Friday, June 11, 2010

Tulus



Tiba-tiba saya teringat seorang sahabat saya, yang sebetulnya saya kenal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dia-yang saya kenal di bulan-bulan terakhir di Singapura-menjadi contoh seseorang yang benar-benar tulus. Di mata saya, dalam ketidaksempurnaannya pun, dia tetap memenangkan predikat tulus dan tanpa pamrih. Jarang sebetulnya saya temui pribadi semacam ini dalam hidup ini dan saya berterima kasih menemukannya dalam diri sobat saya itu.

Anggaplah sebagai suatu keberuntungan, ketika kita berkesempatan menemukan seseorang yang begitu klop di hati. Seolah semua sebegitu mudah terbukanya-jalan komunikasi dan bicara dari hati ke hati- dengan seseorang seperti ini. Saya merasa beruntung menemukannya (bersama barisan beberapa teman yang lain, yang betul-betul bisa curhat dari hati ke hati). Saya pikir dulunya dengan keaktifan saya di sana-sini sewaktu masih di Indonesia dan belum menikah, tentunya punya sahabat macam ini bukanlah menjadi masalah. Kemudian, saya pindah negara dan mulailah merasakan bahwa dengan kondisi ibu rumah tangga yang mengurus sendiri bayi saya, bukanlah hal mudah untuk berteman dan memiliki waktu untuk curhat. Waktu-waktu berlalu, sampai saya menemukan dirinya. Seseorang yang bisa mengerti kondisi saya, karena dia juga seorang ibu dari beberapa anak. Dia yang sigap, selalu ringan tangan membantu saya. Terutama ketika saya sedang kesusahan. Dalam proses pindahan ke HCMC, dia juga yang mau membantu saya sampai menawarkan menerima titipan anak saya karena kalau saya sibuk ‘packing’ dan urus barang, pastinya jaga anak pun tidak bisa seintens biasanya.

Persahabatan yang tulus dengan dia terbina baik, sehingga saya pun kembali bersyukur bahwa kesempatan itu dihadirkan kembali dalam hidup saya. Dalam sejarah persahabatan yang saya alami: ada saat-saat di mana persahabatan itu menjadi pudar karena sesuatu dan lain hal, namun sahabat sejati tentunya bersama-sama mengarungi hidup dengan saling berbagi, saling bercerita, saling sehati, untuk kemudian melangkah maju bersama. Saya bahagia dan bangga punya kesempatan mengecap hal itu. Dalam kondisi hati yang tidak bersahabat, selalu mudah untuk mencari celah yang merenggangkan persahabatan itu sendiri. Bermula dari kecurigaan misalnya, jika tidak segera diatasi tentunya sulit juga untuk kembali kepada kemurnian dan ketulusan persahabatan itu sendiri.

Saya pun pernah mengalami hal-hal yang tidak enak sehubungan dengan persahabatan. Ada kalanya saya sendiri jadi orang yang kelewat kurang peduli, terlalu fokus pada diri sendiri karena merasa beban saya adalah beban yang paling berat sementara beban orang tidaklah seberat saya. Ada kalanya saya pun menyesali persahabatan yang berbalik dari keakraban yang erat menjadi sesuatu yang ‘garing’ karena sesuatu dan lain hal. Namun, saya sendiri belajar banyak dalam hidup ini. Bahwa mengecewakan dan dikecewakan dalam persahabatan adalah hal yang biasa. Yang tetap harus saya ingat pada akhirnya adalah bagaimana saya mem-value persahabatan itu sendiri. Bagaimana sikap saya terhadap orang lain yang mungkin menyebalkan sekalipun. Karena saya tahu, persahabatan akan tetap jadi bagian hidup saya. Mungkin sahabat datang dan pergi: beberapa yang terbaik bahkan harus pergi di usia muda, tak sampai 30 tahun untuk menghadap yang kuasa. Beberapa harus terpisahkan jarak dan kedekatan menjadi berubah, tidak seperti semula. Anehnya beberapa pun terpisahkan jarak, bahkan jauh, tetapi tetap singgah di hati dan terus mendiaminya. Tak jua pergi. Beberapa sahabat menjadi ‘aneh’ dan terasa asing, bahkan seperti seseorang yang tak pernah kukenali lagi. Ah, tapi mungkinkah bagi orang lain aku juga sesosok yang makin asing bagi mereka….?

Kembali kuingat lagi, ketulusan itu…

Tatapan sahabatku, bantuannya di saat aku betul-betul sendirian dan memerlukan tangan yang menolong. Kata-kata yang menyejukkan ketika aku dirundung masalah, pertolongan yang seolah tepat waktu…Ya, aku sadar, dia tak selalu bisa menemani aku, tetapi untuk semua yang sudah dia berikan padaku. Aku bersyukur. Semoga aku pun bisa menjadi seorang pribadi yang tulus, yang berusaha walaupun dalam ketidaksempurnaanku untuk memberikan diriku bagi sesama. Yang walaupun aku dalam kondisi yang tengah bermasalah, tidak membombardir orang yang tak tahu apa-apa…. Dengan tidak menjadikannya sebagai korban atas segala emosiku, kesombonganku, atau keinginan untuk selalu dibenarkan karena aku merasa sebagai orang yang tak pernah salah (ah, aku sadar….aku banyak salah koq…Malu rasanya bilang kalau diriku tak pernah salah…Maluuu pada semut merah dan semut hitam…J).

Biarlah aku belajar tetap jadi tulus, mengharap yang terbaik bagi setiap orang. Jauhkan diriku dari penghakiman berlebihan terhadap orang lain karena bila aku yang dihakimi, apa jadinya diriku…

Tulus, tetaplah bersamaku, diami hatiku dan bersemi di dalamnya….

HCMC, 11 Juni 2010

-fon-

* biarlah aku tinggal dalam ketulusan dan berusaha lebih baik di dalamnya….AminJ


Sumber gambar:
http://www.fortinosflowers.com/uimages/yellow(1).jpg

No comments:

Post a Comment