Saturday, May 15, 2010

Thank God I Found You Part 6



*** Episode: Minggat

Previously on Thank God I Found You 5 (Episode:Bukti)…

Vita masih cinta pada Jason sekaligus kebingungan menghadapi semua permasalahan ini. Willem dan Susi pun berhasil melarikan diri dari kejaran petugas keamanan rumah sakit dan Susi meninggalkan Willem seorang diri tak jauh dari Patung Pancoran karena dirinya tak mau terlalu dekat dengan Willem walaupun mereka punya proyek konspirasi bersama. Setelah itu Susi memikirkan cara baru untuk mengganggu hubungan Jason dan Vita

Diam-diam Susi merekam percakapan dirinya dan Jason lewat telepon yang diletakkan di ‘speaker mode’ dengan harapan dijadikan barang bukti di kemudian hari. Bagaimana kelanjutan ceritanya? Simak di episode berikut ini…

Episode: Minggat

Rumah Vita, Kebon Jeruk…

“ Begini, Tante. Maaf kalau kedatangan saya mengganggu. “ Kata Willem.

“ Tante juga bingung, Will. Kamu mau apa lagi? Sudah jelas-jelas Vita menolakmu dan kamu hampir berkelahi dengan Vino waktu itu. Sekarang, apa lagi maumu?” Tanya Mama Vita.

“ Tante, saya punya bukti kalau Jason tidak cinta pada Vita. Rekaman suara ini, bisa Tante dengar sendiri.”

Segera Willem mengeluarkan handphone-nya dan memperdengarkan rekaman yang dia sudah sediakan:

“ Cinta atau tidak, apa urusannya denganmu?” Suara seorang pria yang mirip sekali dengan suara Jason ucap Mamanya membatin.

“ Kamu tidak cinta pada Vita kalau begitu…. Ha ha ha… Aku tahu, Jason…Kamu tidak cinta padanya. Kamu hanya cinta padaku saja.” Suara seorang perempuan, yang Mama Jason tak tahu siapa.

“ Aku memang tidak cinta padanya.” Suara Jason lagi yang amat jelas kali ini.

Klik, terdengar suara telepon yang dimatikan. Rekaman itu berhenti sampai di situ. Namun, bukti itu benar-benar meyakinkan.

“ Tante sudah dengar sendiri, bukan? Oom dan Vino perlu dengar juga? Nanti saya bisa forward rekaman ini ke mereka atau bisa lewat ‘bluetooth’ saya kirimkan ke handphone Tante juga sekarang ini. Vita perlu tahu hal ini. Saya bermaksud baik, Tante. Hanya menguatirkan Vita kalau-kalau dia salah langkah, menikah dengan orang yang salah, yang ternyata tak pernah mencintainya.” Willem tersenyum (seolah) tulus… Seolah dialah yang mencintai Vita secara utuh dan jujur. Padahal dia sendiri yang paling tahu akan kondisi hatinya bahwa di hati itu sudah bercabang dua. Susi yang lebih dominan… Langkah ini malahan dia lakukan untuk mendekatkan dirinya dengan Susi. Agar pertemuan mereka bisa intens…

“ Sepertinya itu betul suara Jason. Tapi, apa iya, Will… Dan kamu…Kamu bisa dapat rekaman itu dari mana? Dan siapakah perempuan itu?” tanya Mama Vita setengah terbata-bata.

“ Itu suara Susi, Tante. Susi adalah mantan tunangannya Jason dan mereka sempat punya anak yang sudah meninggal. Waktu Susi ditinggal Jason, Susi tidak bilang bahwa dia hamil, malahan dia menyingkir ke luar negeri kemudian pulang dengan bayi mereka dan tinggal di Surabaya sebentar. Dia titipkan bayi itu kepada tantenya dan dia kembali ke Jakarta buat mencari Jason.” Jelas Willem tenang, seolah sudah memenangkan lebih dari setengah pertandingan ini. Pertandingan untuk mengenyahkan Jason dari hidup Vita.

“ Vita tak pernah cerita soal ini. Kalau memang begitu rumit, Tante akan minta Vita mempertimbangkan betul-betul masalah ini. Jangan sampai dia kawin dengan seseorang yang pernah punya anak dan belum selesai masalahnya dengan mantan tunangannya, apalagi kalau dia ternyata tidak mencintai Vita. Jadi, buat apa hubungan mereka yang seolah serius selama ini? Seolah tanpa arti…” Mama Vita mendadak diam, sedikit berkaca-kaca, lalu kembali bungkam.

“ Baik, Tante. Saya permisi dulu kalau begitu. Kalau Tante perlu rekamannya, saya bisa kirimkan kapan saja. Mari, “ Willem menganggukkan kepala. Sopan. Menjaga wibawa dan ‘image’ di depan seseorang yang rencana awalnya akan jadi calon mertuanya. Lalu beranjak pulang.

Sopir dan BMW hitamnya sudah menunggu di sana. Willem masuk ke tempat duduk di bagian belakang, melambaikan tangan kepada Mama Vita yang mengantar sampai ke depan pagar dan menatap lurus ke depan. Tak lama, lima menit kemudian, dia mulai sibuk lagi dengan ‘handphone’-nya.

“ Nona cantik, perangkap kita berhasil!”

Kemudian, ‘SMS report’ yang muncul: ‘message sent to’ Susi.

Susi masih belum menjawab SMS-nya. Willem terdiam, membayangkan cantiknya Susi yang membuatnya tergila-gila dan ide-ide liarnya sebagai perempuan. Willem sudah terlanjur jatuh hati juga pada Susi. Walaupun Vita masih ada di sana, tetapi bayangan Susi terlanjur menancapkan kuku-kukunya di hatinya. Dia masih terbayang, pertemuannya dengan Susi dua hari yang lalu. Susi hanya pakai kaos putih dan rok mini jeans. ‘Hanya’? Nanti dulu, rok mini itu menampilkan kaki-kaki rampingnya, kulit putihnya dan kaos putih itu memperlihatkan keindahan tubuh langsingnya. Mereka bertemu di sebuah apartemen di Kuningan. Keluarga Willem punya tiga unit di situ dan disewakan kepada orang asing (ekspat). Dan mereka masuk ke salah satu unit yang tengah kosong karena penyewanya kembali ke negaranya sementara penyewa yang baru belum ada. Willem dan Susi disibukkan dengan mengedit rekaman yang ada di ‘handphone’ Susi sehingga siap untuk ‘action’. Tindakan mengacaukan segala pihak, demi terwujudnya impian mereka di awal. Menaklukkan Jason dan Vita untuk akhirnya kembali ke pelukan mereka. Tetapi, kedekatan semacam ini… Apartemen berkamar tiga ini, cantik dan harumnya Susi, senyum manis sekaligus sinisnya menjadikan Willem hampir lupa diri. Dia sudah membelai rambut Susi dari belakang, ketika Susi mengambil air minum di dispenser dan dia memeluk Susi kuat-kuat. Susi tak melawan, bahkan seolah menikmatinya. Dirasakannya pula, sedikit banyak, dia mulai suka Willem yang kaya, lebih tampan dari Jason, dan perhatian padanya. Ah, dulu-dulu pun sebetulnya ketika dia dinner di kamar hotel bintang lima bersama Andika, dia juga hampir menyerahkan dirinya kepada Andika. Jadi, kalau cuma peluk, belai dan cium pipi adalah hal yang biasa buat Si Cantik yang membuat banyak pria tergila-gila ini. Makanya, Jason yang kemudian tahu, minta putus darinya. Pria mana yang mau diperlakukan seperti ini?

Susi membalikkan badannya dengan cepat, mengecup pipi Willem dan kemudian mereka saling berpelukan. Lama. Sampai Willem kemudian melepaskannya lagi. Menatap wajahnya, membelai lembut setiap bagiannya, lalu Susi memotong momen indah itu dengan ucapannya:

“ Will, nanti deh, kalau proyek ini selesai, kita bisa sama-sama. Kamu mau nikahi aku atau ajak aku ke luar negeri, aku mau. Tapi, ini selesai dulu ya?”

Ucapan yang amat lembut itu membuai Willem. Dia putuskan untuk mati-matian menjalankan ini, demi Susi. Siapa tahu dia betul-betul membuat Susi melupakan Jason dan memilih dirinya, sehingga dia akan menikmati masa-masa indah bersama Susi. Dan siapa tahu, kalau mereka betulan suatu saat bisa menikah dan membangun keluarga?

Willem yang masih bengong, terpana, tak kuasa menolak. Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, dia hanya katakan:

“ Oke, Susi sayang. Aku siap membantumu dan aku akan ajak kamu keliling dunia setelah ini semua usai.”

Mereka berpisah. Willem sebelumnya mengantar Susi yang tadi dijemputnya di rumahnya. Selama di mobil pun mereka saling bergenggaman tangan. Hanya Pak Sopir yang melirik perlahan dari kaca spion yang menjadi saksi ketika Susi menyenderkan kepalanya di bahu Willem. Entahlah, tiba-tiba hal-hal yang terjadi belakangan ini seolah memperkuat ‘chemistry’ di antara mereka. Susi sendiri tak tahu juga, dia hanya menikmati perhatian yang sudah agak lama tak dinikmatinya dari seorang pria dan kebetulan yang satu ini: kaya, ganteng, dan suka berat padanya.

Sama-sama mengalami disorientasi, kehilangan arah akan tujuan semula, tetapi bertekad menyelesaikan ini semua. Entah untuk apa? Mungkin untuk menghancurkan Jason dan Vita sekaligus merekatkan cinta mereka?

Biar waktu yang menjawabnya….

***

Kulangkahkan kaki sedikit lesu. Hari ini Jason tak ada kabar sama sekali. Sepanjang hari di kantorku yang tidak terlalu banyak aktivitas hari ini dan aku hanya bengong di depan komputerku memikirkan semua kejadian ini. Tidak lagi kukerjakan laporan keuangan yang masuk dan harus ku-review, karena aku adalah salah satu staf ‘finance’ di kantor ‘tours dan travel’ ini. Aku tidak konsen!

Pulang ke rumah, kudapati Mama dan Vino di ruang tamu. Tak biasanya begitu karena Vino seringnya menyendiri di kamar atau fitnes demi kebugaran tubuhnya. Papa belum pulang. Entah, melihat mereka begitu, hatiku agak kurang enak. Aku menegur mereka pelan, “ Ma, Vin. Aku pulang.”

“ Vit, kamu duduk sini, “ Ucap Mama pelan. Kulihat matanya masih sembap, seolah habis menangis. Tapi karena apa, ada masalah apa? Aku tak tahu…

“ Mama sudah tahu semuanya.”

“ Apa maksudnya, Ma? Mama tahu apa?” Tanyaku dengan tatapan tak mengerti.

“ Jason tidak mencintai kamu. Dia punya anak dari hasil hubungannya dengan Susi dan anak itu sekarang meninggal. Jadi, buat apa kamu terus bertahan dalam hubungan ini ketika tak ada lagi cinta?” Tanya Mama.

“ Ma, Jason bilang ke aku soal Susi dan dia tak pernah ada anak, mereka pisah tanpa pernah melakukan apa pun. Tetapi Susi yang cari gara-gara sendiri.” Aku masih mencoba menjelaskan.

“ Tidak perlu kamu jelaskan. Mama sudah tahu semuanya. Ok, kalaupun mereka tak punya anak, apa kamu mau menikah dengan seseorang yang tak pernah mencintai kamu?” tanya Mama dengan tatapan menyelidik.

Aku diam. Aku yakin Jason cinta padaku. Semua tingkah lakunya menunjukkan hal itu. Tetapi, bagaimana meyakinkan Mama?

“ Mama tahu dari mana soal ini semua. Aku tak pernah cerita, ‘kan?” tanyaku.

Vino menyambung tak sabar,

“ Udahlah, Vit. Elo tuh Kakak gue, gue juga gak mau kalau elo jadi bahan maenan laki-laki itu.”

“ Vin, aku tahu kamu sayang aku. Tapi ‘please’ jangan ikut campur dulu, biar aku selesaikan dengan Mama dulu,” jawabku lagi.

“ Ok, kalo begitu. Terserah!” Vino mengangkat bahunya.

“ Mama tahu dari mana?” Desakku lagi.

“ Dari Willem.” Jawab Mama.

“ Dan Mama percaya?” Tanyaku sinis.

“ Willem itu siapa, Ma? Aku ‘kan anak Mama kenapa Mama tak percaya aku?” nadaku pilu…

“ Mama dengar sendiri rekamannya. Suara Jason dan Susi yang bicara dan Jason bilang dia tak cinta padamu,” jawab Mama lagi.

“ Vit, Mama dan Vino, juga Papa hanya mau yang terbaik bagi kamu. Kami sayang padamu,” jelas Mama lagi.

“ Ma, aku tahu kalian semua sayang aku. Tapi, kalau begini caranya, aku merasa Mama tak menghargai keputusanku dan seolah tak percaya padaku. Aku marah dan kecewa, Ma! Mama lebih percaya orang luar, yang dulunya musuh keluarga kita terutama Papa dan Mama, mendengarkan apa yang dia bilang, tanpa memberi kesempatan padaku untuk menjelaskan bagianku,” jawabku berang.

“ Kamu sendiri, apa pernah cerita, Vit?” Tanya Vino

“ Aku diam karena aku gak ingin menyusahkan dan menambah beban kalian. Tapi, kali ini….Aku betul-betul marah. Maaf, Ma…Vin…Aku …Aku….Ahhh!”

Tak sanggup kuselesaikan kata-kataku. Aku terlalu kecewa. Aku naik ke kamar biruku, meninggalkan mereka. Mengunci pintunya rapat-rapat. Menyusun baju seadanya dan memutuskan untuk minggat dari rumah untuk sementara waktu sampai mereka mau lebih mengerti diriku.

“Tuhan, cuma Engkau yang tahu segalanya. Orang lain, walaupun keluargaku pun tak bisa kuandalkan…” doaku lirih.

Kuambil beberapa potong baju, sepatu kets dan uang seadanya. Hari ini, hari Jumat malam, aku putuskan untuk pergi. Dari rumah, dari Jason, dari keluargaku, dari Susi-Willem yang menghantuiku. Dari semua lilitan masalah yang sudah sekian lama menggangguku.

Aku minggat!

Bersambung…

HCMC, 15 Mei 2010

-fon-

Sumber gambar:

http://images.buycostumes.com/mgen/merchandiser/36095.jpg

No comments:

Post a Comment