*** Episode: Chaos (Kacau)
Previously on Thank God I Found You 7 (Episode: Someone from the Past)…
Setelah memastikan rumahnya aman dan waktunya tepat bagi Vita untuk minggat, akhirnya dia pergi juga. Ke apartemen Santi, dia menuju. Santi pun keesokan harinya memiliki rencana untuk bakti sosial ke Bandung. Bersama Santi, Vita pun ikut serta. Tak dipedulikannya telepon yang masuk dari Jason dan keluarganya, malahan dia memasang ‘handphone’-nya dalam ‘silent mode’ agar tidak mengganggu keheningan yang ingin dicari jiwanya. Sesampainya di Bandung, Vita terkejut mendapati seseorang yang begitu familiar: wajah dan suaranya. Hanya memang kakinya cacat dan wajahnya ada bekas luka. Tak lama berselang, dia pun mengenalinya sebagai: Joko. Seseorang dari bagian masa lalunya yang sempat menghilang begitu saja. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Simak di episode berikut ini…
Episode: Chaos (Kacau)
Biara Hati Suci- Bandung, Sabtu Siang…
“ Joko, jangan lari lagi. Mengapa harus kauhindari aku?” Tanyaku setelah berhadapan langsung dengannya.
“ Aku … aku… Aaaku sudah berusaha meluapakan semua tentang kita, Vit. Aku sudah hampir sempurna berdiri di atas kakiku sendiri, walaupun kakiku cacat. Aku sudah hampir tenang, Vit. Sampai kau datang pagi ini dan membuat porak-poranda hatiku lagi,” ucapnya terbata-bata dengan suara amat pelan.
“ Aku hanya ingin tahu, apa kabarmu? Kamu hilang begitu saja semenjak kecelakaan itu. Kau tak pernah tahu betapa tersiksanya aku ketika itu,” jawabku.
“ Aku juga tersiksa, Vita! Aku juga sulit melewati hari-hariku, tapi aku memaksakan diri untuk menjauh. Karena dengan kondisi begini, apa kau masih mau bersamaku? Kita pun sudah hadapi begitu banyak permasalahan. Beda agama, beda suku, beda strata sosial. Aku rasa kecelakaan itu adalah akhir hubungan kita.” Ujarnya lirih.
“ Akhir hubungan kita? Yang kuanggap akhir adalah ketika kau pergi tanpa berita, Joko! Tapi, entahlah…Mungkin itu juga jalan untuk memisahkan kita? Aku masih tak mengerti…” Aku bergumam lirih…Betul-betul tak mengerti semua ini. Setelah melupakan Joko dan menggantikannya dengan beberapa pacar lainnya plus Jason yang sekarang mengisi hatiku, aku masih merasa tidak siap ketika mantanku ini kembali di hadapanku.
“ Selamat siang, Mbak Vita. Mbak Vita ini temannya Mbak Santi, ya? Selamat datang di biara kami. Perkenalkan, saya Suster Anna.” Suara renyah itu seketika bergema di telingaku, aku jadi salah tingkah karena kepergok bicara dengan Joko, tetapi aku berusaha menenangkan diri.
“ Selamat siang, Suster. Saya Vita,” kuulurkan tanganku mengajaknya bersalaman.
“ Terima kasih, Suster mau menerima kami untuk bergabung dengan bakti sosial Suster. Saya sangat ingin melihat dari dekat apa yang suster-suster di sini lakukan.” Sambungku lagi.
“ Silakan. Kami sangat senang kalau ada yang mau ikut, seperti Mbak Santi ini… Eh, ini yang baru bulan ini membantu kami, Joko. Selama ini Joko tugas di frateran, sekitar satu kilometer dari sini. Baru pindah ke sini karena di frateran sudah ada yang membantu. Sementara di tempat kami, yang membantu cuti melahirkan sekitar tiga bulan. Joko, tolong bantu di ruang makan, sebentar lagi akan makan siang. “ Ucapan itu sedikit memperjelas mengapa Joko sampai ada di sini.
Joko pun berlalu dari hadapan kami.
“ Silakan ke kamar yang sudah disediakan, Mbak. Mbak Santi sudah menunggu di depan, tadi dia juga lagi asyik berbincang-bincang dengan Suster Paula, sampai lupa waktu katanya…” Senyum ramah tak henti keluar dari bibirnya.
Pantas dari tadi Santi tak kulihat lagi. Sesudah sampai di gerbang, ternyata aku yang terlalu sibuk mengejar Joko, sementara Santi sudah keburu masuk ke ruang tamu biara dan berbincang asyik dengan Suster Paula.
“ Eh, dari mana, elo Vit?” tanya Santi.
“ Ntar aku baru cerita, San…” Bisikku pelan. “ Yuk, ke kamar dulu, yuk…” Ajakku lagi.
“ Ok, yuk! Gue udah nungguin elo dari tadi,” jawabnya lagi.
Di kamar biara…
Kamar ini tidak terlalu luas, tetapi cukup rapi. Ada ranjang bertingkat buat kami berdua. Meja tulis, kaca kecil untuk bercermin saat menyisir dan rak plastik untuk menyimpan pakaian kami atau barang yang kami bawa.
Setelah meletakkan barang dan merapikan sedikit, aku mulai bercerita pada Santi.
“ Tadi itu yang negor kita di pintu, kamu ngenalin siapa, ‘gak San?” Tanyaku.
“ Enggak. Emangnya dia siapa? Orang baru sih pastinya, karena bulan lalu pas gue ke sini, orang itu belum ada,” ujar Santi.
“ Joko, San. Joko! Elo inget ‘kan dia mantan gue yang ke-3?” Tanyaku.
“ Iya, inget donk… Tapi, Joko ‘kan beda agama ama elo, Vit, koq sekarang bisa-bisanya dia di biara?” tanya Santi lagi.
“ Iya, itu yang gue juga bingung. Yang pasti, setelah kecelakaan yang dia alami, dia ninggalin gw, elo inget ‘kan? Elo juga yang nemenin gw melewati hari-hari itu dan menjadikan gw kuat lagi. Gw bingung aja, koq bisa nemuin dia di sini? Padahal gw juga pengin relaks dan damai. Eh, malah ketemu mantan di sini…’ Gak ngerti juga, apa maksud Tuhan di balik ini semua? Bingung gw…” Jawabku lagi.
“ Ya udah, elo tenang aja. Lagian, emangnya sekarang elo masih ada rasa ama Joko? Enggak ‘kan?” Tanya Santi.
“ Ya, enggaklah, San. Gw udah lupain dia, walaupun ada bagian dari hati gw yang pengin tahu kejelasan kenapa dia ninggalin gw begitu aja. Gw tetep suka Jason, walaupun sudah kayak gini kondisi hubungan gw….” Ucapku pelan.
“ Ya, udah. Elo gak usah pusing lagi kalau gitu. Yang penting elo istirahat dan tenang-tenang dulu. Jam 12 teng, kita ke ruang makan. Jamnya makan bareng. Elo baring-baring bentar juga boleh, Vit,” kata Santi lagi.
“ Okay, “ jawabku. Bergegas menempati bagian atas dari tempat tidur bertingkat itu.
Kuambil handphoneku, kulihat ada 20 missed calls. Bervariasi: Jason, Vino, rumahku. Ada 13 sms. Jason dan Vino. Banyakan Jasonnya. Tetapi yang terakhir dari Vino berbunyi:
“ Kalau elo gak pulang juga atau gak ada kabarnya hari ini, Vit. Gue dan bonyok bakal lapor polisi. So, kita tunggu sampai jam 11 malam. “
Wah, serius neh? Lapor polisi? Langsung kubalas SMS Vino:
“ Aku di Bandung, Vin. Kamu dan papa-mama tenang aja, aku baik-baik aja. Aku akan pulang hari Senin atau Selasa. Aku butuh waktu buat tenang.”
Sementara aku juga mengirimkan SMS ke Jason:
“ Aku di Bandung, Jason. Butuh waktu sendiri dulu. Tapi aku baik-baik aja. Setelah aku pulang ke Jakarta, aku akan hubungi kamu lagi. Thx.”
Kukirimkan segera dua SMS itu. Lalu memejamkan mataku. Masih ada setengah jam lagi sebelum makan siang. Istirahat sebentar lah…
***
Cilandak Town Square (CITOS), Jakarta…
Susi dan Willem tertawa gembira. Duduk di Bakerzin dengan segelas ‘iced mocha’, secangkir ‘flat white’ coffee, dan sepotong tiramisu yang mereka lahap berdua, mereka seolah merayakan kekacauan yang sudah mereka perbuat atas hidup Jason dan Vita.
“ Vita sudah minggat, Sus! Hahaha…Itu berita yang kudapat dari ibunya yang kebingungan mencarinya, “ ujar Willem.
“ Bagus… Bagus…! Kamu memang hebat, Will!” Ujar Susi lagi.
“ Eh, tapi, Vita minggat kamu ‘gak merasa kehilangan?” Tanya Susi dengan suara manja yang memang ketahuan sekali kalau dibuat-buat.
“ Kehilangan? Sebetulnya ada sih, Susiku cantik. Tetapi, apalah artinya rasa itu dibandingkan dengan indahnya saat duduk berdua memandangi wajah cantikmu, “ Willem menatap wajah Susi yang tersenyum manis.
Willem mengalami kegoncangan jiwa ringan setelah ditolak Vita. Apa yang dia impikan sekian lama, setelah mengalami penolakan itu membuat hatinya sakit luar biasa dan dia jadi tidak tentu arah. Kadang sering menangis sendiri, depresi tampaknya. Namun, dia merasa lebih bahagia sekarang karena menemukan cinta baru dalam diri Susi. Walaupun seolah dia mengalami disorientasi dari tujuannya semula, tetapi dia merasa bersemangat lagi. Untuk menghadapi Susi, dia pun lebih berhati-hati. Karena dia tahu yang dia hadapi bukan perempuan sembarangan, tetapi perempuan cantik, licik dan lihai yang mampu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia sendiri mulai terbuai dengan kata-kata manis Susi yang entah benar-entah tidak (karena masih sulit diterima oleh otaknya yang depresi itu), mulai mewarnai hatinya dengan bunga-bunga cinta yang bermekaran. Willem masih mengandalkan obat-obatan penenang untuk membuat tidurnya nyenyak. Kalau tidak, dia tak sanggup tidur, insomnia terus tiap malam.
Tiba-tiba renyah tawa mereka berdua dikejutkan oleh sebuah suara yang sering mereka berdua dengar…
“ Oh, jadi begini caranya? Dari apa yang aku lihat di rumah sakit, itu semua sandiwara belaka? Heh, gila kamu Susi! Dan kini kamu dapat partner yang seimbang. Sama gilanya sama kamu. Willem memang cocok mengimbangi kamu. Sama-sama psikopat!!!” Geram Jason.
Susi dan Willem bertatapan dalam bingung, tak menyangka pertemuan mereka kali ini bisa diketahui Jason secara tak sengaja.
“ Hai, Jason. Koq kamu bisa di sini, tumben. ‘ Gak biasanya main ke Selatan. Biasanya di Barattt melulu,” Susi masih berusaha basa-basi menetralisir suasana yang sudah keruh itu.
“ Apa urusanmu? Mau gw ke Selatan keq, Utara keq, Timur keq gak ada urusannya ama elo! Yang pasti, hari ini aku ke sini bikin aku ngelihat bahwa kamu memang perempuan licik luar biasa…. Ck ck ck…” Jawab Jason sinis….
“ Emang kalau aku sama Willem, kenapa? Gak cocok? Lebih cocok dia yang jadi pacarku daripada kamu, tahu! Dia ganteng, kaya, dan cinta padaku. Sedangkan kamu? Sudah miskin, tak begitu ganteng lagi…Apa kata dunia kalau aku pacaran sama kamu?” Susi setengah berteriak secara sengaja guna memancing karyawan Bakerzin menghampiri mereka.
“ Maaf, Mas. Jangan ribut-ribut di sini. Banyak pengunjung kami jadinya gak betah lho, Mas. Maaf, Mas, silakan keluar aja. Jangan bikin onar di sini.” Kata karyawan Bakerzin itu.
“ Baik, Mas. Maaf kalau saya mengganggu, saya pergi dulu. Susi, Willem, jangan pikir ini selesai. Kalian yang bikin semuanya kacau, siap-siap juga kalau nanti kekacauan hidup juga berbalik menyerang kalian!” Jason memandang garang, lalu membalikkan badan dan pergi…
Bersambung…
HCMC, 22 Mei 2010
-fon-
Sumber gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeZKiCpQSa9SnUpVXocS95KHB8RQOnd-VYi5n49U6PpN_3zIOa-TSrALMpD4b8l3_7TBI7LbKt6kutPteFIi0O9KJHM3oQRvHqXe3iknXd7_xNlux2XGlgepxSrYwT79Gj3g3LU5MtABIq/s1600/Thank+God+I+found+You.jpg