Bahkan teramat menarik.
Tiada jemu setiap mata yang memandangmu. Bersolek kinclong, berbusana mahal, kerling manja dari sudut-sudut dinding keangkuhanmu. Sejenak buat banyak orang terlena, jatuh cinta padamu, bertekuk lutut di bawah kakimu. Menyembahmu dan (hendak) menjadi hambamu. Banyak manusia bermimpi untuk tinggal bersamamu, menikahimu dan menghabiskan sisa hidupnya, setia sampai maut memisahkan mereka dan dirimu.
Kamu elok. Rupawan.
Hmmm, mungkin… Kamu terlalu sempurna.
Tak seperti lainnya. Sekali pandang ketahuan dempulnya. Ketahuan ‘facelift’ tak alaminya. Namun, kamu memang nyaris sempurna, tak ada cacat cela.
Bukan berarti di balik itu, tiada kisah duka di dalam dirimu. Tidak selalu mereka yang tampilan fisiknya ‘wah’ tak punya cerita yang menyayat hati. Tak selalu apa yang kelihatan adalah apa yang sebetulnya terjadi.
‘What you see isn’t always what you think of’
Setelah memilihmu, memilikimu dan menghabiskan waktu mereka bersamamu. Barulah mereka tahu, bahwa memang di setiap tempat tak terkecuali dirimu, terdapat kisah susah dan senang. Tak ada perkawinan yang sempurna, tak ada pasangan hidup yang tak ada cacat cela, dan pada akhirnya selalu yang terpenting adalah: bagaimana mereka memutuskan untuk menerima kamu apa adanya.
Kupandangi wajah cantikmu, yang beberapa saat lalu pernah menjadi milikku. Tidak, kita tidak sampai mengikat cinta sampai mati. Aku hanya merasa kau pernah jadi bagian hidupku, meneliti sekali lagi kecantikan dan kesempurnaanmu. Mengagumi setiap sudut wajahmu, setiap lekuk di tubuhmu. Berdecak kagum karena memang jarang ada yang sesempurna dirimu. Sambil tertegun, berpikir, merenung, berapa banyak juga kisah sedih yang harus dialami orang-orang yang memilihmu.
Hidup memang selalu adalah merupakan pilihan, bukan?
Singapura, aku bersyukur untuk masa-masa itu. Masa di mana aku sempat mengecap manis dan indahmu, sekaligus juga mengerti bahwa ada banyak pula terselip cerita sedih di balik kesempurnaan fisikmu.
Memandangi setiap barisan lampu, setiap apartemen dan HDB, hijaunya pohon, mal yang berjejer rapi serta segala barang yang berlimpah selama uang ada. Segala keparipurnaan yang ada di depan mata.
Tak lupa, memandangi banyak orang tua yang bengong seolah kesepian di tengah menunggu bus atau MRT. Memandangi anak-anak yang stres karena cap pintar adalah harga mati, sedangkan cap bodoh berarti masa depan suram sudah pasti.
Keindahan fisik itu bukan lagi milikku.
Aku berlalu. Tersadarkan sekali lagi, memang sempurnanya manusia itu tak lepas dari resiko lain di baliknya. Sekaligus berterima kasih untuk kesempatan melihat dirimu dari dekat, sempat Dia menjadikanmu bagian hidupku walau sesaat. Dan, memutuskan untuk tetap bahagia di mana pun aku ditempatkan saat ini. Untuk kemudian percaya, kalaupun suatu saat aku harus pergi ke suatu tempat yang sama sekali baru dan asing, (Kalau dan hanya kalau... Karena aku tak tahu akankah itu pasti terjadi :)). Dia pasti sediakan tangan-Nya untuk membimbingku, karena Dia pasti membimbing kita di mana pun kita berada asalkan kita berserah kepada-Nya.
Singapura, 5 Mei 2010
-fon-
Sumber gambar:
No comments:
Post a Comment