Sunday, March 14, 2010

Jengah


Jengah

Jengah #1

Tak ada yang salah ketika kalian berdua bercumbu mesra. Walaupun yang nampaknya sedikit salah adalah tempatnya. Seolah tak mau tahu, bahwa ini di muka umum. Walaupun restoran ini bersekat-sekat seperti restoran Jepang pada umumnya, namun karena kita terlanjur tersekat di ruang yang sama, tingkah kalian bikin aku tercekat.

Berbisik mesra. Berpelukan. Menatap mesra tanpa henti. Diiringi tatapan tak mengerti anakku yang sibuk jingkrak sana jingkrak sini. Yang wanita berambut pendek model bob, mengenakan kaos dan rok mini. Sementara yang pria juga kurus kecil, berwajah manis, tak kalah manis dengan yang perempuan.

Sang Lelaki masih merokok, masih memeluk mesra. Masih sesekali memandang kami yang seolah kebingungan di meja sebelah. Aku masih tak habis pikir dengan pemandangan yang jarang kujumpai di sini. Lelaki berwajah manis itu ternyata seorang wanita juga. Setelah dilihat lebih lanjut, memang cinta itu memanah dua jenis kelamin yang sama.

Jengah #2

Di gereja.

Kalau lagi pacaran, bolehkah di gereja saling berpegangan tangan selama misa? Mungkin kalau sesekali masih tak mengapa, kalau sepanjang misa?

Dan kehadiranku yang sedikit terlambat hari itu, diiringi tatapan kurang suka. Maafkan aku, kalau mengganggu kisah romantismu di gereja.

Setelah aku komuni, aku kembali ke tempat duduk.

Kujumpai kalian masih berpegangan tangan mesra. Selesai doa kulihat yang pria mencubit paha Si Gadis dengan mesra. Sambil diiringi cekikikan lembut Si Gadis yang tertawa manja.

(Maafkan aku, Tuhan, aku tak konsen di Gereja hari ini).

Si Pria selesai misa, kulihat menunggu gadisnya di luar gereja. Dan kusadari (lagi), walaupun dia mirip pria dan tampangnya pun tidak manis, tetapi ternyata lagi-lagi: dia seorang wanita.

Jengah, risi, malu…

Pantas saja semua tergabung dalam diriku tadi. Kalian yang berbuat, koq aku yang merasa risi? Mungkin lagi-lagi masalah tempatnya? Mengapa kali ini lebih gila? Mengapa di gereja?

Cinta mungkin datang mengetuk pada hati siapa saja. Terkadang, dengan jenis yang sama. Apa pun alasannya, semua agama takkan mampu menerimanya. Namun, di balik pilihan itu, kukira ada semacam luka. Entah kepada figur ayah atau ibu, entah terhadap sesuatu (misalnya diinginkan sebagai anak pria ternyata lahir wanita atau sebaliknya). Apa pun alasannya mereka memilih menjadi pencinta sejenis dan aku tak hendak menghakimi. Karena di balik itu pasti ada luka tersendiri. Pasti sebelumnya ada sesuatu yang terjadi. Itu bukan datang tak diundang. Kuyakin ada penyebab di balik semuanya itu.

Melihat pasangan muda yang berpacaran dengan kelewat mesra di mal di Singapura dan berciuman tanpa henti juga bikinku jengah. Apa tak ada tempat lain buat menabur mesra? Apa tak bisa kontrol diri walau sebentar saja?

Mungkin aku yang ketinggalan zaman. Mungkin oleh para ABG aku dianggap kurang gaul. Tapi, ‘pleaseeee donk ah’….

Kalau mau mesra-mesraan, ya mbok liat situasi-kondisi. Jangan di rumah ibadat, juga jangan di depan anak kecil kaleeee…

Jengah, untungnya tak bikinku terengah-engah menahan marah.

Mungkin nanti akan ada jengah #3? Kita lihat saja nanti:)

HCMC, 14 Maret 2010

-fon-

Sumber gambar:

http://mashedmusings.files.wordpress.com/2008/09/lesbian-wedding-cake-topper.jpg

No comments:

Post a Comment