Panas
Cuaca di luar memang panas. Kalaupun hujan turun, hanya sebentar saja dan tidak sempat menghapus panas serta debu yang jauh lebih banyak ketimbang siraman hujan yang tak seberapa itu.
Panas, membawa orang menjadi gerah. Membuat orang menjadi sering merasa tidak nyaman dan cepat marah.
Mengatasi panas di masa kini sebetulnya jauh lebih enak. Bisa pakai topi atau pakai payung. Masih bisa diatasi dengan pasang AC, makan es krim, minum air es, atau berenang. Malah banyak ide juga untuk ke mal atau tempat ber-AC lainnya hanya buat nongkrong, minum sedikit. Pulang ketika sore atau malam saat sudah tidak sepanas siang yang terik.Walaupun begitu, tak bisa ditampik bahwa panas pun membawa beberapa kebaikan juga: jemuran kering misalnya. Apalagi yang punya bayi, tak perlu pusing popok tak kering. Panas setidaknya menjanjikan ‘NO BANJIR THIS TIME.’ Panas, di wilayah yang sering kebanjiran, agaknya merupakan sesuatu yang dirindukan. Mending panas daripada tergenang air dan harus mengungsi.
Bagaimana dengan panas yang ada di hati? Panas yang sering naik ke kepala saat ada hal-hal yang salah dan tidak sesuai dengan rencana atau keingingan? Panas yang seolah disebabkan oleh pihak-pihak yang ‘interest’ atau kepentingannya berseberangan dengan kita? Panas hati, menjadi hal yang mudah muncul dengan berbagai dalih dan alasan. ‘Memang tuh dia tukang cari gara-gara, sama dia selalu bawaannya emosiii aja! Panasss aja!’ (ini mungkin berlaku pada bawahan, pembantu, sopir, mungkin juga anak kita sendiri dan orang-orang yang seringnya berinteraksi bersama kita setiap hari). Padahal, kalau kita tanyakan dalam hati kita sendiri secara jujur: panas itu kita bisa kendalikan atau tidak??? Panas itu kita sendiri yang buat atau orang lain yang bertanggung jawab??? Sering kali kita menuding pihak lain yang salah, sementara sebetulnya banyak kali kita akhirnya sadari: kesalahan juga ada di pihak kita sendiri. Kondisi di luar bisa jadi pemicu, tetapi bagaimana reaksi kita: itu yang terpenting, bukan?
Panas di luar, masih bisa kita carikan solusinya. Pasang AC, makan es krim, minum jus dingin, dan sebagainya yang sudah saya sebutkan di atas tadi. Bagaimana panas dalam hati? Adakah cara juga untuk menyejukkannya?
Banyak yang bisa dilakukan juga sebetulnya. Tergantung pribadi orang yang satu dengan lainnya yang terkadang berbeda caranya.
Dalam kondisi hati yang panas, bisa membuat kita melakukan hal-hal yang mengerikan. Berapa banyak kasus yang kita baca, lihat atau alami sendiri diakibatkan oleh panas hati ini. Pembunuhan, penganiayaan, perkelahian, kerusuhan, perkosaan, perang, dan banyak kejahatan lain berakar dari hati yang terbakar emosi negatif, hati yang panas.
Di hari Minggu yang cerah dan (agak) panas di Ho Chi Minh ini, saya menghimbau kita semua…. Mari belajar untuk me-manage panasnya hati. Di luar boleh panas, mungkin sampai 38 derajad Celcius. Semoga hati kita tidak ikut-ikutan panas yang negatif. Panas yang positif, yang membakar kita untuk bersemangat dan menjadi lebih baik dalam melakukan seluruh kegiatan kita, itu yang diharapkan. Panas negatif? Hati panas penuh emosi? Semoga bisa kita kendalikan dengan baik. Setidaknya kita tahu caranya: panas itu bisa disejukkan dengan doa, dalam kasih-Nya yang selalu tersedia untuk menyirami hati kita dan memberikan rasa ‘adem’ yang tak terhingga.
HCMC, 23 Mei 2010
-fon-
* catatan hari-hari panas di HCMC yang kalau di siang hari mungkin di atas 35 derajad Celcius…
http://images.pingmag.jp/images/title/summertitle.jpg
kalo hati panas = panas dalam kah?
ReplyDeletewkwkwk
@ Lini: mungkin panas di dalam, merambat ke luar, Lin wkwkwk...
ReplyDelete