Tuesday, November 17, 2009

Pretty Holland


Pretty Holland, demikan aku menyebutnya. Karena dia berasal dari Belanda (Holland) dan wajahnya memang cantik. Karena waktu itu tengah menonton America’s Next Top Model-nya Tyra Banks, aku mengamati, model-model itu bahkan wajahnya tak secantik dirinya. Begitu pun dengan balutan bikini yang senantiasa ada di tubuh sempurnanya. Tingginya sekitar 175 cm, mungkin lebih, karena aku tidak pernah bawa meteran :), yang pasti dia jauh lebih tinggi daripada aku. Aku mengagumi kecantikan fisiknya yang sempurna. Mata yang kecoklatan, rambut pendek yang tidak mengurangi kecantikannya. Sekilas dia agak mirip Winona Ryder, bahkan lebih cantik. Dia jauh lebih tinggi karena Winona mungil. Kami berbicara dan ngobrol sebentar. Karena sama-sama membawa bayi dan tengah memberikan waktu untuk bayi kami berenang sebentar saja, makanya dia selalu berbikini.

Perjumpaan pertama berlangsung baik. Tanpa sungkan, dengan jujur, kupuji kecantikannya. Tulus. Emang cantik, sih… Aku bilang aku menebak dia (mungkin) seorang model. Tapi ternyata dia dulunya ‘food and beverage manager’ di satu hotel di Belanda sana. Dan baru kuketahui juga terakhir sebelum kami pindah ke Saigon bahwa dia adalah juga seorang penari. Suaminya pun cukup keren. Tidak terlalu ganteng tapi amat tinggi. Kalau tidak 190cm, mungkin 185 cm. Anak mereka sedikit lebih kecil dari anak kami, mungkin hanya beda 1 hari, info itu kudapat dari seorang teman. Dan amat tinggi, tegap, aktif. Namanya Ziggy.


Salah paham…

Entah karena beda budaya, entah karena memang tidak cocok, entah kenapa tiap kali bertemu di perjumpaan selanjutnya, dia selalu salah paham denganku. Ada pula seorang temanku yang lain, pengasuh anak tetanggaku (anak ‘British’), seorang nanny asal Singapura yang bernama Rajes (dia orang India), juga pernah kena dampratan Si Cantik yang ternyata galak ini.

1. Kericuhan pertama terjadi ketika anakku dan asuhannya Rajes tengah bermain di ‘club house’, dan ‘ pretty holland’ membawa Ziggy hendak pulang dan harus melewati tempat kami, karena dia tinggal di unit yang letaknya di atas ‘club house’. Saat itu hampir Natal, sehingga ‘club house’ mulai berbenah. Dihiasi pohon dan hiasan Natal. Karena ‘Pretty Holland’ sudah posisi siap mau pulang, sementara anakku main mainannya yaitu ‘pole noodle’ (semacam mainan yang bisa mengapung dan bentuknya panjang terbuat dari bahan semacam stereofoam) milik mereka. Agak merasa tidak enak hati, kupikir, lebih baik kutanyakan apa dia terburu-buru mau pulang.

Jawabnya, “ It’s Ok”. Tapi anakku terus saja memainkan ‘pole noodle’-nya. Sementara dia sudah berhanduk ria, basah, dan Ziggy juga basah-basahan di ‘club house’. Karena lagi-lagi merasa tidak enak hati, makanya aku pikir, mendingan anakku jangan main mainnannya dia. Aku pikir mengganggu mereka yang sudah mau siap-siap naik ke unit apartemen mereka. Eh, gak taunya si ‘pretty holland’ marah dan bilang, “ It seems that you don’t welcome me here!” Rajes masih berusaha menjelaskan bahwa bukan itu yang saya maksud. Tapi sudah terlanjur be te, ‘Pretty Holland’ masuk ke pintu yang menuju lift, setengah membanting pintu dan dengan marah naik ke atas. *Sigh* Salah sangka, buuu…Galak amat, seh? Lagian emang ‘club house’ punya gue? Bukan kale…Ngapain juga aku gak ‘welcome’ ke dia… Peristiwa ini berakhir tidak manis. Tidak seperti pada umumnya cerita yang aku buat. Gak nyangka juga akhirnya punya musuh di negeri Singa. Gak bermaksud musuhan seh, tapi apa daya…Kecantikan wajah tidak diimbangi oleh kecantikan sikap (itu kata Rajes, my friend :)).


2. Kejadian kedua. Rajes yang kena batunya. Rajes hanya bilang anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan. Rajes tahu karena dua anaknya laki-laki dan sudah besar, sudah 24 tahun dan 19 tahun. Dan ‘Pretty Holland’ langsung sewot dan menjawab, “ You’ll see when the girls get bigger, it will be harder to handle.” Rajes bengong sementara ‘pretty holland’ berlalu. Aku juga bingung. Koq tiap kali ketemu kayak lagi PMS melulu? :P


3.Kejadian ketiga, di ‘playground’ sekitar pukul 4 sore. Cuaca tidak panas, agak mendung sedikit. Dan di ‘playground’ banyak anak bermain. Kebanyakan anak Jepang dan jangan lupa ada ‘Pretty Holland’ dan Ziggy di situ. Aku dan anakku yang berjalan ke arah sana melihat mereka. Aku langsung spontan bilang, “ I don’t expect so many people here!” (Maksudnya aku gak nyangka banyak anak Jepang di sore hari pukul 4 itu, karena biasanya playground baru rame pukul 17-19, saat sudah tidak terlalu panas lagi). Eh, ‘Pretty Holland’ esmosi jiwa lageee…

Doski bilang, “ Why you don’t expect me to be here?” Halah! Gile benerrr, salah lagi, salah lagi…Kenapa di luar begitu banyak temen yang kutemui di apartemen ini yang rata-rata baik. Entah pembantu Filipin, pembantu Indonesia, Singaporean, European, Malaysian. Adaaaa aja yang kayak gini barang seekor. Cantik banget seh tapi emosian mulu :P Daripada salah sangka lagi, mendingan lari menjauh ke permainan yang tidak dimainkan anaknya. Daripada ribet, ribut, mendingan menghindar. Aku gak pengen ribut… Ntar ribet…pusing sendiri…


Setelah beberapa kali salah sangka. Aku jadi diam. Bingung harus bagaimana. Kata temenku, mungkin beda ‘culture’. Beda budaya. Dan benturan itu terasa ketika apa yang kumaksudkan bukanlah yang dia tangkap. Atau sebaliknya, mungkin juga apa yang dia maksudkan bukan apa yang kutangkap. Di luar itu, mereka memang termasuk cuek dalam menjaga anak. Mungkin itu tadi, kebiasaan sekaligus budaya juga. Ziggy jadinya pandai sekali berenang tanpa ban, tanpa alat bantu, karena nongkrongnya di kolam renang sehari tiga kali plus didorong mama-papaya ke kolam yang dalam sudah biasa. Aku tidak menyesali juga sih, karena memang aku tidak bisa menyenangkan semua orang. Cuma sayang juga, koq awalnya baik, jadi akhirnya seperti ini? Lalu, pernah satu kali kami di kolam kecil, aku cuma diam daripada salah ucap lagi dan disalahartikan. Malah dia yang super ramah dan senyum-senyum. Akhirnya kuberanikan diri mengobrol sebentar. Ada hari-hari yang lumayan juga di mana ‘misunderstanding’ menyingkir jauh.


Orang tuanya yang sering berendam di ‘whirlpool’ dan membiarkan anaknya bermain bebas, memang menjadi suatu relaksasi tersendiri bagi mereka. Bagi anak lain, Ziggy agak menjadi ancaman karena dengan bebas mengambil mainan mereka, merebut dan terkadang marah. Itu pun yang terjadi ketika suatu sore anakku ada di sisi kolam renang besar, tengah memainkan mainan keluarga Korea yang tertinggal di sana. Ziggy datang tiba-tiba. Kupikir hendak main bersama. Ternyata awalnya memang main bersama. Setelah itu, “Byur!” Anakku didorong olehnya ke kolam besar. Mama dan papanya biasa melakukan hal itu kepadanya, jadi tidak salah kalau dia anggap itu hal biasa. Yang jadi masalah. Anakku yang berumur 2 tahun kurang saat itu sedang tidak pakai baju renang, tidak ada balon untuk mengapung yang diletakkan di lengan (‘arm floats’) untuk anak-anak.


Alhasil, nyemplunglah anakku dengan sempurna di kolam besar dengan kedalaman yang masih mendingan karena ‘hanya’ 110 cm. Dan aku langsung menarik dia ke atas. Beruntung karena aku dekat sekali berdirinya dengan tempat itu. Untung dia tidak apa-apa. Yang ada hanya trauma anakku dan setelah itu, dia agak ragu main ke kolam. Sementara aku pun demikian. Daripada jadi korban lagi. Sudah korban perasaan, korban anak pula…


Hari-hari terakhir sebelum pindah ke Saigon..

Kami masih bertemu. Aku tetap menyapa, “ Hi” and “Bye”, tapi untuk mengobrol lebih jauh, aku jarang lakukan. Karena sudah mencoba berkali-kali dan gagal. Akhirnya aku dan Rajes berkesimpulan, memang kami tidak cocok dengannya. Mungkin karena beda tradisi, beda budaya, dan benturan kepribadian? Eniwei, ya sutra. Memang inilah salah satu dari sekian banyak warna yang kutemui di negeri singa. Sampai terakhir kali kutemui dia, dia bertanya tentang kepindahan kami ke Saigon karena dia tahu dari majikannya Rajes, yang merupakan teman baikku juga.


Bye-bye, Pretty Holland! Ini jadi kenangan juga buatku. Belajar hidup di negeri orang dengan macam-macam kepribadian. Terkadang menurut kita ‘rude’ atau kasar, mungkin di pikiran dia aku yang ‘rude’ ke dia.

Sekian kilasan peristiwa salah paham antara saya dan ‘Pretty Holland’. Gak penting seh, cuman gak afdol kalo gak ditulis…wkwkwk…

’Pretty Holland’, peaceee gal… Ato mungkin karena emang Belanda menjajah Endonesa ya, jadinya emang kita gak bisa ‘get along’… *Halah! Maksa benerrrr :P*


No hard feeling lagi, Mpok…Moga-moga lain kali kalo sampe kita dipertemukan lagi di satu babak kehidupan nanti, kita sudah mulai lebih belajar menjembatani perbedaan ini. Kalo gak? Ya sutra…Life goes on…:P

HCMC, 17 November 2009

-fon-

* yang hidup tanpa Facebook mulai dua hari lalu, connection-nya ngaco melulu. Gak tau kenapa…

No comments:

Post a Comment