Thursday, June 24, 2010

Thank God I Found You Part 14



*** Episode: Kejutan Ulang Tahun

Previously on Thank God I Found You part 13 (Episode: A Nightmare in Paris)

Suasana bulan madu yang seharusnya ceria, menjadi mimpi buruk buat Susi karena ternyata Willem mengidap sakit jiwa. Di Hotel Four Season di Paris, Willem bukan saja mengancam nyawa Susi, melainkan juga merusakkan seluruh isi kamarnya dengan menusukkan pisau ke bantal, ranjang dan sofanya. Susi meninggalkan Willem dan bergegas berangkat ke airport, tujuannya: Singapura. Dia tak lagi peduli pada Willem yang telah membuat impian indahnya soal perkawinan porak poranda. Willem ditangkap polisi. Sementara Jason dan Vita belum banyak perkembangan dalam relasi mereka, hanya menjalani apa adanya. Jason akan berulang tahun dan Vita menyiapkan pesta ultahnya di panti asuhan dekat rumah. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Simak di episode berikut ini.

Episode: Kejutan Ulang Tahun

Sabtu siang.

Kusiapkan semuanya dengan rapi. Mulai dari nasi kotak isi ayam goreng, sambal kentang, agar-agar, dan buah pisang. Sedikit donat untuk kudapan anak-anak di panti, juga bingkisan sederhana. Nasi kotak dan donat, tentunya pesan saja biar praktis. Jadi aku bisa persiapan bingkisan sederhana buat mereka yang isinya pensil warna, buku mewarnai, dan sedikit makanan kecil juga seperti: kacang, jelly, dan permen. Semacam ‘goodie bag’ ulang tahun yang biasa disediakan pas ultah anak-anak. Tapi ini terbalik, Jason yang memberikannya pada mereka. Pihak Panti Asuhan Kasih sudah kuhubungi. Nasi kotak dan donat akan langsung diantarkan ke mereka, Aku membawa goodie bag bagi ke-20 anak yang ada di sana. Kuantar terlebih dahulu juga. Sehingga ketika Jason tiba, hanya kuajak berkunjung ke sana tanpa persiapan apa pun, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan baginya.

Janji kami di jam tiga sore. Jadi, sekitar pukul empat aku akan pergi ke Panti bersama Jason. Sehabis anak-anak itu bangun tidur siang mereka.

Tiba-tiba, ketika sibuk-sibuk mengurusi acara ini, hatiku kembali teringat Santi. Ah, andai saja Santi masih hidup dan berada di sisiku. Pasti sobat baikku itu akan ikut-ikutan repot, ikut-ikutan membantu semampunya, seperti yang dia selalu lakukan selama ini. Santi, I miss you! Kupanjatkan doa singkat dalam hatiku, sungguh kerinduan terhadap sobat sepertimu tak mudah hilang dari hatiku.

Ting tong.

Bel pintu rumahku berbunyi. Kulihat jam di dinding kamar biruku. Jam 03.10 sore. Agak terlambat dari biasanya, karena biasanya Jason tak pernah terlambat.

“ Selamat ulang tahun, Jason!” Kubuka pintu rumahku dengan senyuman. Kupeluk dia dengan hangat. Kekasihku yang baik hati itu hari ini menapaki usianya di kepala 4. Cukup tua? Mungkin iya. Cukup dewasa tepatnya. Namun, beberapa orang bilang bahwa ‘life begins at 40’, bukan?

Dia menyambutku ramah. Penuh senyuman. Dan binar matanya itu lho. Tak hilang dari tatapannya ketika memandangku. Tiba-tiba kurasakan desiran halus. Kelembutan yang menguak rasa di hatiku, ketika saat-saat pertama kali kami saling jatuh cinta.

Kugenggam tangannya perlahan. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.45. Perjalanan ke Panti hanya makan waktu kurang dari sepuluh menit sebetulnya. Tapi, karena tak mau terlambat, aku mengajaknya pergi sekarang.

“ Yuk, kita pergi, “ ajakku.

“ Ke mana?” Tanya Jason.

“ Udah, ikut aja, “ sambungku dalam tawa ceria.

Panti Asuhan Kasih, dua gang dari rumahku. Jam 15.55 .

Kami disambut oleh Ibu Ayu, sebagai kepala panti. Ibu Ayu sudah menerimaku beberapa hari sebelumnya ketika tercetus ide untuk membuat perayaan ultah kejutan buat Jason.

Anak-anak sudah berbaris rapi menyambut kami di ruang serba guna di panti asuhan ini. Mereka menyalami kami satu per satu. Anak-anak yang berusia lima sampai sebelas tahun itu berjumlah dua puluh orang. Panti Asuhan Kasih sendiri punya anak-anak bayi dan anak-anak yang sudah beranjak ABG, tetapi mereka tidak ikutan hanya dikhususkan bagi anak-anak ini saja.

Setelah itu, mereka duduk bersama-sama di ruang serba guna itu. Di kursi dan meja kecil yang terbuat dari kayu berwarna-warni: biru, merah, kuning, Menambah keceriaan di ruangan kecil itu. Tak lama, asisten Ibu Ayu keluar dengan kue ulang tahun. Black forrest dengan lilin angka 40. Jason menitikkan air mata, perlahan. Jarang kulihat dia begini. Tampaknya dia amat tak menyangka hadiah ulang tahun tak terduga macam ini.

Perlahan ditiupnya lilin ulang tahun itu, diiringi lagu Selamat Ulang Tahun dari anak-anak panti. Sebelumnya Jason sempat mengucapkan harapan dan doa singkatnya sebelum potong kue. Potongan kue pertama diberikannya padaku, diiringi sun di pipi kanan-kiriku. Aku tersenyum bahagia campur haru menyambutnya. Tak sia-sia acara ini kurencanakan dan berhasil membuat kenangan manis tanpa perlu menghamburkan uang di hotel atau restoran mewah.

Dibagikannya goodie bag yang sudah kusediakan. Tak lama kotak makanan pun disajikan. Lengkap dengan sepiring donat yang disambut dengan gegap gempita oleh anak-anak panti. Terkadang, terlalu sering kita menghamburkan uang untuk hal-hal yang tak perlu, padahal dalam kesederhanaan berbagi dengan anak-anak panti ini, perasaan yang kami rasakan tak bisa terlukiskan dengan kata-kata.

Tak lama, kami pun berkemas. Anak-anak mengucapkan terima kasih. Ibu Ayu dan asistennya juga. Lalu, kami pamit, mohon diri.

***

Kantor Polisi Paris.

Willem masih berteriak-teriak dari selnya. Sementara dari Kedutaan Besar Indonesia di Paris, sudah mengirimkan kuasa hukumnya yang datang bersama Mama dan Papa Willem. Mereka kebingungan ketika mendapat berita dari KBRI Paris mengenai hal ini. Karena, seharusnya anak mereka sedang dalam bulan madu yang romantis dan mahal. Mengapa sampai dia ada di kantor polisi? Dan di mana menantu kebanggaan mereka yang cantik jelita itu? Susi? Hilang tak tentu rimbanya.

Setelah bercakap-cakap dengan pihak kuasa hukum dan polisi. Akhirnya, Willem dibebaskan karena dianggap mengalami gangguan kejiwaan. Segala sesuatu yang dilakukannya di luar keadaan waras, tak bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi, tentunya orang tua Willem harus mengganti semua kerugian yang diderita oleh Four Season Hotel yang jumlahnya puluhan ribu Euro. Tak mengapa, karena mereka punya banyak uang.

Mama Willem menjadi ‘shock’ juga atas kejadian ini. Dikiranya perkawinan dengan Susi akan menyelesaikan masalah Willem. Ternyata, malah bikin masalah baru. Dengan hati pilu, mereka bergegas meninggalkan bandara Charles de Gaulle, Paris. Kondisi Willem masih diberikan obat penenang, namun tidak terlalu besar dosisnya. Sehingga ia masih sadar, walaupun pikirannya melayang. Entah ke mana. Matanya nanar. Diambilnya bolpen dan kertas selebaran yang tercecer begitu saja. Dituliskannya dengan huruf besar. SUSI.

***

Singapore. Vivo City Mall.

Kawasan Harbourfront di malam hari.

Susi duduk di The Queen & Mangosteen, restoran merangkap pub yang berada di lantai 1 Vivocity ini. Pemandangan yang menghadap keluar, melihat Sentosa dan melihat perairan di sekitarnya, membuat suasana semakin klop, indah tepatnya. Susi berada di teras tempat ini. Sambil merenungkan semua kehidupannya selama ini. Dia sudah berusaha jadi orang baik, sudah berusaha mencintai dan memang akhirnya jatuh cinta betulan pada Willem. Willem sendiri amat cinta padanya, namun tak disangka-sangka Willem menderita penyakit sejenis Schizophrenia atau yang juga sering dituliskan sebagai Skizofrenia, yang bisa timbul tenggelam. Dan yang pasti selalu memiliki kecurigaan berlebihan terhadap sekitar. Selalu merasa diintai, selalu merasa tidak aman dan tak bisa percaya kepada orang lain. Itu yang Susi lihat. Belum tentu sih, itu akan berkembang menjadi Skizo yang berat. Tetapi, resikonya Susi bisa mati jika hidup bersama dengan Willem, terutama ketika Willem kumat dan tak mau lagi mendengar ucapannya. Tak selalu dia akan seberuntung ketika mereka di Paris, ketika Willem menuruti saja ucapannya dan mau minum obat penenang. Kalau tidak, dia tetap mengamuk dan melukai Susi, apa jadinya? Susi bisa mati seketika.

Bergidik memikirkan kemungkinan hidupnya yang cukup mengerikan itu, Susi melanjutkan minum vodkanya, sambil makan mini burger yang memang diminati di pub tersebut. Tanpa disadarinya, seorang pria asing dari tadi memandangi wajahnya. Pria bule itu mengagumi kecantikannya, seperti pria-pria pada umumnya. Dia sendiri amat tampan. Wajahnya mirip-mirip VJ Dom, dari Channel V itu. Perpaduan Asia dan bule, tetapi dominan bulenya.

Tergerak untuk mengenal Susi lebih jauh, pria itu bergegas mengambil botol bir yang ada di tangannya dan mulai mendekati meja Susi.

“ Can I sit here?” tanyanya.

“ Yes, sure.” Susi tak terlalu memperhatikan wajah Si Pria. Yang dia butuh adalah seorang teman dan perhatian seorang pria seperti yang selalu dia dapatkan tanpa henti dalam hidupnya.

“ May I know your name?” Tanya pria itu lagi.

“ Susi, “ ujarnya sambil mengulurkan tangannya dengan agak malas, setengah menunduk tadinya, mendongak juga ketika dia harus bersalaman dan melihat betapa tampannya pria di hadapannya. Langsung dilebarkannya sudut-sudut bibirnya, mengulum senyum menggoda. Dan Si Pria semakin terpana.

“ Hi, I’m Victor. You can call me Vic. Nice to meet you.” Ujarnya ramah dengan suara yang merdu, semerdu suara para penyiar atau penyanyi mungkin. Atau mungkin suaranya biasa saja, namun terdengar merdu di telinga Susi karena ketampanannya? Ah, entahlah. Yang pasti, barang bagus begini di tengah suasana hati suntuk, tak boleh dilewatkan begitu saja ujarnya.

Mereka mulai bicara, bercanda. Dan menjadi akrab secara tiba-tiba… Sesaat, Susi pun jadi lupa statusnya yang sudah bersuami dan melarikan diri dari sisinya.

Lampu masih bersinar menerangi wajah Susi dan Vic. Vivocity. The Queen & Mangosteen jadi saksi senyawa kimia yang beterbangan di udara akibat ketertarikan antarmereka yang luar biasa…

***

Jason tidak langsung mengajakku pulang. Kami berkeliling kota sebentar dan menuju ke kawasan Kemang. Di Kemang, kami masuk ke Chi Chi’s Mexican Restaurant. Aneh bagiku, karena Jason bukan tipe yang mau menghambur-hamburkan uangnya seperti itu. Perlahan, pintu Chi Chi’s terbuka. Kami disambut alunan violin merdu, lagu cinta. Lagu Valentine, Martina Mc Bride bergema. Dan pelayan restoran telah menyediakan buket bunga mawar merah untuk Jason yang kemudian diserahkannya padaku . Isinya selusin bunga mawar merah, tanda cintanya.

Aku yang bengong, tak percaya dengan semua ini. Harusnya kejutan itu untuknya dan bukan untukku karena ini hari ulang tahunnya. Kejutan ulang tahunnya juga berlaku buatku. Tetapi, mengapa dia lakukan ini semua?

Dan kurasa sebetulnya tak perlu. Baru saja ingin kutanyakan pada dirinya, baru akan membuka mulutku, jari telunjuknya menghentikan ucapanku.

“Nikmati saja, semuanya, Vit. Ini untukmu.”

Ujarnya seraya menyodorkan cincin itu di hadapanku.

“ Aku melamarmu hari ini. Setelah sekian lama, setelah sekian banyak yang kita alami. So, will you…?”

Aku diam. Tak mampu berkata-kata. Hanya tetesan air mata bahagia memenuhi wajahku. Masih belum kujawab juga, karena terlalu larut dalam haru. Kutanya hatiku lagi:

“ So, will I …?’

Bersambung….

HCMC, 24 Juni 2010

-fon-

Sumber gambar:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcW2Aq8qU290DIyWXCsvc7X24svVcwCI2hprRQ3iqruMSNdqyEJHvK9fOH6HQDzxIsdjr7R7g2bMD12sjx_wqaLUHhxDnghwXlrLsaDvEzQodH-gbckuIpzUg6GWsg3YTqFeAdOmvSuJ5Y/s1600/Thank+God+I+found+You.jpg

No comments:

Post a Comment