Saya suka menulis tentang sesuatu yang berbau motivasi. Bukannya dikarenakan saya orang yang selalu termotivasi setiap saat, justru dalam pribadi yang melankolis ini, saya terlanjur mengerti diri saya yang kebanyakan melihat segala sesuatu dari sisi ‘setengah kosong’ daripada ‘setengah isi.’
Sepertinya memang sudah bawaan dari sono-nya, lebih pesimis daripada optimis. Takut menjadi optimis karena takut kecewa karena harapan terlalu tinggi. Karena ketika bangun dari kekecewaan, rasanya sulit sekali. Sudah terlanjur patah semangat, hancur lebur berantakan, dan sepertinya tidak ada peluang ataupun jalan keluar yang baik. Seolah saya terperangkap di tengah-tengah suatu lingkaran yang terus berputar, tanpa tahu kapan atau di mana saya harus keluar.
Terkadang juga dalam kondisi yang serba sulit dan serba parah, memang amat sulit untuk selalu berpikir positif. Berpikir bahwa ada jalan lain di luar apa yang ada di pikiran kita, padahal apa yang kita pikirkan belum tentu sama dengan kenyataan yang ada atau yang akan terjadi. Terlalu sering kita berprasangka pada kenyataan, pada masa depan, sampai akhirnya menemukan diri kita sendiri yang keliru. Dan berapa sering kita pun menjadi malu. Malu hati, malu pada diri sendiri, malu pada teman dekat yang sering menjadi tempat curhat, dan (mungkin) malu pada yang kuasa karena terlanjur sering menuduhnya yang bukan-bukan.
Karena patah semangat sudah jadi makanan sehari-hari, makanya saya berusaha hidup dengannya. Try to live with it. Karena mengerti kondisi diri saya yang lebih memandang sesuatunya dari sisi yang kurang baik lebih dulu, kemudian baru bisa memandang dari sisi positif, saya berusaha menuliskan kata-kata yang bernada motivasi. Nada motivasi ini saya serukan kebanyakan adalah bagi diri saya sendiri. Kemudian saya bagikan kepada teman-teman saya melalu tulisan dengan harapan kalau saja ada yang tengah mengalami hal yang sama, saya berharap mereka pun terhibur.
Makanan
Karena semangat itu sering pula kendor, tak selalu kencang seperti tengah jatuh cinta pada pandangan pertama, saya pun menyadari bahwa jiwa saya perlu diberi ‘ makanan.’
Makanan bagi jiwa yang paling ampuh bagi saya adalah buku-buku bernada menghibur pula semisal Chicken Soup for the Soul. Juga buku-buku rohani. Selain itu, lagu-lagu yang bernada motivasi abadi semacam The Impossible Dream, I Have a Dream, I Believe I Can Fly, Through the Rain, Misteri Ilahi, sampai kepada lagu Jangan Menyerah-nya D’Massiv. Juga tak kurang banyak lagu-lagu rohani dari GMB, Trueworshipper, Don Moen, Hillsongs, dan masih banyak lagi.Daftar lagu tersebut adalah sebagian dari lagu-lagu yang selalu ampuh bagi saya, untuk setidaknya tidak merasa sendirian dalam rasa kecewa pada kenyataan, sedikit atau banyak putus asa dalam hidup dan terhadap diri saya sendiri. Juga bagi saya, ayat-ayat di Kitab Suci selalu menjadikan saya kuat. Bukan karena diri saya sendiri, melainkan karena saya tahu, saya tidak sendirian dalam menghadapi hal apa pun di dunia ini. Karena ada satu pribadi yang begitu setia yang terus ada bersama-sama dengan saya untuk melalui bagian yang tersulit, lorong tersempit, cobaan terberat dalam hidup ini.
Dan tetap berdoa, dalam kondisi apa pun. Saat berbeban berat, saat keletihan tanpa semangat, mungkin itulah saat yang terbaik untuk duduk diam di kaki Yang Kuasa dan mulai mendengarkan suara-Nya…
Kalah, Gagal, Salah…
Hal yang paling sulit diterima oleh diri ini biasanya ketika ‘merasa’ kalah, ketika menghadapi kegagalan, ketika melakukan kesalahan seolah tanpa ampun. Padahal kalau dilihat dari sudut pandang yang lebih jernih, kita bisa mendapatkan hal yang berbeda pula.
Mengapa saya merasa kalah? Saya merasa kalah, ketika saya membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan saya. Saya tidak pandai dalam hal-hal yang berbau prakarya dari sejak saya duduk di SD. Ketika saya membandingkan diri saya dengan seorang ahli origami atau ikebana, saya mungkin akan terbengong-bengong dengah keahlian mereka, kemudian menyesali diri. Mengapa tangan saya tidak terampil seperti mereka? Mungkin saat itu saya akan menyalahkan diri saya. Menyalahkan ketidakmampuan saya, kemudian menyalahkan Tuhan. Untuk kemudian menyesali diri dan merasa kalah.
Kalah? Bukan sekali dua kali kita semua pernah mengalaminya. Kalah ketika seorang teman yang dulunya ranking terakhir di kelas dari SD-SMU, ternyata lebih berhasil dari kita. Kalah, ketika orang lain yang kita rasa lebih jelek-lebih gemuk-lebih jahat dari kita mampu memiliki pasangan secantik/seganteng model. Kalah, ketika kita merasa tidak sepintar orang lain. Kalah, ketika melihat foto-foto penuh kebahagiaan di Facebook, Friendster, atau situs pertemanan lainnya dalam perjalanan mereka keliling dunia sementara kita hanya ada di satu sudut kecil di
Kalah, ketika kenaikan gaji saya tidak setinggi kenaikan gaji anak yang baru masuk kerja di kantor saya, sementara saya sudah bekerja lebih dari 5 tahun.
KALAH…KALAH…dan KALAH…
Kata itu memenuhi otak dan pikiran kita.
Namun, ketika kita menolehkan kepala kita ke sisi kebaikan yang dimiliki. Sebentar saja. Tak perlu berlama-lama. Setelah sekian lama meratapi dan menangisi kekalahan kita, kita perlu juga memberikan sedikit semangat dan motivasi bagi diri kita, sambil menggali kembali hal-hal yang baik dari diri saya.
Setidaknya saya bisa menyanyi dengan baik. Tidak sebaik Mariah Carey, Mike Indonesian Idol, atau Afgan misalnya. Namun, setidaknya saya bisa menyanyi dengan tidak fals. Saya bisa menyanyi dari hati dan membagikan apa yang saya interpretasikan dalam nyanyian dengan sekitar saya. Itu bagi saya sudah cukup. Itu berarti, saya harus puas dengan penggemar saya yang hanyalah anak saya seorang. Yang selalu mendengarkan saya. Yang selalu stay tune ketika saya mulai membuka mulut saya dan menyanyi baginya.
Tetapi saya tidak merasa kalah, karena melihat wajahnya yang tersenyum gembira dan terhibur hanya dengan menyanyikan lagu seperti:
Ibu jari berkata, telunjuk yang pertama
Kedua jari tengah, ketiga memakai cincin
Kelingking yang terkecil.
Lalalalalala….
Oh, ada tambahan satu lagi pendengar setia saya, yaitu suami saya. Untuk saat ini, mereka-mereka lah yang menyemangati saya untuk terus bernyanyi, setidaknya bagi mereka. Dan bagi diri saya sendiri. Dan saat itu saya tidak lagi merasa kalah ataupun terpuruk, ketika melihat ada hal yang bisa saya kerjakan dengan cukup baik walaupun belum sempurna. Itu menjadi semacam hiburan bagi saya.
Kalah sering terjadi ketika saya membandingkan kekurangan diri saya dengan kelebihan orang lain. Padahal hal yang seharusnya dilakukan adalah membandingkan diri saya sendiri waktu demi waktu. Adakah perbaikan? Adakah kemajuan? Sambil melihat perkembangan orang lain tanpa membandingkan melulu. Terasa sulit, mungkin. Tetapi saya mau mencobanya, biar diri saya tidak selalu sengsara karena merasa kalah…Karena ada hari-hari di mana saya bisa menang juga. Lagian, hidup bukan melulu menang kalah. Kemenangan kita terbesar adalah ketika kita terus berlomba sampai garis akhir yang Tuhan rencanakan bagi kita…Bukankah itu yang terutama?
Ketika kegagalan menerpa. Dari gagal bisnis, gagal di interview pekerjaan, gagal di ujian profesi, gagal dalam berpacaran, gagal dalam perkawinan, dan gagal-gagal lainnya, meruntuhkan kepercayaan diri juga. Karena lagi-lagi sang diri dihakimi keberadaannya. Namun, ketika sadar bahwa gagal, sebagaimana sukses akan selalu silih berganti. Begitu juga dengan gagal adalah proses pembelajaran tak ternilai agar mampu lebih baik di masa depan. Dan tak lupa, bahwa kegagalan bukanlah berarti kita adalah orang-orang yang selamanya gagal. Akan ada suatu masa di mana kita akan kembali berhasil. Asal sabar, tekun, dan tak berhenti berusaha. Saya kembali diyakinkan bahwa tidak ada hal yang mustahil bagi mereka yang terus berusaha. Satu-satunya kegagalan terbesar adalah ketika seseorang memutuskan untuk menyerah. Untuk tak lagi berusaha. Untuk tak lagi mau bekerja keras untuk bangkit dari kegagalannya.
Kita boleh gagal puluhan, ratusan, atau mungkin ribuan kali. Namun, kegagalan itu tak membuat kita menghakimi diri kita sendiri sebagai orang yang gagal seumur hidup kita.
Tak mudah memang untuk kembali bangkit. Apalagi setelah gagal, setelah terjatuh, ada kecenderungan untuk berhati-hati takut jatuh lagi. Saking hati-hatinya, sampai tidak mau melakukan apa pun. Karena jatuh
Tetapi, mau sampai kapan terpuruk terus dalam kungkungan kegagalan. Akan ada suatu saat di mana kita harus memberanikan diri untuk bangkit lagi.
Mungkin awalnya malas-malasan karena takut. Mungkin awalnya takut-takut gemetar, namun… Jangan berhenti berjalan, walaupun pelan. Saya belajar untuk tidak jalan di tempat. Saya boleh merayap, berjalan selambat siput, yang pasti saya bergerak. Hanya dengan bergerak, saya mampu mencapai tujuan. Hanya dengan bergerak maju, saya berusaha meninggalkan kekelaman kegagalan yang seolah mencengkeram saya dan tak mau pergi dari kamus saya. Namun, saya harus menguatkan diri saya. Menabahkan hati saya untuk bangkit. Mungkin dengan terseok. Mungkin dengan langkah tertatih. Namun, saya putuskan untuk maju. Dengan berbalutkan perban karena kegagalan telah menancapkan kuku-kukunya yang tajam di hati saya. Namun, saya belajar berbesar hati menerima bahwa saya bukan seorang yang selalu sukses, saya bukan orang yang sempurna, saya bukan seorang yang hebat senantiasa. Kegagalan membuat kita merasa tak nyaman, merasa bodoh, merasa konyol, merasa tak berharga, merasa tak berarti, merasa dikecilkan-dikucilkan-dilecehkan, merasa bersalah, merasa berdosa.
Walaupun mungkin tak separah itu, namun itulah yang ditancapkan kuku kegagalan di hati saya, ketika saya merasakannya. Dan kuku itu mencengkeram hati saya, sehingga hati saya sakit diliputi perasaan-perasaan tersebut.
Perlahan, saya hadapi kegagalan itu. Bertatapan muka dengan muka. Si Kegagalan menyerukan sumpah serapah memaki diri saya. Saya hanya berusaha menerima. Memang betul saat ini saya tengah gagal. Saya sadari itu. Namun, kamu jangan terus mengganggu saya, karena saya mau punya masa depan yang berbeda dari hari ini. Jadi, kegagalan, kamu jangan lagi menghina saya. Karena saya juga tak akan membiarkan lagi diri saya disakiti. Dan yang paling menyedihkan karena luka itu diakibatkan oleh bagian dari diri saya sendiri yang tak mampu menerima kegagalan itu.
Saya mau bangkit, saya mau berdamai dengan bagian diri yang belum menerima kegagalan itu. Saya mau bergerak maju….
Salah.
Manusia banyak salah. Itu biasa. Manusia bersalah, itu juga biasa. Manusia tertentu sulit bangkit dari kesalahan karena kurangnya kemampuan untuk mengampuni dirinya sendiri. Itu banyak. Saya pun pernah merasakan hal itu. Sulit untuk bangkit karena berkubang duka mengasihani diri tingkat tinggi, karena sudah salah. Teringat ketika saya masih bekerja sebagai dealer saham di perusahaan efek di
Among the wrongdoings, wrong things, there is still some thing that’s right in this life.
Bukan dimaksudkan sebagai upaya pembenaran diri, namun di antara semua yang sepertinya salah. Salah tempat tinggal, salah pekerjaan, salah pengertian, salah pilih pasangan hidup, salah…salah…dan salah lainnya…
Semangat!
Jia You! Gambatte! Semangat! Keep the Spirit High!
Bagi jiwa-jiwa yang letih, lesu, lelah…
Kamu tidak sendirian!
Bagi jiwa-jiwa yang merasa gagal, salah, kalah…
Kamu bisa bangkit lagi dari keterpurukan!
Bagi jiwa-jiwa yang merasa ditinggalkan, tidak dipedulikan, kesepian…
Kamu selalu punya seorang teman setia sepanjang perjalanan di dalam DIA.
Bagi jiwa-jiwa yang patah hati dalam urusan cinta…
Kamu akan menemukan pengganti yang baik, yang mudah-mudahan lebih baik dan lebih cocok dengan kamu.
Asal saya dan kamu tidak berhenti berharap dalam iman, tidak berhenti berusaha dalam kejujuran dan kesetiaan, mau bangkit kembali dari setiap kepahitan hidup…
Saya percaya…Hidup akan tersenyum kembali kepada mereka yang menghadapi kepahitan sekali pun dengan senyuman…
Bukan sekarang, bukan besok, tapi pasti ada suatu waktu nanti…
Entah seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun kemudian….
Saya percaya…
Yang saya bisa lakukan hanyalah percaya dan tetap percaya…
Dengan mengutip sebuah judul lagu , percaya itu indah, saya ingin mengajak kita semua percaya dalam keindahan kepercayaan itu sendiri. Bangkit, berjuang, dan menjadi percaya bahwa Tuhan melihat setiap tetesan air mata. Tuhan mendengar setiap keluhan putus asa. Tuhan tak pernah tidur. Tuhan tak pernah berhenti untuk membentuk kita melalui semua hal yang sepertinya amat buruk. Tuhan ingin kita percaya. Tuhan ingin kita semakin indah. Tuhan ingin kita punya iman di dalam-Nya walaupun kenyataan belum memperlihatkan apa pun.
Dan semoga dalam naik turunnya semangat saya, saya pun tak lupa bahwa Tuhan tidak ingin saya sedih berkubang duka terlalu lama. Tuhan inginkan saya mampu bersuka cita. Tuhan rindu melihat senyum saya dan Anda. Dan saya kembali dikuatkan dalam iman, ketika saya tersenyum pada Tuhan. Dan mudah-mudahan Tuhan dan kehidupan akan segera tersenyum juga pada saya, pada Anda, pada kita. Bukan karena kekuatan saya, namun karena Dia memampukan kita melewati ini semua.
-fon-
* saking semangatnya, nulis terus tanpa henti, jadi panjang deh…
sumber gambar:
http://media.photobucket.com/image/gambatte/pvptayo/GAMBATTEEA.png
Menang dan kalah bukanlah segalanya. Yg terpenting tetap ada semangat untuk sekarang, hari ini. N always be happy :-)
ReplyDeletethanks, Angel. Don't worry be hepi:)
ReplyDelete