*** Edisi Futuristik Kartini-an: membawa tahun 1904 ke tahun 2009.
Rembang 2009…
Kartini ada di depan komputernya dan mengecek email-nya, sibuk melihat-lihat kalau-kalau ada ‘message’ dari teman-temannya di Belanda. Adalah Rosa, sobat baiknya yang sering ‘onlen’ di ‘Yahoo Messenger, Fesbuk,’ dan terkadang lewat ‘email’ juga. Kartini lagi pengin curhat sama Rosa. Kangen sama sobatnya yang satu ini:)
‘Dear’
Ros, aku ‘koq’ rasanya miris ya, melihat walaupun kaum wanita sudah banyak yang berpendidikan tinggi di
Itu dulu, Ros curhat dariku. ‘Daaggg’…Ditunggu balasanmu kalau kamu sempat.
Sobatmu,
Kartini.
Setelah itu Kartini menyibukkan diri dengan urusan rumah tangganya dan mengurus suaminya, Mas Joyo. Membuatkan kopi dan makanan ringan bagi suaminya tak pernah ketinggalan bagi Kartini. Mas Joyo pun amat mendukungnya untuk membuka sekolah bagi kaum putri…Karena dia tahu cita-cita Kartini itu mulia adanya…
Tak lama, setelah mulai senggang, Kartini mulai mengecek lagi emailnya.
‘Dear’ Kartini,
Aku mengerti perasaan kamu. Perjuangan kamu yang seolah tak lagi diindahkan oleh banyak orang. Banyak perempuan yang tidak mengerti lalu melenceng dari apa yang sudah kau cita-citakan dulu. Jangan bersedih terlalu lama, walaupun kau kecewa. Yang pasti, kau tak perlu kuatir. Kau sudah melakukan apa yang suara hatimu sarankan. Kau sudah ‘follow your heart’. Kau sudah membawa banyak perempuan di Indonesia yang berada pada kegelapan yang bernama kebodohan karena tak berkesempatan bersekolah, menjadi punya peluang untuk diperhitungkan bahkan di bidang karier dan akademis. Itu sebuah prestasi yang besar! Kau tak perlu lagi memusingkan sisanya, karena mereka tak bisa kau atur seperti apa yang kau mau. Yang harus kaulakukan adalah berbuat baik demi masa depan mereka dan berhenti sampai di situ. Karena tentunya kau tak bisa mengontrol segala sesuatunya sendirian. Yang penting kau dan keluargamu, sehat. Itu saja. Bagaimana kehamilanmu? ‘Take care, friend!’
Cepat-cepat Kartini membalas lagi…
Betul katamu, sobat!
Aku tak perlu berpikir terlalu banyak tentang hasil dari apa yang sudah kuperjuangkan. Aku tentunya ingin mereka berada pada jalur yang semestinya. Tak perlu sombong atau lupa diri karena sudah mengecap pendidikan, malah mensyukurinya sebagai anugerah yang tak selalu bisa dinikmati setiap orang. Bahkan sampai saat ini, banyak orang yang masih tak mampu sekolah karena miskin. Uang yang mahal diperlukan buat membangun sekolah dan mendidik murid-muridnya. Semoga saja imbalan yang didapat cukup memuaskan, karena tentunya harga yang dibayar semakin hari semakin mahal saja. Tapi, aku mau seperti yang kaubilang. Agar tak ada sesal di hari nanti, agar aku tak usah memusingkan apa yang sudah kulakukan. Aku sudah berjuang, sisanya biarkan saja waktu yang memperlihatkanya pada dunia.
Terima kasih sudah mendengarkanku. Aku jadi lega. Nanti kita cerita lagi soal ini, ya…
Oh iya, hampir lupa…Kehamilanku baik-baik saja. Dalam hitungan minggu, anak kami akan lahir. Aku tak sabar menantikan hari itu, aku mau melihat wajahnya:)
‘Have a nice day,
‘Your friend’,
Kartini.
Kartini terdiam.
‘Email-email’ itu…
Curhatnya bersama
Membuatnya tidak terlalu memusingkan hasil dari perjuangannya. Mending konsen sama melahirkan anak saja, ah…Ujarnya…
13 September …
Hari itu tiba juga. Sakit tak tertahankan akibat kontraksi berulang dan pecahnya ketubah, membawa Kartini tiba di Rumah Sakit Bersalin secepat yang Mas Joyo bisa. Dia menyalib mobil lain, ngebut, yang penting sampai RS bersalin ASAP. ‘As Soon As Possible’.
Dan tak lama, bayi mungil itu lahir…Mereka berdua menamainya: Susalit. Jika ikut priyayinya keluarga mereka, lengkapnya RM. Susalit.
Kartini menarik nafas lega. Satu babakan baru karena dia sudah menghantarkan seorang anak ke dunia ini. Anaknya sendiri, buah kasihnya dengan Mas Joyo…
17 September…
Masih di RS, Kartini merasa kurang fit. Ah, mungkin biasa hal ini sehabis melahirkan. Bukanlah sesuatu yang ‘big deal’ yang harus dibesar-besarkan… Kartini perlahan menggendong putranya dan berusaha menyusuinya. Bukan hal yang mudah bagi seorang ibu muda semacam dirinya…Setelah menyusui, Si Bayi kembali ke ruang bayi bergabung dengan bayi-bayi lainnya. Kartini kemudian memutuskan untuk menelpon Mas Joyo, singkat saja, biar dia tahu perkembangan anak mereka. Kartini tersenyum puas ketika berpikir sudah sempurna hidupnya sebagai wanita karena kelahiran anaknya. Sudah sempurna ketika dia sudah berikan dirinya bagi kaum perempuan. Agar mereka tak lagi berada dalam kegelapan, agar hari-hari mereka berada dalam sinar yang gemilang…
Tanpa sadar, Kartini merasa ngantuk. Dia ingin tidur…Senyum tersungging di bibirnya…Dan dia pergi untuk selamanya. Pergi dalam tidurnya, pergi dalam kesuksesannya memberi arti dan membawa perubahan bagi perempuan di negeri tercinta. Pergi hanya ketika Si Bayi berumur empat hari. Di usianya yang belia, di usia 25 tahun…
Mas Joyo meraung, menangis sedih mendapati Kartini yang biru terbujur di kamar RS. Masih bingung dirinya ketika memikirkan bagaimana nasib Susalit yang baru lahir? Kecewa, marah, namun dia juga harus tegar dan memikirkan nasib anak mereka….
Hidup berjalan, namun keputusan yang terbesar yang dilakukan Mas Joyo adalah memberikan kesempatan bagi Kartini untuk jadi dirinya sendiri. Untuk mengejar mimpinya dan membuat perbedaan bagi perempuan di
Catatan penulis:
Cerita ini hanyalah proyeksi dan imajinasi dari seorang Fonny terhadap R.A. Kartini jika beliau hidup di masa kini dan melihat betapa karyanya tidak sia-sia walaupun diiringi kecemasan yang coba saya tangkap dan tuangkan di sini. Kecemasan akan adanya wanita yang menjadi lupa akan kodrat asali mereka, namun dia tidak putus asa terhadap apa yang sudah dia jalankan dengan sekuat tenaga. Semua nama tokoh diambil seperti aslinya dari Wikipedia edisi Bahasa Indonesia. Suaminya, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, dan anak mereka RM. Soesalit yang lahir pada tanggal 13 September 1904, juga sobat Kartini di Belanda yang bernama lengkap: Rosa Abendanon. Perbedaan yang terjadi di tulisan ini hanyalah pada ejaan nama mereka.
Saya yakin Kartini akan tersenyum melihat betapa wanita
Kartini meninggal
Habis gelap, terbitlah terang! Terima kasih, R.A. Kartini! Kau sudah memberi perbedaan lewat usaha dan perjuanganmu…
Selamat hari Kartini, hai perempuan
Semoga kita tidak melupakan kodrat kita dan tidak mengecewakan beliau.
HCMC,
-fon-
* dipersembahkan buat R.A. Kartini, kaum perempuan, dan temen-temen Yuk Nulis! (YN) yang kompak sanggulan dan pakai kebaya ooops, maksudnya bikin tulisan bareng buat ‘event’ Kartinian ini:).
Sumber gambar:
http://itsmeprod.files.wordpress.com/2009/04/ahoi_kartini_modern_by_niday11.jpg
Wow, nice idea, yet sweet story
ReplyDelete@ Shella: Tengkyu:) Udah mampir dan komentar:)
ReplyDeleteI like it, Fonny memang kreatif. Ide untuk mengandaikan Kartini jadul hidup di masa kini TOP deh. Persiapan tulisannya juga bagus, kamu nyari data akuratnya dulu di wikipedia. Sekali lagi, like it :)
ReplyDelete@ Imel: hehehe...Iya, abisnya sukanya yang rada2 funky geto loh, jadi mo dibikin agak beda. Trims yaaa udah suka:)
ReplyDeleteYeps! Aku suka ini! Terutama suka IDEnya untuk menggambarkan Kartini secara futuristik... wah, keren duech!
ReplyDeleteEh, aku Agnes Bemoe, ga tau nih, kok malah dari blog "meine welt"-ku yang nongol...
@ Mbak Agnes: gak pa2...Aku udah tau koq Meine Welt itu = Mbak Agnes...Ma kasih yaaa...:)
ReplyDelete