Monday, October 26, 2009

Singapore, It’s a Wrap!


Saya ingat acara MTV beberapa tahun yang lalu, saat saya masih rajin mengikuti tangga lagu ‘Top 40’ yang ada di dunia, yang memperlihatkan pembuatan video clip artis ternama. Ada Britney Spears, Mariah Carey, Christina Aguilera, Pink, atau siapa saja yang tengah merekam video klip mereka dan diikuti oleh crew MTV dari awal hingga akhir proses pembuatannya. Menarik bagi saya untuk melihat dari awal hingga akhir suatu proses sampai melihat video klip yang sudah jadi dan kemudian diputar di MTV juga. Dan di akhir acara yang saya ingat, para artis itu akan berkata, “ It’s a wrap!” Yang artinya this is successfully completed (sumber: http://idioms.thefreedictionary.com/it's+a+wrap). Sudah selesai dengan sukses. Begitu kira-kira terjemahannya.

Melakukan kilas balik atas hari-hari saya di negeri jiran, Singapura, yang akan genap mencapai 3 tahun di bulan November nanti… Membuat saya mau tidak mau seolah melihat putaran video klip yang terekam selama saya berada di sini.

Sebentar lagi, dalam hitungan hari, saya pun akan meneriakkan, “ Singapore, it’s a wrap!”

Sudah hampir selesai petualangan saya di negeri ini, walaupun tidak pernah tertutup kemungkinan di suatu saat nanti (selama saya masih bernafas dan diberi kesempatan oleh Yang Kuasa mengecap hidup ini) untuk kembali ke sini. Who knows?

Jiwa melankolis saya kembali mendadak membawa saya ke memori tiga tahun lalu, ketika saya meninggalkan Jakarta. Meninggalkan begitu banyak sahabat baik, keluarga, pekerjaan saya sebagai foreign institutional dealer di satu perusahaan sekuritas BUMN di Jakarta, pelayanan di Jakarta (PDKK Ignatius, Seksi Kepemudaan BPK KAJ, band rohani yang dulu bernama the Worshipper). Teringat hari-hari bersama Reuters, Bloomberg, RTI Orientama system. Sistem untuk membaca dan menganalisa data saham plus untuk berkomunikasi dengan nasabah yang ada di Singapura dan Hongkong. Teringat…Dan teringat lagi…

Tiga tahun lalu, semua itu berubah menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Reuters dan Bloomberg, menjadi susu, ‘diapers’, dan termometer. Pelayanan gereja menjadi pelayanan di rumah bagi keluarga disertai masih melakukan kegiatan menulis. Kelas-kelas kebugaran menjadi olahraga dengan menggendong anak dan mengejar anak saat berjalan dan berlari.

Banjir dan macet yang tetap tidak mengurangi rasa kangen saya pada Jakarta tergantikan dengan keteraturan-kerapian-kebersihan-dan segala kualitas hidup yang prima yang dimiliki Singapura. Sekaligus menyisakan kecuekan, ketidakpedulian, ke’jutek’an, kurang ramahnya warga Singapura. Namun, tetap saya menemukan beberapa orang yang amat baik dan terbuka yang berbeda dengan gambaran individualistis di negara ini. Memutar ulang perjalanan di sekitar Orchard Road, China Town, Vivocity, Sentosa, Singapore Zoo, Jurong Bird Park, Bugis, Raffles City, Citylink Mall dan banyak tempat lainnya. Naik taksi, MRT, dan bus di sini. Suasana hijau dan asri yang mendominasi bumi Singapura ini…

Memandangi kembali apartemen yang menampung saya selama tiga tahun di sini. Dindingnya yang krem kecokelatan, kolam renang yang dikelilingi payung-payung berteduh dan kursi panjang untuk berjemur diri, kolam ikan yang juga ada kura-kuranya, dan pohon-pohon di sekitarnya…

Ah, selalu tidak mudah untuk mengucapkan salam perpisahan. Saya selalu lebih suka berkata sampai berjumpa kembali daripada selamat tinggal. Karena saya tetap meyakini, suatu saat, hidup akan mempertemukan saya kembali dengan beberapa teman dengan cara yang tak pernah disangka-sangka. Namun, untung juga saya berada di era di mana segala komunikasi via internet bisa terjadi dengan amat mudah. Sehingga di mana pun, di bagian dunia mana pun kita berada, masih memungkinkan kita untuk tetap berkomunikasi satu dengan lainnya.

1 November 2009

Kalau tidak ada aral melintang dan seizin yang kuasa, kami akan pindah ke Ho Chi Minh City (HCMC) untuk memulai petualangan baru di sana. Sungguh satu negeri yang tidak saya ketahui terlalu banyak tentangnya. Kecuali dari apa yang saya baca lewat internet dan lihat lewat televisi, serta kunjungan singkat satu hari ke sana. Di sanalah kami akan tinggal selama setidaknya dua tahun ke depan. Di sana pulalah saya harus memulai kembali: mendapatkan teman baru, beradaptasi dengan negara yang mirip Indonesia dalam beberapa hal, belajar hidup kembali di negeri orang, dan tentu saja sekaligus ‘traveling.’

Ada sedikit terselip kekuatiran juga seperti saya tidak mengerti satu patah kata pun dalam Bahasa Vietnam. Sedangkan, di Saigon (nama lain dari HCMC), Bahasa Inggris tidak dipakai secara umum kecuali di perkantoran, perhotelan, ataupun sekolah internasional. Tetapi, lagi-lagi, bila ini memang merupakan jalan-Nya bagi saya… Saya merasa yakin bahwa Dia akan beri kekuatan dan buka jalan. Memang pasti akan ada saat di mana saya akan terpaksa menggunakan bahasa tubuh ketika orang yang saya ajak bicara tidak mengerti Bahasa Inggris, namun semoga Dia selalu menolong saya dalam situasi apa pun. Dan saya hanya bisa percaya akan hal itu. :)

Menjelang keberangkatan ini, banyak yang harus dikerjakan. Mulai dari pengepakan barang yang harus kami bawa, ditambah membawa seorang anak berumur 2 tahun lebih untuk pindah negara bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, sekali lagi, biarlah kami jalani proses ini sebagai bagian tak terelakkan dari perjalanan hidup kami. Dan saya pribadi akan berusaha untuk menikmati perjalanan ini sebagai pengalaman untuk tinggal di negeri yang berbeda lagi.

Sekalian saya mohon pamit juga untuk teman-teman di Singapura yang sudah kenal dan menjadi teman saya selama ini. Terima kasih untuk waktu-waktu dan kebersamaan kita. Juga mungkin selama awal-awal di HCMC sana, saya juga tak bisa menulis terlalu sering karena harus mengurus rumah dan anak terlebih dahulu. Belum lagi sambungan internet juga belum ada, sehingga pasti memakan waktu.

Izinkan saya istirahat sebentar dari keseharian saya yang biasa. Saya mengusahakan untuk tetap menulis, walaupun ‘posting’-nya mungkin tidak bisa tiap hari. Dan untuk renungan harian saya, akan diusahakan dibuat beberapa hari sebelumnya untuk minggu depan.

Saat ini, di tengah kondisi ‘packing’ dan berbenah, saya pun menyadari bahwa memang hidup bukanlah milik saya. Bersama Tuhan, saya sudah diberi kesempatan menjelajah Singapura selama tiga tahun terakhir ini. Saya berterima kasih untuk itu, dalam segala pahit-manisnya hidup yang saya rasakan di sini. Dan saya pun percaya bahwa perlindungan Tuhan akan tetap sama di mana pun kita berada dan saya mohonkan doa dari teman-teman semua agar kepindahan kami berlangsung lancar. Dan.. saya akan menuliskan perjalanan hidup saya selanjutnya, dari Saigon.

Sekian, Fonny Jodikin melaporkan…

So, Singapore, it’s (almost) a wrap!

Singapura, 26 Oktober, 2009

-fon-

sumber gambar : http://www.voxel.net/blog/wp-content/uploads/2008/09/singnight1.jpg

No comments:

Post a Comment