Tuesday, March 23, 2010

Prasangka



Dia bukanlah teman baik. Atau dia cukup baik tetapi jarang kontak apalagi ketemuan. Tiba-tiba dia mengirimkan SMS. Bunyinya begini: “ Aku mau ketemuan. Mau traktir makan.”

Dengan hati yang bertanya-tanya, tentunya kita bakal berpikir: adakah udang di balik batu? Benarkah dia bisa berubah sebaik itu? Pikiran pertama yang timbul (biasanya dan maaf kalau salah): paling mau menawarkan sesuatu. Entah bisnis baru, entah bisnis berjenis ‘multi level marketing’, entah asuransi, entah produk yang baru, entah… Banyak kemungkinannya. Dan biasanya kita sudah berpersepsi negatif. Padahal banyak di antara rekan-rekan kita yang betul-betul bekerja keras dengan bisnis yang mereka tekuni: entah itu MLM, entah itu asuransi, entah itu jadi ‘stockbroker’ yang harus mencari ‘client’. Mereka bekerja keras dan saya angkat topi buat mereka.

Namun, sekali lagi yang namanya ‘mind set’ sukar berubah. Orang yang dekat dengan kita ketika mengirim SMS semacam itu, pastinya kita sambut dengan bahagia-gegap gempita. Dan traktiran itu menjadi ajang yang ditunggu-tunggu. Sedangkan dari seseorang yang rasanya asing di hati namun tiba-tiba mengajak seperti itu? Mungkin dengan tegas kita akan menolaknya. Mungkin juga kita akan langsung tanya ‘to the point’: “ Ada apa, ya? Kalau bisa kasih tau dulu lewat SMS, jadi gak usah susah-susah ketemuan.”

Sekali waktu, saat saya baru berada di HCMC sekitar dua bulan, saya menelpon seseorang yang direkomendasikan oleh teman saya di Jakarta.

Katanya: ”Coba kamu telepon temanku ini. Kakaknya teman baikku. Dia tinggal di HCMC sudah sekian tahun.”

Berpikir saya akan dapat teman dari Indonesia, saya dengan senang hati langsung menelpon. Tanggapannya luar biasa. Dingin, tak bersahabat, jutek.

Dan pertanyaan berupa:” Mengenai apa ya? Kalau mau cari teman coba kamu kontak Masyarakat Indonesia di HCMC.”

“ Di mana ya itu?” Tanya saya lagi, masih berusaha menenangkan hati yang kecewa karena luar biasanya jawaban beliau itu.

“ Tanya aja di Konjen (Konsulat Jenderal) Indonesia di HCMC.” Klik. Sambungan terputus. Dan saya juga memutuskan untuk tidak mengontaknya lagi setelah sambutan yang sedemikian rupa.

Mungkin dikira juga saya mau menawarkan asuransi, produk, atau sebagainya. Ketika saya ceritakan hal ini kepada beberapa rekan, mereka berpendapat sepertinya Si Nyonya Muda itu sombong sekali. Kalau mau cari temen di Konjen aja, gak perlu cari gw. Begitu kira-kira.

Merasa kecewa dan sedih, ketika diprasangkai. Tetapi, pas berprasangka ke orang lain koq ya nggak mikir???

Sekali lagi saya diingatkan. Saya pun pernah berlaku demikian, mungkin dengan skala yang tidak sejutek itu, tidak sevulgar itu menolaknya. Namun, setidaknya saya pernah juga menempatkan prasangka dan syak wasangka terhadap orang yang tidak saya kenal secara dekat. Yang tiba-tiba SKSD (Sok Kenal Sok Dekat).

Berhati-hati memang perlu, apalagi di zaman sekarang yang seolah begitu lihai memanfaatkan kepolosan dan kebaikan orang. Kelicikan seolah mudah untuk diterapkan menghadapi kepolosan yang diidentikkan dengan ‘culun’ atau lebih kasar lagi istilah yang sering kita dengar: bodoh atau bego.

Apakah bodoh untuk percaya? Apakah bodoh untuk bertindak baik? Apakah berprasangka dan syak wasangka itu adalah hal yang baik dan seharusnya diterapkan? Bukankah dalam hukum juga ada istilah praduga tak bersalah, sebelum tahu akan kebenarannya?

Hmmm, sambil merenungkan semuanya itu, sekali lagi kata hati saya mengingatkan: “ Jeng, Jeng… Bukannya waktu-waktu sebelumnya elo juga yang pernah berprasangka sama orang? Jadi kalo sesekali orang berprasangka sama elo, yah harap maklumlah. Karma Jeng, hukum tabur-tuai ….”

Dan seperti biasa, saya hanya bisa cengar-cengir sendiri. Suara hati! Anda benar!!! Ini juga pernah terjadi ketika gw ngelakuin yang sama ke orang lain. Kenapa pas orang lain lakukan ke gw malah sakit hati segala kayak gini, ya?

Bukannya ada pepatah: kalau nggak mau orang lain lakuin ke elo, jangan lakuin itu ke orang lain? Koq gw lupa ya? Atau?? Pura-pura lupa?

Alhasil, pengalaman memprasangkai orang dan diprasangkai (bener gak tuh ejaannya? Hehe…) orang, menyadarkan saya kalau ternyata pembelajaran diri soal ini masih dalam level cetek. Level dasar. Kalau mau maju, harus ‘upgrade’ dulu dong!

Yaelah, Jeng…Jeng… Belajarnya perlu lebih banyak lagi yaaa?

Okelah kalau begitu:)

Tak disangka-sangka, pelajaran soal prasangka dan syak wasangka memang perlu praktek yang tak kuduga. Hmmm, besok lebih baik! Semangat:)

HCMC, 23 Maret 2010

-fon-

* mencoba mengurangi berprasangka orang karena ternyata diprasangkai itu gak enak banget ya? Mari sama-sama belajar. Tetep cerdik seperti ular, tulus seperti merpati yaaaa biar gak dimanfaatin secara sembarangan:)

Sumber gambar:

http://elev8.com/files/2009/11/pointing-finger.jpg

No comments:

Post a Comment