Friday, October 2, 2009

Si Sombong

Si Sombong berjalan lalu-lalang.
Bak peragawati di catwalk yang tengah berpose.
Penuh keangkuhan dengan kepala ditegakkan.
Dengan dagu runcing yang sedikit dinaikkan.
Ini lho, diriku…
Paling hebat sejagad.
Paling pintar, paling cantik, paling menarik, paling hebat lah pokoknya…
Paling segala-galanya.
Dalam duniaku…
Hanya aku dan aku…
Orang lain?
Nanti dulu…

Si Sombong terpaku.
Mendapati pantulan wajah di kaca yang dibingkai lapisan emas
Di sudut kerling matanya…
Terdapat kerutan-kerutan kecil
Tipis, namun sudah agak nyata.
“Aww!”
Si Sombong berteriak panik.
Hanya sebuah jerawat kecil saja sudah membuatnya panik.
Apalagi kerutan-kerutan macam ini.
Si Sombong amat tidak suka dengan kenyataan ini.
Dicarinya cara untuk tetap tampil muda dan memesona
Botox dan operasi plastik pilihannya.
Dan dia mulai mencari-cari dokter mana yang jago
Dan yang paling aman bagi dirinya
Untuk tetap cantik seperti semula
Uang?
Bukan masalah!
Dia punya banyak…
Tak kan habis sampai tiga turunan sekali pun.

Si Sombong tertunduk…
Hasil operasi wajahnya tak memuaskan.
Dokter mahal yang terbaik itu pun
Bisa melakukan kesalahan
Dan sialnya, itu terjadi pada dirinya.
Wajah manisnya jadi bengkak tak terkira.
Hidungnya yang sedianya ingin dimancungkan
Juga jadi bengkak dan aneh.
Awalnya hanya ingin operasi kelopak mata
Dan suntik botox di daerah kerutan dan keriputnya.
Tapi Si Sombong semakin menggila
Untuk tampil sempurna
Sekalian saja…
Operasi hidung juga…
Si Sombong menangisi kebodohannya
Dan ke-tidakmampuan-nya untuk menerima dirinya.

Si Sombong memandangi cermin di kamarnya.
Sekali lagi.
Dengan penyesalan tak berujung di dada.
Ah, andai saja…
Aku bisa mengulang semuanya dari awal lagi
Andai waktu dapat kuputar kembali…
Aku mau menerima semuanya ini
Tanpa keluhan sama sekali
Namun sudah terlanjur jadi begini
Si Sombong malu hati dan sibuk mencaci maki
Dirinya sendiri…

Si Sombong semakin tak tahu harus bagaimana…
Ketika rumahnya rubuh seketika
Akibat gempa…
Ah, Tuhan…
Apalagi yang harus kusombongkan?
Harta benda?
Wajah?
Kepandaian?
Ketenaran?
Ketrampilan?

Si Sombong meringis…
Mencoba mengais dari bawah reruntuhan
Namun tak ada yang mendengarnya…
Yang ada hanya isak tangis…
Tragis…
Hidup terkesan sadis?
Mungkin saja…
Namun, sebelum itu semua terjadi…
Mengapa Si Sombong selalu saja sok artis?
Dan Si Sombong mencoba bangkit perlahan-lahan
Arogansinya telah terkikis…
Dia sadar…
Dia bukan siapa-siapa.
Sombong tiada guna.

Dia masih berusaha meneriakkan kata, “ Tolong!”
Namun, suaranya tercekat dan dia terperangkap di bawah reruntuhan
Dalam gelap, sebelum ajalnya tiba,
Si Sombong mohon ampun atas semua dosanya…
Ah, hidup memang hanya sementara…
Si Sombong menghadap yang kuasa…
Bersatu untuk selamanya.

Singapura, 3 Oktober 2009
-fon-
* di antara semua kejadian : gempa, resesi ekonomi, taifun, badai, dan semua kesulitan lainnya, mungkin ini saatnya untuk kembali mengambil sikap rendah hati dan menjauhkan diri dari kesombongan. Sekaligus waktu yang tepat untuk mendekatkan diri pada yang Kuasa… Sebelum semuanya terlambat nanti.

No comments:

Post a Comment