Ini lagu dari Milli Vanilli yang dinyanyikan secara lip sync, dari album Girl You Know It’s True di tahun 1989. Mungkin beberapa orang belum pernah mendengar lagu ini karena sudah cukup lama, tapi izinkan saya membagikan liriknya bagi kita semua hari ini. Hari ini, partner kolaborasi saya adalah anggota kelompok ini, Rob and Fab (Rob Pilatus dan Fab Morvan).
Secuplik dari lagu mereka adalah :
You said you didn't need her
You told her good-bye (good-bye)
You sacrificed a good love
To satisfy your pride
Now you wished
That you should have her (have her)
And you feel like such a fool
You let her walk away
Now it just don't feel the same
Gotta blame it on something
Gotta blame it on something
Blame it on the rain (rain)
Blame it on the stars (stars)
Whatever you do don't put the blame on you
Blame it on the rain yeah yeah
You can blame it on the rain
Intinya, lagu yang lumayan enak didengar itu mengatakan, kalau sudah melakukan kesalahan. Salahkanlah sesuatu. Jangan mengaku salah! Harus ada kambing hitamnya. Boleh salahkan hujan, salahkan bintang, salahkan apa saja atau siapa saja. Asal jangan diri sendiri. Si Hujan lah paling pas menyandang gelar si tersangka yang pantas menanggung semua kesalahan.
Enak? Enak sih sepertinya. Kalau salah, tinggal lempar saja pada orang lain, pihak lain, hal lain.
Untuk lebih jelasnya, simak ilustrasi-ilustrasi dan cerita-cerita berikut ini. Check these out! :)
Ilustrasi pertama saya pilihkan cerita sebagai berikut. Mungkin kisah ini sering kita dengar, dengan variasi versi yang sedikit berbeda, tapi ini tidak jarang kita jumpai di kehidupan di masyarakat kita.
Somad dan Iyah menikah karena cinta. Mereka menikmati masa pacaran yang lancar, menyenangkan, sampai ke jenjang pernikahan. Sebelum menikah, sekitar 6 bulan sebelumnya, setelah semua persiapan selesai dilakukan datanglah berita yang mengejutkan itu. Iyah divonis menderita kanker rahim dan karena itu, dia harus diangkat rahimnya. Dalam kondisi putus asa, Iyah menyuruh Somad meninggalkannya. Namun? Dengan kesetiaan yang sempurna, Somad berada di sisi Iyah. How sweet…!
Mereka tetap menikah. Tidak punya anak pun tidak jadi masalah. Sementara Iyah sudah berangsur pulih namun dengan kondisi tanpa rahim. Jadi, mereka tetap saja tak akan bisa punya anak.
Tahun demi tahun berlalu. Tepatnya di tahun yang ke-5 pernikahan mereka, Somad sudah tidak tahan lagi. Hasrat untuk memiliki anak tak terbendung, datang semakin kuat. Ternyata dulu ketika menikahi Iyah, dia merasa mengambil keputusan yang salah. Dalam hatinya, hidupnya takkan pernah sempurna tanpa anak. Namun, di saat itu, ketika harus memutuskan untuk menikah atau tidak, dia pun bimbang. Dia pikir cinta bisa mengatasi segalanya. Namun ternyata hatinya tak kuat lagi. Dia rindu seorang anak, keturunan dan darah dagingnya sendiri.
Alhasil, diam-diam dia menjalin hubungan dengan Inem. Inem adalah pembantu rumah tangga mereka sendiri dan Inem hamil. Somad berteriak gembira. Sementara Iyah hanya bisa menangis dan gigit jari. Dengan sombong dan
Padahal? Betulkah? Betulkah kesalahan Somad bisa di-legalisasi dengan alasan bahwa Iyah tak bisa hamil? Bukankah dia sendiri yang mengambil keputusan untuk tetap menikahi Iyah dan dia pula yang berubah pikiran setelah 5 tahun pernikahan mereka?
Pantaskah dia menyalahkan Iyah? Cobalah renungkan jawabannya…
Ris Low – Miss
Dia dimahkotai Miss Singapore World di 31 Juli lalu. Dan dia mendapatkan gelar yang tidak tanggung-tanggung di malam kemenangannya itu. Miss Community Ambassadress 2009, Miss Lumiere Ambassadress 2009, Miss Best Dressed 2009, Miss Dazzling Eyes 2009, Miss Photogenic 2009, Miss Crowning Glory 2009, and Miss Best in Catwalk 2009. Semua sekaligus dikantonginya pada saat yang bersamaan.
Namun, itu tak bertahan lama. Ketika dia diwawancara sebuah media, baru terlihat kemampuan Bahasa Inggrisnya yang bukan saja Singlish, tapi Singlish yang cukup parah (kalau di Singapura sendiri, orang menganggapnya amat parah, mempermalukan bangsa apalagi harus berlaga di dunia internasional tepatnya di ajang Miss World).
Hasil wawancara itu membuktikan bahwa banyak kesalahan pengucapan si Miss Singapore World ini, seperti yang saya kutip dari Wikipedia:
This was apparent in an interview with her mispronunciations resulting in the following phrases: "leopard preens"(prints), "studying steel"(still studying), "something rad (red) and loud", "you know, boomz!", "bigini"(bikini), et cetera
Ucapannya yang terkenal dan menjadi hit di Singapura adalah, “ Boomz!” Dalam hati saya, saya tidak ingin meremehkan dia dari sisi bahasanya. Walaupun dia orang Singapura, tetapi mungkin saja latar belakangnya tidak secemerlang orang lain, sehingga dia tidak bisa mengucapkan dengan baik. Kesalahan ini, bagi saya masih bisa diterima dan dimaafkan. Teringat kejadian serupa tapi tak sama di tahun 2006, ketika Nadine Chandrawinata diwawancara pada ajang Miss Universe. Dengan Bahasa Inggris yang juga tidak sempurna, dia salah menyebutkan bahwa
Tetapi bagi saya, lagi-lagi, kesalahan Nadine bisa dimaafkan. Karena, walaupun indo Jerman, dia tidak menguasai Bahasa Inggris dengan baik. Tak mengapa, karena di
Ris Low lebih sulit diterima kalau tidak cakap berbahasa Inggris. Karena di Singapura, hampir semua orang bisa bicara dalam bahasa ini. Walaupun tidak bagus, tetapi…Bahasa Inggris tetap bahasa utama di luar Mandarin, Melayu, dan Tamil.
Tetapi, untuk hal ini, Miss Low, masih bisa dimaafkan.
Hal kedua yang mengejutkan, ketika bekerja sebagai resepsionis, dia memalsukan kartu kredit orang-orang. Dan itu terjadi di bulan Mei 2009. Dia masih dalam masa percobaan (probation) selama dua tahun karena tindakan kriminalnya ini. Dan di tengah-tengah kondisi itu, dia masih ikut ajang Miss Singapore World. Inilah yang juga jadi alasan mengapa orang Singapura semakin malu jika Ris Low yang mewakili mereka di dunia internasional.
Ok, bagi saya, ini memalukan tetapi masih bisa diterima. Kalau dia mau berbalik ke jalan yang benar, masa tidak diberi kesempatan?
Yang terakhir, ketika dia harus turun dari takhta Miss
Ini yang sulit saya terima… Kalau sudah salah, ya sudah Ris… Jangan salahkan pihak lain, dong… Cantik wajah dan tubuh rupawan, tidak menjamin kecantikan hati dan sikap batin, rupanya…*kecewa mode on*
Jadi, Ris Low juga penganut blame it on the rain. Gotta blame it on something. Gotta blame it on someone…? Oh Ris…Show me that you’re not so LOW, pleaseee…
SBY dan gempa…
Setelah gempa dan bencana alam bertubi-tubi menimpa
Sebelumnya perlu saya jelaskan posisi saya. Saya bukanlah orang yang gemar politik, malah saya memang tidak tertarik. Saya hanyalah warga yang menjalankan kewajiban pemilu dan hanya sampai sebatas itu saja. Jadi, apa yang akan saya paparkan berikut ini lebih merupakan pemikiran saya yang saya kira bisa diterima oleh orang-orang yang rasional. Mudah-mudahan :)
Jika Pak SBY selalu dikaitkan dengan peristiwa naas yang menimpa negeri kita. Adilkah? Bagaimana kalau itu Anda yang jadi presiden
Sisi lain, terlepas dari kepercayaan soal primbon dan sebagainya, kita juga perlu melihat…Apakah bencana alam itu hanya terjadi di
Setiap ada kejadian naas semacam bencana alam itu, selalu yang pertama dan utama yang sering disalahkan adalah Tuhan. Mengapa, Tuhan? Why, God? Why did you do this to us? Koq Tuhan tega? Padahal betulkah itu kesalahan Tuhan? Atau …siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Blame it on the rain lagi? Bosan, ah… Blame it on God? Blame it on Mr. President? Karena namanya saja sudah SBY = Selalu Bencana Ya?
Kasihan Tuhan…Kasihan Bapak Presiden… Kasihan, karena mereka dianggap sama sebagai hujan oleh Milli Vanilli yang kerap dipersalahkan. Padahal? Anda sendiri yang tahu jawabannya.
Pantaskah kesalahan-kesalahan itu dibebankan kepada mereka?
Tanggung Jawab…
Di akhir tulisan ini, saya hanya bisa menghimbau agar kita semua berani mengambil tanggung jawab. Apa yang sudah kita lakukan, terutama kesalahan dan kebodohan sekali pun, kita patut mengambil sikap untuk bertanggung jawab. Tentunya, lagi-lagi, itu adalah pilihan. Saya tidak bisa memaksakan diri saya, diri Anda, diri kita untuk selalu bertanggung jawab. Kecenderungan untuk lari, kecenderungan untuk menyalahkan pihak lain, memang selalu timbul. Namun, suara hati yang jujur sebetulnya akan selalu menyerukan: akuilah, bertanggung jawablah. Jangan menjadi seorang pengecut, yang walaupun terlihat hebat, namun ternyata berlindung di balik topeng kepalsuan. Dengan lempar batu sembunyi tangan. Dengan berdusta. Dengan menyalahkan pihak lain. Hanya karena ingin terlihat baik, ingin terlihat benar, dan ingin terlihat hebat.
Kita semua pernah berbuat salah. Dan terkadang kesalahan itu sungguh luar biasa tololnya, sehingga kita malu mengakuinya. Namun, kita hanya manusia, kita tak perlu terus-menerus tampil sempurna seolah tanpa dosa.
Heiii! Kita bukan dewa, bukan Santo/Santa, dan terutama kita bukan Tuhan! Selalu boleh ada ruang bagi kita untuk salah. Karena dari kesalahan itu kita belajar untuk lebih baik lagi. Mencoba berdiri dalam kebenaran dan bisikan hati nurani yang selalu menguatkan untuk memilih kejujuran.
Somad boleh salah. Salah mengambil keputusan, tapi tidak sepantasnya dia melemparkan semua kekesalannya dengan menuding Iyah sebagai penyebab kekeliruannya. Sama halnya dengan cerita bahwa seorang pria gemar berselingkuh karena sang istri tidak perawan lagi ketika menikah. Itu yang dijadikan alasan baginya untuk berselingkuh. Adilkah? Bolehkah? Tanyakan pada hatimu…Dan coba cari jawaban yang jujur…
Ris Low boleh salah karena kemampuan Bahasa Inggrisnya yang di bawah rata-rata dan itu sulit diterima di kancah dunia, apalagi dia wakil dari Singapura. Ris Low boleh salah karena credit card fraud yang dilakukannya. Ris Low boleh turun takhta dengan bangga, karena dia bertanggung jawab atas semua kekurangannya, kelemahannya. Namun, tidak dengan menyalahkan si Runner-Up yang dituding menyebar gosip bagi dirinya. Walaupun seandainya hal itu benar, tetapi kesalahan-kesalahan yang sudah dia buat memang mengharuskan dia mundur. Itu lebih baik, lebih bijaksana. Namun, sayangnya…Dinodainya dengan tudingan terakhir terhadap calon penggantinya.
SBY hanya manusia biasa yang menjabat sebagai Presiden
Dan bolehkah kita menyalahkan Tuhan? Koq, Tuhan tega? Bukannya bertanya, koq waktu aku mau mengambil keuntungan bagi bisnisku apa aku masih memikirkan kelestarian alam negeriku dan bukan mencari keuntungan semata?
Detik ini, biarlah kita merenungkan : dalam setiap kejadian, bila terjadi kesalahan dan itu disebabkan oleh diri kita…Mampukah kita ambil tanggung jawab? Dan berbesar hati menerima kalau kita memang yang bersalah. Dengan tidak selalu menuding diri karena rasa bersalah yang besar pun tidak baik bila dipelihara terus-terusan, namun… bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan.
Blame it on the rain? Blame it on the stars? Blame it on Iyah? Blame it on Claire? Blame if on God? Blame it on SBY?
Haruskah? Pantaskah?
Why don’t we take responsibility for the things we’ve done? Jangan selalu mencari tersangka yang bisa dijadikan kambing hitam. Melemparkan kesalahan memang enak sih… Tapi bila Anda yang terkena lemparan kesalahan dari orang lain, sementara Anda tidak melakukannya? Bagaimana menurut Anda? Bagaimana perasaan Anda?
Kalau tidak mau jadi hujan, jangan menjadikan orang lain hujan! (Masih dalam konteks salahkanlah si Hujan).
Blame it on the rain that was falling, falling
Blame it on the stars that did shine at night
Whatever you do don't put the blame on you
Blame it on the rain yeah yeah
Milli Vanilli masih bergema di telinga saya. Dengan syair-syair yang masih menyalahkan hujan dan bintang.
Guys, I hope you don’t mind if I modify your lyrics:
Don’t blame it on the rain that was falling, falling
Don’t blame it on the stars that did shine at night
Whatever you do don't put the blame on them
Be responsible…yeah…yeah…
Yeah, guys, that’s the way it should be! Bertanggung jawab dan tak menyalahkan apa pun atau siapa pun. Semoga kita bisa jadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbesar hati mengakui kesalahan tanpa menuding kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah…
Setuju? :)
Singapura, 6 Oktober 2009
-fon-
* zzzzzzzzzzzz….pengen tidurrrrr………:) karena sudah jam 4 pagi…
sumber gambar:
http://meds.queensu.ca/ass
Maaf, mungkin agak melenceng...
ReplyDeleteTapi saya tertarik membaca ulasan mengenai SBY..
Sesuai dengan referensi dari SKH Kompas 5 Oktober 2009 hal 1, dari tahun 1889-2004, bencana gempa hanya terjadi 8 kali. Sedangkan tahun 2004-2009 sudah terjadi bencana gempa sebanyak 9 kali.
Bayangkan, dalam kumulatif 200 tahun hanya 8 kali, sedangkan sekarang dalam waktu 5 tahun sudah 9 kali. Keren tho?
Jadi, siapa ya, yang bisa disalahkan dong kalo gitu? hehehe :)
Noe,
ReplyDeletesoal itu aku belum baca. Tapi kalaupun benar dihitung segitu banyaknya... tetep aja, bagi aku pribadi, gak mau menyalahkan siapa-siapa...terima aja, mungkin alam sudah benar2 bergejolak kali haha...
ya sudah, kalo gitu balik lagi, blame it on the rain ajaaaa...ato kata temenku salahkan rumput yang bergoyang, biar bisa joget hahaha..
thanks for the info, dan ma kasih juga sudah komentar.