Friday, May 28, 2010

The Accused



Duduk di kursi terdakwa sebagai tersangka utama.

Atas segala tuduhan, tudingan, fitnahan yang dilontarkan kepadaku. Bukan oleh satu pihak, bahkan oleh berbagai pihak. Satu sisi, aku tak hendak bela diri. Ketika semua tudingan sudah mengarah kepadaku, masih adakah gunanya aku bela diriku? Hanya satu orang, yaitu diriku dibandingkan seribu yang menuduhku? Dari satu mulut yang ungkap kenyataan palsu, segalanya menyebar secepat virus flu. Satu ngomong, yang lain ngoceh. Sambung menyambung, menjadi satu. Satu gosip yang seolah menjadi kebenaran. Satu isu yang dianggap kenyataan.

Aku diam. Bukan berarti aku menerima.

Aku diam karena aku tahu, apa yang mereka tudingkan salah. Mereka kena imbas fitnah dari satu orang yang kemudian menyebar secepat kilat. Tanpa aku tahu harus berbuat apa. Jadi, hanya diam- itu yang kulakukan. Aku pernah melakukan pembelaan tentunya, sayangnya hanya dianggap lelucon dan jadi bahan cemoohan mereka.

Kursi terdakwa kududuki beberapa saat lamanya. Bukan dalam penjara. Hanya dalam kehidupan biasa. Tetapi yang namanya kena fitnah itu tak pernah enak, tak pernah bikin tidur nyenyak. Malam-malam penuh cucuran air mata dan doa yang kupanjatkan pada-Nya…Membawaku tetap sadar bahwa Dia ada di saat-saat terluka parah sekalipun…

Apa boleh buat, terpaksa semua harus kuterima. Tatapan sinis, senyuman palsu. Pisau-pisau yang ditancapkan di belakangku, menjadi sesuatu yang harus kuterima. Suka atau tidak suka. Akhirnya, di antara seribu, ada juga satu yang melihat sisi baikku. Karena selama ini sudah terlanjur tertutup kenyataan palsu. Akhirnya dari satu yang melihat, perlahan tapi pasti: kebenaran terkuak. Si Pemalsu akhirnya ketahuan juga, malah mereka yang tadinya pro akhirnya berbalik memusuhinya atau tidak lagi menyukainya. Tidak sekuat permusuhan yang dia sebarkan untuk membenciku, tetapi akhirnya dunia pun tahu kalau apa yang dia tonjolkan selama ini: adalah juga merupakan tipu daya atau muslihat belaka. Hanya untuk terlihat baik, sementara dalam hatinya? Seringnya mengadu domba.

Akhirnya kursi terdakwa tak lagi kududuki. Aku berhasil berdiri tegar mengatasi semuanya bersama Dia karena Dia yang tahu hatiku. Dan pengalaman berharga itu mengajarkanku untuk setidaknya tidak lagi hendak terburu nafsu menuduh, mendakwa, menuding, apalagi memfitnah seseorang serta mendudukkannya di kursi tersangka tanpa tahu kejelasan sebelumnya.

Aku pernah jadi korban, setidaknya itu menjadikanku belajar untuk meminimalisasi menghakimi seseorang atau segala sesuatunya sebelum tahu permasalahan sesungguhnya. Jujurnya, adalah hal yang sulit karena kita semua punya pemikiran, informasi dari orang lain, asumsi, persepsi, ataupun perasaan yang terkadang mempengaruhi penilaian kita terhadap seseorang. Namun ternyata bila di akhir cerita aku yang keliru telah mendakwa, telah menjadikan orang tersebut sebagai ‘The Accused’, ada rasa tidak enak hati. Merasa malu. Merasa sok jadi hakim yang seolah adil, padahal diri sendiri masih jauh dari benar.

Ketika aku yang duduk di kursi terdakwa, hatiku sakit tetapi aku berjalan di dalam iman. Bahwa kebenaran, tetaplah kebenaran. Akan terungkap suatu saat, walau ku ’tak tahu kapan. Tinggal waktu yang membuktikannya.

Ketika aku mendudukkan seseorang sebagai ‘The Accused’, aku koq tiba-tiba lupa sakitnya-perihnya-luka yang mungkin ditimbulkannya….

Manusia, oh manusia… Hanya ingat diri belaka.

Jauhkahlah diri kami dari kaca mata penghakiman yang merasa diri selalu benar, dengan gampang menuduh tanpa tahu kenyataan sesungguhnya. Jadikanlah kami lebih bijaksana, Tuhan. Amin.

HCMC, 28 Mei 2010

-fon-

* pengalaman beberapa tahun lalu pernah membawaku duduk di kursi terdakwa, mudah-mudahan diriku tak mudah memojokkan orang ke kursi tersangka. Tak mau lagi aku terlalu cepat menuduh, karena jadi ‘The Accused’ itu tak pernah mudah…

PS: buat Si Pemalsu: aku memaafkanmu… Rahmat Tuhan memampukanku mengampunimu.

Sumber gambar:

http://www.koranbanten.com/isi/uploads/palu-hakim-300x251.jpg

4 comments:

  1. aih kejem nian caknyo hihihi...
    :))

    ReplyDelete
  2. fem, sedikit efek dramatisasi hehe...tapi kejadian dituding itu beneran seh, cak sendok kau: beneran hihihi...
    tapi emang fitnah itu kejammm:P

    ReplyDelete
  3. trully feel the same way...
    yet CAN NOT forgive those who's accused me...:(

    Bahwa kebenaran, tetaplah kebenaran. Akan terungkap suatu saat, walau ku ’tak tahu kapan. Tinggal waktu yang membuktikannya. *as if you wrote about me* ... hehehe... ge-erMODEon...

    btw, never wanna be any accuser!

    ReplyDelete
  4. @ Agnes: mungkin perlu waktu untuk bisa. Aku juga terus berusaha, walaupun memang sakit ya, difitnah atau menerima tuduhan palsu.
    hahaha...Semoga bisa melihat pelangi kebenaran itu ketika saatnya tiba:)
    gut lak, Agnes...GBU! Iya, gak enak jadi accuser, kalo salah, malu...apalagi kalo dah bikin hidup orang susah gara-gara tuduhan yang keliru...

    ReplyDelete