So, apa Valentine's Resolutions kamu? Mungkin as simple as dinner bareng keluarga n ngumpulin sumbangan untuk daerah terdekat kamu yang banjir... It's really up 2 u... Yang pasti g pengen kita bikin satu pembedaan kali ini dan seterusnya kalo bisa...
Gak perlu ikut arus zaman konsumerisme, yang penting do it with God's Love... Bakal jadi beda deh....
Jadilah terang di mana pun kamu ditempatkan... Even dalam kegelapan awan yang menyebabkan banjir Jakarta, terang Tuhan gak bakal ketutup sama itu semua!
Tk care n Have a Happy Valentine's Day...
Singapore, Februari 2007
-fon-
Ini kolom shalom betawi g deadline bulan ini. Masuk majalah spt biasa, next month. So far mungkin agak sedikit basi krn Valentine's Day dah lewat ya... But anyway msh di bulan Februari juga sih, jadi yaaa anggaplah sah-sah aza hehe...
Tulisan ini bisa didapatkan juga di toko-toko terdekat hehe... Nggak lah, tulisan ini jg ada di blog g.. http://fjodikin.blogspot.com/.
Thx for your attention n met beraktivitas today!
God bless u all...
-fon-
Valentine's Resolutions
Dear citylighters...
Izinkan g dalam kesempatan ini menyampaikan simpati g atas banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya... Even g gak berada di Jakarta, tapi sejujurnya hati g miris melihat betapa banyak teman, sodara, bahkan orang yang belum g kenal, kena parahnya efek banjir kali ini...
Sepertinya mayoritas warga Jakarta kena... Karena katanya sekitar 75% Jakarta ketutup banjir kemarenan ini...
Ayo Jakarta, bangkit! Smoga ada solusi juga yah degan tata kota yang lebih baik dan sebagainya... Karena kalo mencontoh dari Singapura, parit alias gotnya guede2 banget n bersih2... Gak ada sampah... Trus juga mereka punya reservoir (tempat penampungan air semacam bendungan gitu kalee...). Sejujurnya Singapore sempet banjir juga di beberapa tempat pas Desember lalu, tapi penanganan yang cepat bikin negara ini gak kerendam dalam skala luas n cepet recover lagi...
Eniwei, tanpa bermaksud 'compare', hanya kalo sesuatu yang bagus bukankah patut dipelajari n dicontoh, tul gak??
Biar Jakarta jg bisa berbenah diri dan mempersiapkan diri biar gak terjadi whatsoever you call siklus 5 tahunan keq or anything keq... Yang penting pas banjir tiba di kemudian hari, udah siap2 deh...
Even dalam suasana banjir n gak terlalu tepat seh untuk cerita soal Valentine's Day, tapi g tetep pengen mengangkat topik ini. Bukannya kenapa2 sih, karena di Singapore ada iklan di koran tentang menghabiskan Valentine's Day cuma buat sehari di beberapa hotel berbintang n di suite Roomnya dengan dinner plus pijat dan sebagainya deh, seharga SGD $ 6,888 +++.
Yah kalo secara kasar g kalkulasi, at least semalam di hotel itu menghabiskan sekitar 40-an juta, kalo menggunakan kurs 1 SGD = Rp. 6.000,-.
Mencengangkan n bikin bingung kan?? Ngapain juga uang segitu dipake buat jor-joran untuk semalam di hotel doang? Mengingat kenyataan Jakarta dan sekitarnya terkena banjir, g pikir alangkah bijaksananya kalo uang segitu bisa dipake untuk beli bahan makanan or keperluan untuk para pengungsi yang terkena banjir, bisa dapet berapa dus mie instan tuh??
Terkadang, g melihat betapa event2 semacam Valentine's Day ataupun Natal, seringkali dibuat terlalu berlebihan dan terlalu konsumtif... Perlu gak seh sampe sebegitunya??
G lihat jg, orang Singapore sendiri cukup bijaksana, karena sampe 3 hari sebelum Valentine's Day, berita itu diturunkan, belum ada yang booking tuh paket2 tersebut...
Even yang nanya sih sekitar 15-20 penelpon, tapi blm ada yang confirm untuk jadiin tuh paket. Untuk orang Singapore sendiri, gak make sense kaleee... Dan pihak hotel juga beralasan that it's too close to Chinese New Year, bener juga mungkin, tapi yang pasti untuk spend segitu banyak orang pasti mikir2 panjang lah...
G setuju banget... Ngapain yah jor-joran begitu?
Eniwei, citylighers semua pernah denger donk tentang New Year's Resolutions... Itu tuh semacam janji ato komitmen yang dibikin oleh seseorang buat proyeknya, buat suatu kebiasaan ato perubahan lifestyle alias gaya hidup dan untuk mudahnya diawali di awal taon (New Year). Itu yang pengen g challenge ke citylighters semua kali ini...
Kita adaptasi New Year's Resolutions and kita pindahkan ke Valentine's Resolutions...
Kita pengen bikin Valentine's Day kali ini beda karena kita pake lifestyle yang beda. Valentine's Day bukan lagi ajang buang duit gede2an, NO WAY guyz!
Valentine's Day bukan melulu ajang pemborosan...
Mending duitnya disimpan untuk disalurkan kepada yang membutuhkan...
Namun Valentine's Day membuat kita lebih peka, lebih mengasihi sesama (so buat yang masih jomblo mah gak masalah koq... tul gak?), lebih pengen melakukan hal-hal baik yang berguna buat korban banjir di Jakarta misalnya... Ato bikin pesta bareng anak-anak Panti Asuhan, atau orang-orang tua yang mungkin terlupakan di Panti Jompo, that's just an idea... kamu bisa kembangkan ide itu tentu aja n bikin sesuai ma hati kamu...
Tapi ini bukan berarti g anti sama sekali dengan pesta Valentine's Day or dinner on that day, ato jg acara2 talk show dll yang berlangsung berkenaan dengan acara ini yah, tapi ya mbok ditempatkan sebagaimana porsi seharusnya aza geto loh....
So, apa Valentine's Resolutions kamu? Mungkin as simple as dinner bareng keluarga n ngumpulin sumbangan untuk daerah terdekat kamu yang banjir... It's really up 2 u... Yang pasti g pengen kita bikin satu pembedaan kali ini dan seterusnya kalo bisa...
Gak perlu ikut arus zaman konsumerisme, yang penting do it with God's Love... Bakal jadi beda deh....
Jadilah terang di mana pun kamu ditempatkan... Even dalam kegelapan awan yang menyebabkan banjir Jakarta, terang Tuhan gak bakal ketutup sama itu semua!
Tk care n Have a Happy Valentine's Day...
Singapore, Februari 2007
-fon-
Wednesday, February 14, 2007
Dari Satu Sudut Favorite Gue...
Dear Friends...
Gimana kabar Jakarta dan banjirnya? Sejujurnya g banyak membaca, mendengar n melihat jg dari tayangan TV sini kondisi Jakarta tercinta... So far g liat lumayan parah yah karena katanya pas puncaknya Jakarta kerendam 75%nya...
Smoga yang kena bisa segera bangkit n bersih2 lagi... Sementara yang gak kena, bisa memberikan bantuan yang diperlukan seperti yang g denger dari seorang temen g, di daerah Taman Permata Buana memberikan pengobatan gratis dengan membagikan obat, that's such a good idea...
Tata kota Jakarta jg sepertinya harus dibenahi (lho koq g kayak Gubernur yakkk?? Maap... bukan maksud hati, namun emang bencana itu gak bisa dihindari cuma bisa di-minimized aza geto lho...). Melihat kondisi Singapore jg sempet banjir beberapa hari di sedikit tempat di sini pas Desember lalu...Tapi pemerintah sini dgn cepet bereaksi... Krn kalo gak warganya ngoceh2 melulu... Lagian sistem pembuangan air dan reservoir di sini beda banget sama Jakarta...
Eniwei, smoga Jakarta makin baik lah biar gak terjadi pengulangan banjir2 seperti ini di kemudian hari yang jelas2 lbh banyak membawa derita bagi para korbannya..
Lama gak ada kabarnya yah dari gue... Maklum sementara mempersiapkan diri untuk ujian saham n ternyata kali itu pas ujian g blm beruntung. Rada sebel sih sebetulnyo krn nilai yang didapat antara range 70-74 sedangkan angka kelulusan 75. For first attempt not bad at all, tapi tetep aja blm beruntung lah judulnya...
Eniwei udah bisa get over with now, n belajar lagi, nanti aja pas udah melahirkan baru ujian lagi... Sekarang yang jadi prioritas yah my baby dulu yang udah bener2 menghitung harinya dari dalam perut gue...
Yah, the baby bakal nongol bentar lagi, coming soon judulnya...Kata dokter, due date sekitar 1 Maret, that means kurang lebih 2 minggu dari sekarang.
Doain yaaa... Thx b4...
G sendiri awal2 di Singapore biarpun bersama suami n keluarga di sini, sempet merasa sulit beradaptasi. Bukannya kenapa2 soalnya kan selama di Jakarta udah punya ritme kehidupan sendiri. Udah punya komunitas PD sendiri, temen2 sendiri, kerjaan pasti n even dalam kondisi hamil yang gak sempet ke mana2 tetep aja bisa dikunjungi sama temen2 sekalian...
Sementara pas hamil di sini, beda banget. Dengan teman2 yang blm sampe itungan 10 jari, g jg gak leluasa ke mana2 sendirian krn kondisi kehamilan yang emang not so strong ini dan sempet pingsan segala. Jadi mendadak g yang mandiri harus ditemenin either sama mertua, nyokap or suami pas pergi ke mana2, to tell you the truth it's not an easy thing for me.
Padahal seharusnya kehidupan baru di Singapore could be very adventerous, kalo saja g sehat2 bisa membuat g berkeliaran dengan lebih leluasa.
Ditambah lagi, g yang biasa sibuk kerja, di sini menganggur... Yah, alhasil lbh banyak menghabiskan waktu di internet, denger IPOD utk my baby, atau belajar masak bareng mertua... Yang pasti, entirely different activities dibandingkan di Jakarta...
G struggling myself jg untuk menerima semua perubahan ini, untuk belajar sabar dengan segala sesuatu yang berbeda ini... Karena biar bagaimana pun kepindahan ini g syukuri... Karena beberapa teman bilang untung g ada di SPore, jadi gak pusing urusan banjir dll (dgn tanpa mengurangi rasa hormat g pada para korban banjir, tentunya...).
Dari satu sudut favorite g di apartemen ini, sebuah kolam ikan, tempat di mana beberapa ikan KOI dan kura2 berenang2 dan g memandang mereka dengan rasa tenang dan senang. G sempet memikirkan, alangkah enaknya kalo jadi ikan, gak usah pusing dengan segala permasalahan duniawi yang ada... Tapi g pikir2 lagi, mungkin jg tuh ikan malah bosen dengan sekitarnya, malah either kepengen jadi kura2 atau malah pengen jadi manusia...
Yah, g berpikir betapa gak puasnya diri kita manusia, especially g pada saat ini, sementara orang lain mungkin melihat betapa beruntungnya g...
Oh My God, kenapa ucapan syukur begitu sulit keluar dari mulut g...
Apa ini gejala kehamilan jg yang bikin hormon kuatir g meningkat? G tau sih, ini gak bener, tapi g jg can't help it at that time...
Di Jakarta, karir mulai menanjak naik dan udah mulai dikenal di kalangan pekerjaan gue, sehingga gak sulit buat gue utk cari kerjaan di sana.
Tapi di Singapore, siapa gue geto lho? G harus mulai dari nol lagi, mulai dari ujian lagi, sertifikasi lagi... Really I gotta say it's from zero.
Ahh... Angin di tepi kolam ikan menyadarkan g... Mungkin ini salah satu khotbah Rm. Yus yang sering dia ceritakan, g sedang melaluinya, yaitu gerakan turun.
Kehidupan mengajak kita ke gerakan naik. Ponsel terbaru, teknologi tercanggih, kesuksesan. Yang semuanya adalah gerakan naik. Dan gue menikmatinya bertahun-tahun juga di Jakarta lewat kerja keras dan campur tangan Tuhan - atas seizin DIA g nikmati itu semua dengan rasa syukur.
Mungkin yang terlupakan sejenak dari diri gue adalah: teman, pekerjaan, sumber segala penghasilan dan kenikmatan yang g peroleh adalah berasal dari Tuhan. Dan tanpa Dia g bukan siapa-siapa...
Di sini, di sudut kolam ikan ini, g sendiri mulai mendapatkan ketenangan dari dalam hati g, bahwa kalo Tuhan mau dan Tuhan izinkan, Dia bisa beri semua yang Dia mau beri untuk g... Tidak sepantasnya g mempertanyakan kenapa g harus menerima semua gerakan turun ini ( yg sebetulnya gak sepenuhnya turun juga yah, krn in terms of quality of life dan buat future anak yang ada dalam kandungan g, tentunya Singapore lebih baik daripada kehidupan g sebagai anak kos di Jakarta).
G mulai tersenyum lagi, g mulai merasakan adanya semangat baru dalam diri gue... (pssttt ini terjadi beberapa minggu lalu, ketika persiapan ujian mulai g lakukan, all material of the exam is in English sementara English adalah 2nd language g...).
Now, the most important thing is my baby... Mungkin ini namanya pengorbanan orang tua. Betapa orang tua berkorban untuk anak-anaknya... Yah, g jg sempet dilema, kalo g kerja nanti anak g gimana yaaa? Tapi kalo gak kerja jg gimana? G jalanin dulu sambil berdoa jg, baiknya gimana ya Tuhan??
Eniwei lagi, g bersyukur krn dalam masa2 trimester terakhir kehamilan g, g tidak bekerja karena kerjaan g sejujurnya quite stressful n kalo stress kan not too good for the baby...
Hari ini, di Valentine's day ini, g cuma berpikir sederhana, g mau memberikan yang terbaik untuk dedek yang tengah ada dalam perut g. Untuk suami dan keluarga yang ada di Singapura ini. Untuk Tuhan yang udah izinkan g ada di sini dan kembali g percayakan diri g pada penyelenggaraan IlahiNYA yang melampaui segala akal. G mungkin gak sanggup, tapi DIA sanggup... Dia punya rencana sendiri untuk kami, keluarga kami, juga untuk keluarga kamu, dan setiap kamu yang membaca tulisan ini...
Penderitaan ataupun perubahan, membawa g menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih realistis, lebih mau menerima kenyataan sebagaimana adanya...
G sempet membaca Ayub untuk bahan studi perbandingan, dan g melihat betapa sabarnya Ayub menjalani semua pencobaan yang terjadi atas dirinya, dan keluar sebagai pemenang...
I wanna be like Ayub... Apalagi yang g alami, jauhhh... jauhhh banget dari apa yang Ayub alami... Ayub jauh lebih kuat dan lebih sabar tentunya...
Thanks for listening to my sharing. G tau, setiap dari kita berjuang dalam hidup ini, semapan apa pun kelihatannya, tokh kita tetap perlu berjuang...
Just wanna share perjuangan itu aja ke temen2 semua...
And one more thing... happy Valentine's Day...
Dari pagi aku mendengungkan, a simple Valentine's celebration will do, coz this year is different because of the flood. Bagikan kasih lewat sumbangan dan kasih kepada korban banjir, mungkin itu yang lebih perlu...
Tk care, God bless you all...
Singapore, 14 Feb 2007
-fon-
Gimana kabar Jakarta dan banjirnya? Sejujurnya g banyak membaca, mendengar n melihat jg dari tayangan TV sini kondisi Jakarta tercinta... So far g liat lumayan parah yah karena katanya pas puncaknya Jakarta kerendam 75%nya...
Smoga yang kena bisa segera bangkit n bersih2 lagi... Sementara yang gak kena, bisa memberikan bantuan yang diperlukan seperti yang g denger dari seorang temen g, di daerah Taman Permata Buana memberikan pengobatan gratis dengan membagikan obat, that's such a good idea...
Tata kota Jakarta jg sepertinya harus dibenahi (lho koq g kayak Gubernur yakkk?? Maap... bukan maksud hati, namun emang bencana itu gak bisa dihindari cuma bisa di-minimized aza geto lho...). Melihat kondisi Singapore jg sempet banjir beberapa hari di sedikit tempat di sini pas Desember lalu...Tapi pemerintah sini dgn cepet bereaksi... Krn kalo gak warganya ngoceh2 melulu... Lagian sistem pembuangan air dan reservoir di sini beda banget sama Jakarta...
Eniwei, smoga Jakarta makin baik lah biar gak terjadi pengulangan banjir2 seperti ini di kemudian hari yang jelas2 lbh banyak membawa derita bagi para korbannya..
Lama gak ada kabarnya yah dari gue... Maklum sementara mempersiapkan diri untuk ujian saham n ternyata kali itu pas ujian g blm beruntung. Rada sebel sih sebetulnyo krn nilai yang didapat antara range 70-74 sedangkan angka kelulusan 75. For first attempt not bad at all, tapi tetep aja blm beruntung lah judulnya...
Eniwei udah bisa get over with now, n belajar lagi, nanti aja pas udah melahirkan baru ujian lagi... Sekarang yang jadi prioritas yah my baby dulu yang udah bener2 menghitung harinya dari dalam perut gue...
Yah, the baby bakal nongol bentar lagi, coming soon judulnya...Kata dokter, due date sekitar 1 Maret, that means kurang lebih 2 minggu dari sekarang.
Doain yaaa... Thx b4...
G sendiri awal2 di Singapore biarpun bersama suami n keluarga di sini, sempet merasa sulit beradaptasi. Bukannya kenapa2 soalnya kan selama di Jakarta udah punya ritme kehidupan sendiri. Udah punya komunitas PD sendiri, temen2 sendiri, kerjaan pasti n even dalam kondisi hamil yang gak sempet ke mana2 tetep aja bisa dikunjungi sama temen2 sekalian...
Sementara pas hamil di sini, beda banget. Dengan teman2 yang blm sampe itungan 10 jari, g jg gak leluasa ke mana2 sendirian krn kondisi kehamilan yang emang not so strong ini dan sempet pingsan segala. Jadi mendadak g yang mandiri harus ditemenin either sama mertua, nyokap or suami pas pergi ke mana2, to tell you the truth it's not an easy thing for me.
Padahal seharusnya kehidupan baru di Singapore could be very adventerous, kalo saja g sehat2 bisa membuat g berkeliaran dengan lebih leluasa.
Ditambah lagi, g yang biasa sibuk kerja, di sini menganggur... Yah, alhasil lbh banyak menghabiskan waktu di internet, denger IPOD utk my baby, atau belajar masak bareng mertua... Yang pasti, entirely different activities dibandingkan di Jakarta...
G struggling myself jg untuk menerima semua perubahan ini, untuk belajar sabar dengan segala sesuatu yang berbeda ini... Karena biar bagaimana pun kepindahan ini g syukuri... Karena beberapa teman bilang untung g ada di SPore, jadi gak pusing urusan banjir dll (dgn tanpa mengurangi rasa hormat g pada para korban banjir, tentunya...).
Dari satu sudut favorite g di apartemen ini, sebuah kolam ikan, tempat di mana beberapa ikan KOI dan kura2 berenang2 dan g memandang mereka dengan rasa tenang dan senang. G sempet memikirkan, alangkah enaknya kalo jadi ikan, gak usah pusing dengan segala permasalahan duniawi yang ada... Tapi g pikir2 lagi, mungkin jg tuh ikan malah bosen dengan sekitarnya, malah either kepengen jadi kura2 atau malah pengen jadi manusia...
Yah, g berpikir betapa gak puasnya diri kita manusia, especially g pada saat ini, sementara orang lain mungkin melihat betapa beruntungnya g...
Oh My God, kenapa ucapan syukur begitu sulit keluar dari mulut g...
Apa ini gejala kehamilan jg yang bikin hormon kuatir g meningkat? G tau sih, ini gak bener, tapi g jg can't help it at that time...
Di Jakarta, karir mulai menanjak naik dan udah mulai dikenal di kalangan pekerjaan gue, sehingga gak sulit buat gue utk cari kerjaan di sana.
Tapi di Singapore, siapa gue geto lho? G harus mulai dari nol lagi, mulai dari ujian lagi, sertifikasi lagi... Really I gotta say it's from zero.
Ahh... Angin di tepi kolam ikan menyadarkan g... Mungkin ini salah satu khotbah Rm. Yus yang sering dia ceritakan, g sedang melaluinya, yaitu gerakan turun.
Kehidupan mengajak kita ke gerakan naik. Ponsel terbaru, teknologi tercanggih, kesuksesan. Yang semuanya adalah gerakan naik. Dan gue menikmatinya bertahun-tahun juga di Jakarta lewat kerja keras dan campur tangan Tuhan - atas seizin DIA g nikmati itu semua dengan rasa syukur.
Mungkin yang terlupakan sejenak dari diri gue adalah: teman, pekerjaan, sumber segala penghasilan dan kenikmatan yang g peroleh adalah berasal dari Tuhan. Dan tanpa Dia g bukan siapa-siapa...
Di sini, di sudut kolam ikan ini, g sendiri mulai mendapatkan ketenangan dari dalam hati g, bahwa kalo Tuhan mau dan Tuhan izinkan, Dia bisa beri semua yang Dia mau beri untuk g... Tidak sepantasnya g mempertanyakan kenapa g harus menerima semua gerakan turun ini ( yg sebetulnya gak sepenuhnya turun juga yah, krn in terms of quality of life dan buat future anak yang ada dalam kandungan g, tentunya Singapore lebih baik daripada kehidupan g sebagai anak kos di Jakarta).
G mulai tersenyum lagi, g mulai merasakan adanya semangat baru dalam diri gue... (pssttt ini terjadi beberapa minggu lalu, ketika persiapan ujian mulai g lakukan, all material of the exam is in English sementara English adalah 2nd language g...).
Now, the most important thing is my baby... Mungkin ini namanya pengorbanan orang tua. Betapa orang tua berkorban untuk anak-anaknya... Yah, g jg sempet dilema, kalo g kerja nanti anak g gimana yaaa? Tapi kalo gak kerja jg gimana? G jalanin dulu sambil berdoa jg, baiknya gimana ya Tuhan??
Eniwei lagi, g bersyukur krn dalam masa2 trimester terakhir kehamilan g, g tidak bekerja karena kerjaan g sejujurnya quite stressful n kalo stress kan not too good for the baby...
Hari ini, di Valentine's day ini, g cuma berpikir sederhana, g mau memberikan yang terbaik untuk dedek yang tengah ada dalam perut g. Untuk suami dan keluarga yang ada di Singapura ini. Untuk Tuhan yang udah izinkan g ada di sini dan kembali g percayakan diri g pada penyelenggaraan IlahiNYA yang melampaui segala akal. G mungkin gak sanggup, tapi DIA sanggup... Dia punya rencana sendiri untuk kami, keluarga kami, juga untuk keluarga kamu, dan setiap kamu yang membaca tulisan ini...
Penderitaan ataupun perubahan, membawa g menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih realistis, lebih mau menerima kenyataan sebagaimana adanya...
G sempet membaca Ayub untuk bahan studi perbandingan, dan g melihat betapa sabarnya Ayub menjalani semua pencobaan yang terjadi atas dirinya, dan keluar sebagai pemenang...
I wanna be like Ayub... Apalagi yang g alami, jauhhh... jauhhh banget dari apa yang Ayub alami... Ayub jauh lebih kuat dan lebih sabar tentunya...
Thanks for listening to my sharing. G tau, setiap dari kita berjuang dalam hidup ini, semapan apa pun kelihatannya, tokh kita tetap perlu berjuang...
Just wanna share perjuangan itu aja ke temen2 semua...
And one more thing... happy Valentine's Day...
Dari pagi aku mendengungkan, a simple Valentine's celebration will do, coz this year is different because of the flood. Bagikan kasih lewat sumbangan dan kasih kepada korban banjir, mungkin itu yang lebih perlu...
Tk care, God bless you all...
Singapore, 14 Feb 2007
-fon-
Tuesday, January 30, 2007
Leaving My Comfort Zones
Dear all...
Ini kolom Shalbe g deadline bulan ini...
Harusnya seh masuk majalahnya awal Feb or sedang dalam proses pengerjaan, editing n stuff...
Enjoy yah... Untuk sementara ini tulisan mungkin agak berkurang soalnya lagi in the middle of studying utk Ujian Saham di sini... Susah jg krn peraturan melulu isinya n hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya, tapi daripada nganggur yah dikerjaken saja...
Thanks for your attention n tk care all... God bless...
-fon-
Leaving My Comfort Zones
Dear citylighters...
Salam dari Singapura!
Hari-hari belakangan ini hujan melulu di Singapura dan kalo hujan gak kira-kira bisa seharian tuhh, gimana dengan cuaca di Jakarta?
Semoga gak separah di sini yah... Karena di Johor, Malaysia udah terjadi banjir yang hmmm lumayan gede lho... Dan akhir2 ini cuaca makin tidak bisa ditebak... Moga-moga semuanya baik2 aja. Kita berdoa aja untuk itu ya...
Hari-hari ini aku membayangkan suatu kejadian yang pernah terjadi dalam hidupku, yaitu saat aku harus pindah kota dari Palembang menuju ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Bukanlah suatu hal yang mudah, meninggalkan keluarga di sana, teman-teman, lingkungan yang sudah kukenal dengan baik, but the show must go on. Demi masa depan yang lebih baik, mau gak mau hal itu harus dilakonin juga...
Citylighters tentunya pernah menghadapi kejadian seperti itu juga dengan skala yang berbeda mungkin? Ketika lagi enak-enaknya, nyaman-nyamannya dengan satu lingkungan tertentu, ehh... ortu memutuskan untuk pindah rumah atau pindah kota, bahkan mungkin pindah negara?? Kita udah terbiasa dengan sesuatu yang kita bisa sebut sebagai comfort zone atau translation yang sering aku baca adalah zona nyaman.
Dari satu website di internet, aku peroleh definisi Comfort Zone adalah sebagai berikut:
The Comfort Zone is our living, work, and social environments that we have grown accustom too. It determines the type of friends we make or people we associate with. It determines a life style we accept or reject .
Yang kurang lebih begini neh... Zona nyaman (comfort zone) adalah kehidupan, pekerjaan, dan lingkungan sosial kita, di mana kita sudah terbiasa dengan itu semua. Termasuk dalam pemilihan teman atau orang yang berhubungan dengan kita, juga menentukan gaya hidup yang kita terima atau tolak.
Jadi sesuatu yang membuat kita udah terbiasa n merasa nyaman... Dan kita semua tau kalo mengubah kebiasaan itu bukan sesuatu yang mudah, for example kalo kita dah terbiasa nulis dengan tangan kanan, tiba-tiba tangan kanan kita sakit, apa pun alasannya- mungkin jatuh, mungkin keseleo, atau karena apa saja, terus harus nulis dengan tangan kiri, kebayang kan susahnya??
Dan itu yang terjadi sama g, saat g harus pindah kota n ninggalin sesuatu yang udah jadi kebiasaan g... G harus adaptasi lagi, cari temen lagi, cari tempat tinggal lagi, n membiasakan diri dengan kehidupan kota itu...
Tapi hasilnya, kalo g flash back neh... Tokh sukses jg, g mendirikan comfort zones yang baru di Jakarta. Sampe punya temen n kehidupan plus semua yang ada di Jakarta...
Now, ketika harus pindah lagi ke Singapore, g merasakan hal yang sama. Betapa enaknya kalo g ada di Jakarta, ada siomay-batagor-bakso, ada banyak temen yang setia buat saling curhat, ada kerjaan yang udah pasti, ada komunitas n pelayanan yang juga udah jelas, ada mobil. Semuanya udah ok banget tuh...
Tapi selain itu juga, Jakarta punya beberapa hal seperti kemacetan, deg-degan kalo nyebrang jembatan depan kantor masih g rasakan sampe terakhir kalo g nyebrang, dan itu gak terjadi di Singapura... G ngerasa aman-aman aja... Tapi kalo di sini ke mana-mana musti lebih mandiri, naik bus atawa MRT karena kalo naik taksi melulu, lama-lama bisa gempor haha... (pssttt di Jakarta, g juga nggak sungkan naik busway n taksi lho.. cuma terakhir baca2 tentang perampokan taksi yang makin marak mau gak mau bikin g extra hati-hati dalam pilih taksi or malah kalo perlu telpon aja biar pasti gitu...). Belum lagi adaptasi dengan lingkungan baru, temen baru yang baru segelintir n bisa diitung dengan jari...
Eniwei, moving or pindah bikin kita kehilangan suatu kenyamanan, suatu kebiasaan, dan itu berarti kita harus membiasakan diri dengan suatu hal yang baru yang mungkin sama sekaliii lain dengan kebiasaan kita sebelumnya. Jakarta, Palembang, Singapore, Sydney, Los Angeles, atau Jayapura sekali pun, tentunya punya plus minus masing-masing..
Cuma memang terkadang kenyamanan itu bikin kalo sudah duduk lupa berdiri (meminjam slogan suatu iklan di masa lalu). Saking enaknya g pribadi mungkin merasa malas untuk move on, padahal tanpa g sadari, pindah dan meninggalkan comfort zones adalah suatu hal yang biasa. Amat biasa malah terjadi dalam kehidupan ini, n gak ada cara lain kecuali mengikuti arus hidup ini... Not alone, but with God!
Terbayang dalam pikiran g gimana yah kalo jadi misionaris yang harus pindah sana-pindah sini sesuai dengan tugasnya? Mungkin karena mellow n terbiasa dengan keteraturan, kepindahan atawa perubahan bisa berarti ketidaknyamanan karena keluar dari keteraturan itu...
Hmmm... hidup emang gak mudah. Maunya sih kenyamanan stays the same atau malah majuuu terus. Karir maju, sekolah maju, pindah ke satu tempat baru semua udah beres, tinggal terima bersih. Itu sih enak banget n perfect condition yah... Tapi impossible n gak realistis sama sekali...
Kepindahan baru-baru ini mengajarkan g, tidak ada yang lebih baik yang harus g lakuin selain percaya bahwa Tuhan selalu beserta kita, di mana pun kita ditempatkan... Tentunya Dia punya special plan for each of us, dan kalo itu berarti kita diharuskan pindah ataupun mengalami suatu perubahan yang ninggalin comfort zones kita, satu hal yang harus kita yakini, bahwa Dia tetap SETIA, DIA nggak pernah ninggalin kita barang sedetik pun... Dia pasti memberikan rancangan yang terbaik buat kita...
Ayat di alkitab ini bikin g tambah ngerasa g gak ada jalan lain kecuali mempercayakan diri g pada penyelenggaraan Ilahi karena Dia Allah yang SETIA.
Sebab itu haruslah kauketahui bahwa Tuhan, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan. (Ulangan 7:9)
So, seharusnya nggak jadi masalah, di mana pun kita ditempatkan, mau diutus ke tempat seperti apa keq ... NO PROBLEMO! Karena kita yakin bahwa Allah adalah setia, dan Dia selalu nemenin kita. G gak bilang bahwa prosesnya bakalan mudah karena proses itu pasti terjadi yah dan penyesuaian pastinya diperluin banget... Justru dengan demikian bagus banget kalo kita bisa fleksible bersama Allah yang setia meninggalkan comfort zones kita menuju anak tangga berikutnya yang Tuhan sediakan buat kita... Dan itu berarti membiarkan diri kita dibimbing oleh Allah dalam setiap langkah hidup kita...
SO, apa comfort zones kamu hari ini??? Temen2 kamu, sekolah or universitas kamu yang keren, kerjaan kamu yang ok banget, tempat hang out kesukaan yang spesial sekaleee or temen-temen pelayanan satu tim yang kompak banget? Nikmati itu semua dengan rasa syukur, karena g berusaha realistis neh, kita gak pernah tau kapan Tuhan mau ngajak kita untuk ninggalin comfort zones itu dan mengikuti Dia ke satu rencana lain yang sudah disiapkan buat kita... Kadang hati kita mungkin berontak, tapi gak ada cara lain untuk pada akhirnya surrender ourselves to God, Dia yang paling tau apa yang terbaik untuk kita...
Cherish every moment that you have, tapi jangan terlena... Percayalah bahwa Tuhan adalah Allah yang setia yang selalu ada n membimbing kita di setiap detik hidup kita... Dan bukankah harusnya kita juga sadar, bahwa itu semua berasal dari DIA, so kenapa harus complain ketika DIA menarik itu semua dan memberikan suatu petualangan baru dalam satu chapter baru di kehidupan kita??
Selamat merenung n berefleksi!
Leaving my comfort zones, it's ok koq, karena Allah besertaku... Amen...
Singapore, Januari 2007
-fon-
Ini kolom Shalbe g deadline bulan ini...
Harusnya seh masuk majalahnya awal Feb or sedang dalam proses pengerjaan, editing n stuff...
Enjoy yah... Untuk sementara ini tulisan mungkin agak berkurang soalnya lagi in the middle of studying utk Ujian Saham di sini... Susah jg krn peraturan melulu isinya n hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya, tapi daripada nganggur yah dikerjaken saja...
Thanks for your attention n tk care all... God bless...
-fon-
Leaving My Comfort Zones
Dear citylighters...
Salam dari Singapura!
Hari-hari belakangan ini hujan melulu di Singapura dan kalo hujan gak kira-kira bisa seharian tuhh, gimana dengan cuaca di Jakarta?
Semoga gak separah di sini yah... Karena di Johor, Malaysia udah terjadi banjir yang hmmm lumayan gede lho... Dan akhir2 ini cuaca makin tidak bisa ditebak... Moga-moga semuanya baik2 aja. Kita berdoa aja untuk itu ya...
Hari-hari ini aku membayangkan suatu kejadian yang pernah terjadi dalam hidupku, yaitu saat aku harus pindah kota dari Palembang menuju ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Bukanlah suatu hal yang mudah, meninggalkan keluarga di sana, teman-teman, lingkungan yang sudah kukenal dengan baik, but the show must go on. Demi masa depan yang lebih baik, mau gak mau hal itu harus dilakonin juga...
Citylighters tentunya pernah menghadapi kejadian seperti itu juga dengan skala yang berbeda mungkin? Ketika lagi enak-enaknya, nyaman-nyamannya dengan satu lingkungan tertentu, ehh... ortu memutuskan untuk pindah rumah atau pindah kota, bahkan mungkin pindah negara?? Kita udah terbiasa dengan sesuatu yang kita bisa sebut sebagai comfort zone atau translation yang sering aku baca adalah zona nyaman.
Dari satu website di internet, aku peroleh definisi Comfort Zone adalah sebagai berikut:
The Comfort Zone is our living, work, and social environments that we have grown accustom too. It determines the type of friends we make or people we associate with. It determines a life style we accept or reject .
Yang kurang lebih begini neh... Zona nyaman (comfort zone) adalah kehidupan, pekerjaan, dan lingkungan sosial kita, di mana kita sudah terbiasa dengan itu semua. Termasuk dalam pemilihan teman atau orang yang berhubungan dengan kita, juga menentukan gaya hidup yang kita terima atau tolak.
Jadi sesuatu yang membuat kita udah terbiasa n merasa nyaman... Dan kita semua tau kalo mengubah kebiasaan itu bukan sesuatu yang mudah, for example kalo kita dah terbiasa nulis dengan tangan kanan, tiba-tiba tangan kanan kita sakit, apa pun alasannya- mungkin jatuh, mungkin keseleo, atau karena apa saja, terus harus nulis dengan tangan kiri, kebayang kan susahnya??
Dan itu yang terjadi sama g, saat g harus pindah kota n ninggalin sesuatu yang udah jadi kebiasaan g... G harus adaptasi lagi, cari temen lagi, cari tempat tinggal lagi, n membiasakan diri dengan kehidupan kota itu...
Tapi hasilnya, kalo g flash back neh... Tokh sukses jg, g mendirikan comfort zones yang baru di Jakarta. Sampe punya temen n kehidupan plus semua yang ada di Jakarta...
Now, ketika harus pindah lagi ke Singapore, g merasakan hal yang sama. Betapa enaknya kalo g ada di Jakarta, ada siomay-batagor-bakso, ada banyak temen yang setia buat saling curhat, ada kerjaan yang udah pasti, ada komunitas n pelayanan yang juga udah jelas, ada mobil. Semuanya udah ok banget tuh...
Tapi selain itu juga, Jakarta punya beberapa hal seperti kemacetan, deg-degan kalo nyebrang jembatan depan kantor masih g rasakan sampe terakhir kalo g nyebrang, dan itu gak terjadi di Singapura... G ngerasa aman-aman aja... Tapi kalo di sini ke mana-mana musti lebih mandiri, naik bus atawa MRT karena kalo naik taksi melulu, lama-lama bisa gempor haha... (pssttt di Jakarta, g juga nggak sungkan naik busway n taksi lho.. cuma terakhir baca2 tentang perampokan taksi yang makin marak mau gak mau bikin g extra hati-hati dalam pilih taksi or malah kalo perlu telpon aja biar pasti gitu...). Belum lagi adaptasi dengan lingkungan baru, temen baru yang baru segelintir n bisa diitung dengan jari...
Eniwei, moving or pindah bikin kita kehilangan suatu kenyamanan, suatu kebiasaan, dan itu berarti kita harus membiasakan diri dengan suatu hal yang baru yang mungkin sama sekaliii lain dengan kebiasaan kita sebelumnya. Jakarta, Palembang, Singapore, Sydney, Los Angeles, atau Jayapura sekali pun, tentunya punya plus minus masing-masing..
Cuma memang terkadang kenyamanan itu bikin kalo sudah duduk lupa berdiri (meminjam slogan suatu iklan di masa lalu). Saking enaknya g pribadi mungkin merasa malas untuk move on, padahal tanpa g sadari, pindah dan meninggalkan comfort zones adalah suatu hal yang biasa. Amat biasa malah terjadi dalam kehidupan ini, n gak ada cara lain kecuali mengikuti arus hidup ini... Not alone, but with God!
Terbayang dalam pikiran g gimana yah kalo jadi misionaris yang harus pindah sana-pindah sini sesuai dengan tugasnya? Mungkin karena mellow n terbiasa dengan keteraturan, kepindahan atawa perubahan bisa berarti ketidaknyamanan karena keluar dari keteraturan itu...
Hmmm... hidup emang gak mudah. Maunya sih kenyamanan stays the same atau malah majuuu terus. Karir maju, sekolah maju, pindah ke satu tempat baru semua udah beres, tinggal terima bersih. Itu sih enak banget n perfect condition yah... Tapi impossible n gak realistis sama sekali...
Kepindahan baru-baru ini mengajarkan g, tidak ada yang lebih baik yang harus g lakuin selain percaya bahwa Tuhan selalu beserta kita, di mana pun kita ditempatkan... Tentunya Dia punya special plan for each of us, dan kalo itu berarti kita diharuskan pindah ataupun mengalami suatu perubahan yang ninggalin comfort zones kita, satu hal yang harus kita yakini, bahwa Dia tetap SETIA, DIA nggak pernah ninggalin kita barang sedetik pun... Dia pasti memberikan rancangan yang terbaik buat kita...
Ayat di alkitab ini bikin g tambah ngerasa g gak ada jalan lain kecuali mempercayakan diri g pada penyelenggaraan Ilahi karena Dia Allah yang SETIA.
Sebab itu haruslah kauketahui bahwa Tuhan, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan. (Ulangan 7:9)
So, seharusnya nggak jadi masalah, di mana pun kita ditempatkan, mau diutus ke tempat seperti apa keq ... NO PROBLEMO! Karena kita yakin bahwa Allah adalah setia, dan Dia selalu nemenin kita. G gak bilang bahwa prosesnya bakalan mudah karena proses itu pasti terjadi yah dan penyesuaian pastinya diperluin banget... Justru dengan demikian bagus banget kalo kita bisa fleksible bersama Allah yang setia meninggalkan comfort zones kita menuju anak tangga berikutnya yang Tuhan sediakan buat kita... Dan itu berarti membiarkan diri kita dibimbing oleh Allah dalam setiap langkah hidup kita...
SO, apa comfort zones kamu hari ini??? Temen2 kamu, sekolah or universitas kamu yang keren, kerjaan kamu yang ok banget, tempat hang out kesukaan yang spesial sekaleee or temen-temen pelayanan satu tim yang kompak banget? Nikmati itu semua dengan rasa syukur, karena g berusaha realistis neh, kita gak pernah tau kapan Tuhan mau ngajak kita untuk ninggalin comfort zones itu dan mengikuti Dia ke satu rencana lain yang sudah disiapkan buat kita... Kadang hati kita mungkin berontak, tapi gak ada cara lain untuk pada akhirnya surrender ourselves to God, Dia yang paling tau apa yang terbaik untuk kita...
Cherish every moment that you have, tapi jangan terlena... Percayalah bahwa Tuhan adalah Allah yang setia yang selalu ada n membimbing kita di setiap detik hidup kita... Dan bukankah harusnya kita juga sadar, bahwa itu semua berasal dari DIA, so kenapa harus complain ketika DIA menarik itu semua dan memberikan suatu petualangan baru dalam satu chapter baru di kehidupan kita??
Selamat merenung n berefleksi!
Leaving my comfort zones, it's ok koq, karena Allah besertaku... Amen...
Singapore, Januari 2007
-fon-
Subscribe to:
Posts (Atom)