Introduction…
Perkenalkan, saya adalah satu unit apartemen di
Yang maaf-maaf saja, isinya ekspat semua. Itu lho, para bule, orang Jepang, orang
Kebetulan juga fasilitas saya serupa dengan hotel berbintang
Konflik…
Saya berada di lantai
Dan benar saja! Ketika suatu saat, ada seorang pria tak dikenal mencoba mencongkel teras depan di tempatku, aku mulai was-was. Memang, tak tahu diuntung tuh orang-orang kampung! Sudah diberi banyak penghasilan dan kemakmuran akibat cipratan dari apartemen ini, masih juga tak tahu diri. Bukankah seharusnya mereka sadar diri? Siapa yang memberikan banyak pekerjaan bagi penduduk sekitar? Mulai dari pembantu paruh waktu yang kerjanya ringan hanya cuci baju dan setrika plus bersih-bersih rumah seminggu tiga kali. Sopir, satpam, ‘nanny’ alias baby-sitter kalau mereka bernasib baik dan bisa bercakap-cakap sedikit saja dalam Bahasa Inggris. Belum lagi warung makan yang juga meraup keuntungan dari peningkatan penjualan makanannya karena dikonsumsi oleh para pekerja yang membludak di apartemen ini. Kenapa juga masih tak tahu diri? Ugh, hatiku kesal setengah mati. Memang tak tahu diuntung! Belum lagi dia merusakkan salah satu pintu mahalku yang berukiran kayu asli dari
Dan Si Maling kurang ajar itu yang tentu saja bukan seperti Robin Hood yang agak lumayan mulia itu mulai pasang aksi. Dan mereka menggondol ‘safe deposit box’ tuanku. Warga Amerika Serikat yang menikah dengan seorang wanita asal Hongkong dan bekerja di sebuah perusahaan finansial terkemuka di
Ending..
Akhirnya, tertangkap juga Si Penjahat tak tahu diri itu. Ternyata, dia bukan dari kampung sebelah. Dia adalah teman dari seseorang di kampung sebelah itu. Aku merasa tenang, sekaligus agak malu. Telah berhari-hari aku menuduh mereka dengan tega. Menganggap kemiskinan selalu sama dengan tindakan kriminal. Selalu merasa bahwa kemelaratan akan mendatangkan pikiran-pikiran jahat ketika melihat orang yang lebih mampu lewat di depan mata dan menjadi pemandangan sehari-hari merka. Tiba-tiba aku sadar, bahwa segala kualitas baik yang ada pada apartemen ini menjadikanku bertingkah laku penuh arogansi. Keangkuhan menyelimuti diriku. Daguku yang runcing kuangkat dengan sombongnya. Ini lho, aku! Apartemen mewah tanpa saingan di ibukota. Masih yang terbaik sampai detik ini.
Tahun demi tahun berlalu, kondisi apartemenku mengalami penurunan. Kami bukanlah yang terbaik, bukanlah yang termahal lagi. Kami pun tidak masuk ke peringkat sepuluh besar. Kami mungkin ada di peringkat sepuluh besar dari bawah. Keadaan sudah berbalik. Arogansi yang tadinya begitu kental nampak di setiap sikapku mulai tersingkir. Kebanggaan itu sirna. Ekstramewah tak lagi seindah namanya.
Malahan, aku malu menyandang nama itu. Ingin kuganti saja dengan Tidakmewah. Atau Tidakmewahsamasekali. Malu-maluin!
Sementara di sekitarku, kampung yang melarat itu sudah berubah menjadi gedung-gedung tinggi pula. Sesuai dengan keinginanku dulu. Disandingkan dengan kelayakan kapasitas keindahanku. Mal, perkantoran, dan hotel mewah. Tidak kulihat lagi senyum ramah Pak Amat, pemilik warung mie instan. Warung Mas Slamet dengan wangi kopi tubruknya yang khas. Tak lagi kudengar celotehan Mbak Siti, pemilik warteg yang juga sudah kembali ke kampung asalnya di Jawa Tengah
Pelan-pelan kurasakan kerinduan akan masa lalu yang selalu kumaki dan kumarahi. Aku ingin seperti dulu lagi. Bukan dengan arogansi yang dulu. Bukan dengan keangkuhan di masa silam. Namun, dengan kehangatan yang menyadari bahwa kesenjangan memang tak pernah mampu dihindari. Tapi, ketika aku berada di puncak dan berdampingan dengan kaum miskin papa, mampukah aku berbagi rasa? Sedikittt sajaaa…
Andai aku punya mesin waktu bak ‘Quantum Leap’ yang bisa membawaku kembali…Ke limabelas tahun yang lalu... Aku mauuu….Mau mengulangi kembali semuanya itu dengan sikap yang berbeda. Adakah kesempatan kedua bagiku?
Dinding di apartemenku mulai dirobohkan pemiliknya. Karena kalah bersaing, pemilik yang baru membeliku setelah pemilik lama jatuh pailit akan mengubah bentukku. Mungkin bukan apartemen lagi? Mungkin sebuah Mal? Aku masih tak tahu. Tapi kurasakan kesakitan yang amat sangat ketika mesin-mesin itu mulai memotong bagian-bagianku dan merobohkannya satu per satu…
Dan tiba-tiba saja…keangkuhan itu makin sirna… Hilang entah ke mana… Nyaris tak bersisa.
HCMC,
-fon-
sumber gambar:
http://datingwithmedia.files.wordpress.com/2009/02/apartment.jpg
No comments:
Post a Comment