Saturday, June 19, 2010

Kasar


Rasanya tidak ada orang yang senang jika menerima perlakuan kasar. Anggaplah Anda sedang berada di sebuah restoran dan pelayan datang menyuguhkan pesanan Anda dengan setengah melempar mangkok yang berisi kuah panas dan mengenai pakaian serta tangan Anda. Akankah Anda tinggal diam? Memakinya, mencari managernya, sekaligus mungkin mengirimkan surat pembaca di surat kabar ternama mungkin? Atau menuliskan pengalaman Anda di email untuk kemudian mem-forwardnya kepada teman-teman Anda?

Atau contoh lainnya: ketika di dalam taksi, Si Sopir seringnya rem mendadak, lalu kebut-kebutan. Mungkin dengan setengah mengancam Anda katakan: “Pelan-pelan, dong, Pak! Jangan sampai saya laporin ke perusahaan Bapak lho, ya!” Seraya menyuruh Si Sopir berhenti, membanting pintu, sembari menunggu taksi berikutnya.

Kejadian lain, misalnya Anda tengah berada di sebuah salon. Maksud hati ingin rileks dengan cuci rambut di salon. Malahan jadi marah-marah dan kesal karena bukannya mendapatkan servis yang baik, malahan rambut Anda seolah ditarik dan dijambak. Emosi jiwa? Pastinya…

Ketika kita mendapat perlakuan yang kasar, di mana kita sebagai pelanggan dan orang lain yang seharusnya memberikan pelayanan tidak memberikan pelayanan yang seharusnya, pastinya kita akan kesal, marah, dan kecewa. Di saat-saat itulah, rasanya kita akan bisa berteriak saking kesalnya. Mana pantas seseorang seperti diriku mendapat perlakuan semacam itu?

Kita tak pernah suka diperlakukan dengan kasar. Siapa pun tidak bakal terima perlakuan kasar baik dari orang yang lebih rendah levelnya dari kita atau yang jabatannya lebih tinggi dari kita. Mungkin yang sedikit banyak membedakan adalah reaksi kita. Misalnya, di kantor kita menerima makian yang tak pantas dari atasan. Mungkin kita sedih, marah kecewa, tetapi kita masih lebih mengontrol diri dengan memikirkan konsekuensi dari tindakan kita seandainya kita beraksi membalas dengan kekerasan pula, bahaya karena posisi kita terancam dan menjadikan penghasilan tak ada. Itu berarti resikonya kita bakal kehilangan pekerjaan. Pikir panjang sebelum melakukan sesuatu. Mungkin setelah itu, perlahan tapi pasti, mulai mencari pekerjaan baru yang diharapkan lebih baik lingkungan kerjanya maupun penghasilannya.

Sebaliknya, jika itu terjadi dan yang melakukannya adalah seseorang yang berada di wilayah kekuasaan kita… Misalnya: pembantu, sopir, atau baby-sitter, tentunya tindakan memberhentikan mereka secara langsung tanpa pesangon juga bisa dilakukan.

Tidak ada yang ingin menerima perlakuan kasar, juga tindak kekasaran dan kekerasan lainnya seperti kekerasan dalam rumah tangga. Ini terlebih menyakitkan karena seseorang yang kita sayangi berbalik menjadi monster buas yang seolah tak lagi dikenali.

Tindakan/perkataan kasar, akan membekas di hati kita. Tak jarang bikin luka batin, sehingga butuh proses lama untuk menyembuhkannya serta untuk pulih seperti sedia kala. Bagaimana dengan tingkah laku kita sendiri? Apa kita sendiri sering mengasari orang-orang yang lebih rendah dan tak punya kuasa? Tak jarang, tindakan kasar itu dilakukan kepada anak kecil yang lemah, mereka yang posisinya di bawah kita dan mengandalkan gaji dari kita seperti yang sudah saya sebutkan tadi: pembantu, sopir, nanny, sampai tukang potong rumput, dan sebagainya. Mungkin tindakan itu dilakukan oleh seorang paman kepada keponakannya, kepada seorang pengemis, pengamen, dst. Tindakan kasar seolah menjadi legalisasi bagi yang berkuasa untuk menunjukkan kekuasaannya termasuk penjajahan atas bangsa lain.

Dikasari, tak pernah kita sukai. Tetapi apakah kita juga memiliki tendensi untuk bertingkah laku kasar? Dengan mendominasi percakapan kita dengan kata-kata yang kasar? Bercanda mungkin bolehlah sesekali, tetapi kalau melulu mengungkapkan kata-kata kasar, rasanya koq ya gimanaa gituuu…:)

Jika kita ingat kejadian-kejadian kita dikasari, tentunya bikin sedih. Waktu kita bikin orang lain sakit hati dengan kata-kata kita yang kasar (yang mungkinnn gak disengaja atau kali lain memang sengaja kita lontarkan), pernahkah kita pikirkan efeknya pada diri orang tersebut?

Mungkin kata-kata atau tindakan kasar dari diri kita perlu kita kurangi, mudah-mudahan bisa kita eliminasi secara perlahan. Walaupun sulit, walaupun mungkin agaknya mustahil, tetapi jika kita ingat kalau posisi kita yang dibalik dan kita yang dikasari apa kita mau? Jangan lakukan apa yang kita tidak ingin orang lain lakukan pada kita. Itu kata pepatah, bukan?

Moga-moga kita semakin diingatkan untuk memilih tindakan dan kata-kata yang baik. Semoga kata-kata atau tindakan kasar semakin dijauhkan dari kita, karena dikasari? Siapa juga yang mauuu…

HCMC, 19 Juni 2010

-fon-

Sumber gambar:

No comments:

Post a Comment